Untuk Indonesia

Pintu Kerusuhan Menjelang Pemilu

Bangunan-bangunan kecurigaan bahwa 'Pemilu curang' sedang ditata. - Analisis Denny Siregar
Petugas KPU menyiapkan peralatan untuk acara Validasi dan Persetujuan Surat Suara Anggota DPR, Presiden dan Wakil Presiden di kantor Pusat KPU, Jakarta, Jumat (4/1/2019). Validasi dan persetujuan yang ditandatangani oleh pengurus partai politik peserta pemilu tersebut dilakukan untuk memastikan penulisan nama dan foto peserta pemilu benar. (Foto: Antara/Muhammad Adimaja)

Oleh: Denny Siregar*

"Pemilu tidak sah!"

Begitu teriak seseorang pada saat kemenangan Nicholas Maduro, Capres petahana dari Venezuela. Suara itu adalah letusan dari kecurigaan yang sudah dibangun sejak lama. Dan meledaklah Venezuela dengan bentrokan keras dengan banyak korban karena kelompok yang kalah menuding Maduro curang.

Dan AS pun bersuara sama menuduh Maduro curang. Mereka juga membekukan aset Venezuela di luar negeri sebagai bagian dari keterlibatan mereka dalam Pemilu kali ini.

Apa yang terjadi di Venezuela, negara di ujung utara Amerika Selatan, punya pola-pola yang mirip dengan di Indonesia. Bangunan-bangunan kecurigaan bahwa "Pemilu curang" sedang ditata.

Tercecernya E-KTP dan berita hoaks tentang 7 kontainer berisi kotak suara yang sudah dicoblos bukanlah sebuah kecelakaan, tetapi sebuah rancangan yang sedang disusun secara sistematis.

Tujuannya adalah mendiskreditkan pemerintah dan KPU sebagai penyelanggara Pemilu bahwa mereka tidak netral.

Bisikan-bisikan ketidakpercayaan pada Pemilu kali ini digerakkan jauh-jauh hari, melalui mimbar-mimbar keagamaan, majelis-majelis, melalui ustaz-ustaz politik yang sibuk mencari makanan sisa dari situasi terkini.

"Hanya kecurangan yang akan mengalahkan kita!!" Kata-kata ini dipompakan berulang-ulang supaya umat percaya bahwa Pemilu akan curang. Inilah strategi Firehose of Falsehood yang sedang digarap dengan teknik militer oleh sekelompok orang.

Untuk apa semua itu? Jelas untuk membangun kerusuhan. Bentrokan antar masyarakat sebelum pencoblosan yang akan menaikkan elektabilitas paslon tertentu bahwa negeri ini di tangan sipil tidak akan aman, harus kembali ke tangan militer.

Embusan-embusan pesimis sudah dibangun layaknya gas yang dilepaskan dan baunya menusuk hidung. Tinggal memberinya sedikit jentikan api, maka terbakarlah.

"Jangan main-main...," kata Moeldoko, mantan Panglima TNI. Instingnya sebagai seorang yang sangat hapal situasi lapangan, membaui bahwa ada pola-pola militer yang sedang diterapkan. "Silakan main, kita juga akan mainkan...," gertaknya.

Moeldoko patut geram, karena model-model begini bukan saja akan merusak kepercayaan terhadap Pemilu yang demokratis, tetapi juga akan merusak kepercayaan investor sehingga berdampak pada ekonomi saat Indonesia sedang membutuhkan dana besar untuk pembangunan.

Pemilu kali ini, yang dari permukaan terlihat seperti air tenang, di bawah sedang bergolak laksana lava yang siap membuncah.

Secangkir kopi diperlukan untuk meningkatkan kewaspadaan menjelang Pemilu.

*Denny Siregar penulis buku Tuhan dalam Secangkir Kopi

Berita terkait
0
DPR Terbuka Menampung Kritik dan Saran untuk RKUHP
Arsul Sani mengungkapkan, RUU KUHP merupakan inisiatif Pemerintah. Karena itu, sesuai mekanisme pembentukan undang-undang.