Pilu Hati Penjual Nasi Santan Bantaeng

Nasib pedagang nasi santan di Bantaeng, Sulawesi Selatan, tak seperti sepuluh tahun silam. Dagangannya tidak laku dan kerap basi tanpa pembeli.
Warung Rosi menjual nasi santan di Sasayya kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan. (Foto: Tagar/Fitriani Aulia Rizka)

Bantaeng - Seorang perempuan paruh baya gusar menanti pelanggan di sebuah warung berdinding berukuran tak lebih 3x4 meter. Tajam matanya menatap penuh harap sembari sesekali duduk dan berdiri.

Namanya Rosi. Dia adalah satu dari belasan pedagang nasi santan yang warungnya berjejer rapi di Poros Sasayya, Kecamatan Bissappu, Kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan (Sulsel). Warungnya persis berada di tengah para penjaja nasi santan lainnya.

Dulu untuk biaya nikah anak-anak, saya carikan dari berjualan nasi santan.

Tidak sulit menemukakan warung Rosi. Lokasinya sebelum memasuki Bantaeng, tepatnya di sebelah kanan jalan dari Jeneponto atau Makassar. Warung-warungnya pun identik, semua seragam berwarna merah.

"Sudah sekitar 10 tahun lamanya berjualan nasi santan," kata Rosi memulai perbincangan dengan Tagar, Jumat 8 November 2019.

Nasi santan adalah beras yang sudah dibaluri santan, lalu dimasak seperti biasa memasak nasi biasanya. Rasanya gurih dan nikmat di lidah masyarakat Sulsel, khususnya Bantaeng.

Nasi santan disajikan bersamaan dengan sayur yang juga bersantan, seperti sayur nangka muda kuah hari dan jenis sayuran lainnya.

Di Poros Sasayya, nasi santan sudah terbungkus rapi lengkap dengan sepotong ikan goreng di dalamnya. Jenis ikan biasanya bandeng, sesekali ikan layang. Dua jenis sambel pelengkap nikmatnya nasi santan juga tersedia di atas meja.

Sekarang saya masak 10 liter beras setiap hari, itu pun jarang habis dan kerap basi.

Ada sambel belimbing mata yang terbuat dari lombok biji, dihaluskan dengan bawang putih lalu ditambahkan irisan belimbing wuluh atau belimbing sayur. Juga ada sambel tomat yang lebih dikenal dengan cobek atau lombok tumis.

Nasi SantanNasi santan dengan sepotong ikan goreng, disajikan bersama sayur nangka kuah kari dengan pilihan dua sambel. (Foto: Tagar/Fitriani Aulia Rizka)

Rosi tidak sendiri menunggu pelanggan, ada suaminya Ansar yang setia membantu istrinya berjualan nasi santan. Dengan berjualan santan-lah ia menghidupi keluarga kecil sejak lama.

"Sekarang tinggal saya dan suami. Dua anak kami sudah menikah. Kami hidupi mereka dulu dengan hasil jualan nasi santan," ceritanya.

Sembari berkeluh-kesah, Rosi teringat masa lalu atau saat ia dan suami baru memulai jualan nasi santan. Katanya, hasil penjualan nasi santan kala itu bisa mencukupi biaya hidup sehari-hari dan bahkan bisa berlebih.

Namun hari ini, selain pelanggan berkurang karena banyaknya pesaing, ia pun harus mengeluarkan uang sewa warung, ditambah beban listrik dan air. Dulu Rosi tidak pernah mengeluarkan uang sepeser pun karena berjualan di pinggir trotoar kawasan tersebut.

"Dulu untuk biaya nikah anak-anak, saya carikan dari berjualan nasi santan. Sekarang berjualan hasilnya pas-pasan dan banyak sekali potongan," kata perempuan yang tak tahu pasti berapa usianya saat ini.

Satu dekade silam, hanya dia dan dua penjual nasi santan lainnya di Poros Sasayya. Belum satu pun bangunan warung yang ia sewa hari ini berjejer di sana. Nyaris setiap hari Rosi dan dua pedagang nasi santan lainnya meraup untung besar.

Mayoritas pelanggannya adalah para sopir truk yang melintas di jalan tersebut. Sekali mampir, pembeli bahkan memborong hingga 5-10 bungkus nasi santan. "Kami jualan nasi santan 24 jam," katanya.

Di era kejayaannya, dalam sehari semalam Rosi memasak 30 liter beras. Acap kali jumlah tersebut habis ketika belum waktunya. Bahkan pelanggan harus menunggu Rosi memasak nasi lagi agar bisa menikmati nasi santan.

"Jauh berbeda. Sekarang saya masak 10 liter beras setiap hari, itu pun jarang habis dan kerap basi," tuturnya.

Tak hanya beras, sayur, ikan turut sia-sia ketika jualan nasi santan tidak laku. Namun semua tetap dijalani dengan ikhlas karena satu-satunya mata pencarian Rosi hanya dari berjualan nasi santan.

"Harga sebungkus nasi santan hanya Rp10 ribu. Kalau saya jual di atas harga itu, siapa yang mau beli. Semua pedagang di sini rata-rata jual segitu," katanya.

Hasil buruk penjualan nasi santan kerap membuat Rosi bersedih. Ia bahkan nyaris berputus asa dan meratapi keadaan yang diterimanya saat ini. Selain soal pembeli, pengeluaran yang besar sangat membebaninya dalam berdagang.

Dalam sebulan misalnya, Rosi harus merogoh kocek untuk sewa warung sebesar Rp450 ribu. Biaya listrik dan air biasanya Rp150 ribu. Belum lagi untuk kebutuhan mendadak rumah tangga lainnnya.

"Paling dapat untung bersih dalam sebulan itu Rp200 ribu saja," bebernya.

Rosi berharap nasib pedagang kecil seperti dirinya mendapat perhatian pemerintah. Paling tidak, pemerintah bisa menyediakan tempat gratis tanpa biaya sewa untuk penjual nasi santan.

Namun Rosi tak hendak mengadu ke mana, dan ia hanya mengetahui kenyataan hari ini lokasi tempat berjualannya dulu telah dibangun warung dan harus membayar sewa untuk berdagang di sana.

Padahal awal menjajaki tempat itu dulu, Rosi meminjam uang koperasi untuk berdagang sebesar Rp 3 juta. Semula ia hanya berjualan bensin lalu mencoba belajar membuat nasi santan. Akhirnya takdir menyuratkan Rosi menjadi pedagang nasi santan yang bahkan bertahan lebih dari 10 tahun.

Sebagai pedagang kecil, Rosi tidak pernah bermimpi menjadi orang kaya dengan segala kemewahannya. Dia dan suaminya hanya ingin diberikan kekuatan menjalani semua beban hidup sulit yang mendera akhir-akhir ini.

"Akankah nasib saya begini terus? Menjadi penjual nasi santan tidak masalah, saya hanya berharap bantuan pemerintah," katanya. []

Baca juga:

Berita terkait
Siang yang Dingin di Perkemahan Bantaeng
Orang-orang hebat saling berbagi pengalaman suksesnya kepada peserta didik di Bantaeng, Sulawesi. Mereka memotivasi peserta untuk berkarya.
Kapolres Baru Bantaeng Disambut Keris dan Pedang
Kapolres baru Bantaeng AKBP Wawan Sumantri disambut keris dan pedang saat tiba di Bantaeng. Dia menggantikan Kapolres lama AKBP Adip Rojikan.
Setelah Dibangun, Pasar di Banteang Tak Difungsikan
Pasar Rakyat Onto di Kabupaten Bantaeng tak kunjung difungsikan, meski sudah setahun selesai dibangun.
0
Harga Emas Antam di Pegadaian, Rabu 22 Juni 2022
Harga emas Antam hari ini di Pegadaian, Rabu, 22 Juni 2022 untuk ukuran 1 gram mencapai Rp 1.034.000. Simak rincian harganya sebagai berikut.