Pilkada Siantar Tanpa Petahana, Ini Kata Akademisi

Akademisi dari Prodi Ilmu Komunikasi Universitas Medan mengatakan, Pilkada Siantar tanpa petahana, berbeda dari Pilkada lainnya di Indonesia.
Sekretaris Prodi Ilmu Komunikasi Universitas Medan, Area Ara Auza (Foto: Tagar/ist)

Pematangsiantar - Sekretaris Prodi Ilmu Komunikasi Universitas Medan Area Ara Auza berpendapat Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) kota Pematangsiantar yang hanya diikuti satu pasangan calon tanpa kehadiran sang petahana wali kota Siantar Hefriansyah justru menjadi sangat berbeda dari beberapa daerah lainya.

Ara mengatakan, hal itu bisa saja disebabkan beberapa indikasi termasuk tidak berjalannya komunikasi politik Hefriansyah dengan penggurus partai.

Bukan berarti dengan satu calon otomatis menang kejadian calon kepala daerah kalah dengan kotak kosong ada. Yang paling terkenal pilkada Makassar.

"Yang menarik berkaitan dengan Pilkada Siantar adalah pejabat wali kota Siantar yang seharusnya memiliki keunggulan untuk dicalonkan partai politik tidak mampu melakukan komunikasi kepada partai politiik." kata Ara kepada Tagar, Selasa 15 September 2020.

Menurut Ara, jika merunut kejadian sebelum gelaran Pilkada dimulai, impeacment yang dilakukan DPRD Siantar kepada Hefriansyah beberapa waktu lalu turut mempengaruhi kegagalan sang petahana mendapat rekomendasi dukungan partai politik.

Pada akhirnya hal itu juga yang menyebabkan Pilkada Siantar hanya diikuti satu pasangan calon.

"Merunut dari kejadian sebelum Pilkada seperti kasus impeachment kepada wali kota mengkristalisasi partai politik di Siantar untuk satu suara menghempang wali kota dan memilih calon alternatif yang sesuai dan dapat mengakomodasi kepentingan partai politik di Siantar." kata Ara.

Situasi itu yang segera dimanfaatkan pasangan Asner Silalahi dan Susanti Dewayani untuk merebut semua dukungan partai politik. Ara menyatakan kehadiran calon tunggal di Siantar menunjukkan komunikasi yang baik antara partai politik sebagai penyeimbang bagi eksekutif.

"Disamping Asner Silalahi dan Dr Susanti yang memang memiliki komunikasi yang baik kepada partai ada akumulasi kejenuhan pada wali kota dan kesempatan yang dimaksimalkan oleh Asner dan Dr Susanti," ujar Ara.

Meski dalam proses sistem ke pemiluan calon tunggal merupakan hal yang dibenarkan sesuai dengan Perppu Pilkada nomor 2 tahun 2020 hal itu juga banyak tidak diterima masyarakat karena dipandang tak demokratis.

Pilkada dengan model seperti itu ungkap Ara memang memberikan kemudahan bagi pasangan calon namun tidak juga menjamin keterpilihan.

Kata Ara untuk memenangkan calon tunggal ada tantangan lain yakni gerakan masyarakat untuk menghempang hegemoni partai politik melalui kolom kosong seperti yang terjadi di Makasar.

"Bukan berarti dengan satu calon otomatis menang kejadian calon kepala daerah kalah dengan kotak kosong ada. Yang paling terkenal pilkada Makassar, saat kolom kosong menang atas calon kepala daerah karena proses pencalonan calon kepala daerah pada Pilkada sangat elitis, sentralistik. Jadi sah saja ada gerakan masyarakat untuk menghempang hegemoni partai politik dalam kasus daerah Siantar," tutup Ara. []

Berita terkait
Wow, Polisi di Siantar Dibawa Kabur Sopir Angkot
Video seorang anggota kepolisian di Pematangsiantar, Sumut, viral di media sosial, karena naik ke bumper satu unit mobil angkutan kota.
Pilkada Siantar Calon Tunggal, Kolom Kosong Bergerak
Sebanyak 25 daerah di Indonesia menghadirkan kolom kosong melawan pasangan calon tunggal, termasuk di Kota Pematangsiantar, Sumut.
Razia Masker di Siantar, Sanksi Push Up dan Bernyanyi
Kepergok tak mengenakan masker saat di luar rumah, dua remaja di Pematangsiantar, Sumut, diberi sanksi push up dan menyanyikan lagu kebangsaan.
0
Dua Alasan Megawati Belum Umumkan Nama Capres
Sampai Rakernas PDIP berakhir, Megawati Soekarnoputri belum mengumumkan siapa capresnya di Pilpres 2024. Megawati sampaikan dua alasan.