Jakarta - Direktur Social Policy dan Political Studies (Sospol's) Cecep Sopandi menilai, pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak pada Desember 2020 mendatang akan sangat berbahaya. Hal itu mengingat adanya peningkatan jumlah pasien positif terinfeksi Covid-19.
Cacap menegaskan, bahaya ini tidak hanya terjadi pada masyarakat Indonesia. Menurutnya, hal ini akan menjadi sejarah buruk bagi demokrasi bangsa jika pelaksanaan Pilkada tetap dilaksanakan.
bukan hanya bagi masyarakat tapi juga akan berpotensi jadi sejarah buruk demokrasi di Indonesia jika membawa bencana
"Melaksanakan Pilkada di tengah tingginya angka positif Covid-19 tentu sangat berbahaya, bukan hanya bagi masyarakat tapi juga akan berpotensi jadi sejarah buruk demokrasi di Indonesia jika membawa bencana," kata Cecep saat dihubungi wartawan, Sabtu, 12 September 2020.
Magister Komunikasi Politik Mercu Buana ini melanjutkan, dari jumlah pemilih tetap di Indonesia yang berjumlah 106 juta orang, maka diperkirakan akan ada 82 juta orang mendatangi Tempat Pengumutan Suara (TPS) untuk memenuhi haknya sebagai warga negara dalam pesta demokrasi tersebut.
"Diperkirakan akan ada 106 juta pemilih di Pilkada 2020. Bila dengan angka partisipasi 77,5 persen sesuai target KPU, maka tak kurang dari 82 juta pemilih akan bergerak ke 305 ribu TPS yang tersebar di seluruh Indonesia. Rata-rata TPS berisikan rata-rata 350 pemilih," ujarnya.
"Dari angka tersebut, jika tidak diantisipasi dengan baik maka dikhawatirkan akan menjadi cluster baru Pilkada 2020," katanya menambahkan.
Oleh sebab itu, kata dia, ada dua pilihan bagi pemerintah dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk menangani persoalan ini, yakni memperketat protokol kesehatan atau Pilkada serentak ditunda.
- Baca juga: PUPR Gelar Pameran 11 Jembatan Ikonik di Indonesia
- Baca juga: Pilkada di Sumut Jadi Ancaman Klaster Penyebaran C-19
"Pilihannya hanya ada dua, taati protokol kesehatan Covid-19 atau Pilkada serentak ditunda," ucap Cecep.[]