Pesan ISSI soal Insiden Goweser di Kulon Progo

Insiden pegowes meninggal saat di tanjakan di Kulon Progo menjadi pelajaran penting. Apa yang harus dilakukan agar hal serupa tidak terjadi?
Ilustrasi bersepeda (Foto: pixabay)

Kulon Progo - Peristiwa meninggalnya goweser dari Kabupaten Bantul, Yogyakarta akibat kelelahan saat berada di tanjakan di Kapanewon Kalibawang, Kulon Progo pada akhir pekan lalu menjadi keprihatinan. Di sisi lain juga menjadi pelajaran penting agar pegowes lebih berhati-hati dalam menjalani olahraga genjot pedal tersebut.

Wakil Ketua Ikatan Sport Sepeda Indonesia (ISSI) Kulon Progo, Aris Nugroho mengatakan, bagi goweser dengan usia 40 tahun ke atas, seperti usia goweser yang meninggal, bersepeda bukan lagi untuk mencari prestasi. Kegiatan ini lebih kepada upaya untuk mencari kesehatan dan refreshing, sehingga perlu penyesuaian dengan kemampuan masing-masing.

Menurutnya, di usia tersebut niat awal bersepeda yaitu menjaga kebugaran tubuh, sehingga tidak perlu ada paksaan dalam pelaksanaannya. "Apalagi jika kondisi badan sedang tidak fit," ujar Aris di Kulon Progo, Selasa 16 Juni 2020.

Pria yang sudah bertahun-tahun menggeluti olahraga sepeda dan bergabung dalam komunitas Menoreh Biker ini menjelaskan, tujuan akan berbeda bagi pesepeda dengan usia masih muda. Mereka masih bisa menggenjot untuk jalur prestasi.

Menurut Aris, bersepeda yang aman saat pandemi Covid-19 adalah dengan mentaati protokol kesehatan salah satunya seperti menggunakan masker, sarung tangan hingga helm. Pesepeda juga harus mencari lokasi yang aman, tidak di zona merah Corona. Hal penting lainnya, pegowes juga tidak diperbolehkan berkerumun dan tetap harus menjaga jarak dua meter atau lebih.

Niatkan saja bersepeda untuk mencari kesehatan, bukan untuk cepat-cepatan.

Eko Suratman, pegiat sepeda dari Komunitas Goweser Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kulon Progo menjelaskan, kejadian di Kalibawang bukan yang pertama terjadi. Sudah pernah ada kejadian pegowes meninggal sebelum pandemi. Kejadian ini dulu sering terjadi yang biasanya disebabkan karena pegowes tidak mengontrol diri.

"Ketika gowes bersama rombongan, kadang tidak bisa mengontrol emosi. Inginnya seperti yang paling cepat, paling di depan. Padahal jika dipaksakan tidak baik," ucap Eko.

Seharusnya, lanjut Eko, penggowes sudah harus tahu sebatas mana kemampuannya dan tidak memaksakan diri karena semestinya bersepeda adalah untuk mencari kesehatan. "Jika tidak fit, sebaiknya tidak dipaksakan. Bisa dengan olahraga yang lebih ringan, sambil menunggu tubuh sehat kembali," tutur Eko.

Para goweser diimbau untuk lebih berhati-hati. Jika memiliki penyakit seperti jantung, dilarang mencoba jalur ekstrem seperti tanjakan karena asupan oksigen akan sangat berpengaruh ketika bersepeda di tanjakan.

"Jika tidak ada persiapan yang matang, sangat mungkin bisa celaka di perjalanan. Namun itu semua kembali ke pribadi masing-masing. Niatkan saja bersepeda untuk mencari kesehatan, bukan untuk cepat-cepatan," ujarnya.

Diberitakan sebelumnya, salah satu pegiat sepeda di Yogyakarta, Aloisius Sumarjono warga Kasihan, Bantul, Yogyakarta ditemukan meninggal dunia pada Minggu 14 Juni 2020 sekitar pukul 10.20 WIB akibat kelelahan. Dia terjatuh saat menanjak di Jalan Sentolo – Muntilan dan akhirnya meninggal dunia. []

Berita terkait
Tak Kuat Tanjakan, Goweser Meninggal di Kulon Progo
Panemu Kalibawang Heri Darmawan menemukan seorang goweser terjatuh saat melalui jalan tanjakan Jalan Sentolo-Muntilan, Banjarharjo, Kulon Progo.
Gowes di Yogyakarta, Dulu Dipuji Kini Dicaci
Gowes di Yogyakarta sering dipuji, menyehatkan dan ramah lingkungan. Akhir-akhir ini, goweser sering dicaci. Mengapa?
Gowes di Bantul Dibubarkan Bila Abai Protokol Covid
Petugas Satpol PP harus menertibkan para pesepeda yang dinilai tidak memakai masker atau mereka yang bergerombol tanpa menjaga jarak.
0
Ini Dia 10 Parpol Pendatang Baru yang Terdaftar di Sipol KPU
Sebanyak 22 partai politik (parpol) telah mengajukan permohonan pembukaan akun atau akses Sistem Informasi Partai Politik (Sipol).