Perusahaan Minyak Prancis dan Amerika Tinggalkan Myanmar

TotalEnergies dan Chevron telah mengumumkan bahwa mereka akan menarik diri dari proyek gas bersama di Myanmar
Ilustrasi: Logo TotalEnergies dan Chevron (Foto: voaindonesia.com/Reuters)

Jakarta – Perusahaan minyak Prancis, TotalEnergies, dan perusahaan minyak Amerika Serikat (AS), Chevron, telah mengumumkan bahwa mereka akan menarik diri dari proyek gas bersama di Myanmar.

Keduanya merujuk pada kudeta militer 1 Februari 2021 ketika junta militer merebut kekuasaan, menangkap pemimpin sipil Aung San Suu Kyi dan sebagian besar pejabat pemerintahannya. Sejak itu kelompok-kelompok HAM lokal dan internasional mengatakan pasukan keamanan telah menewaskan lebih dari 1.400 orang dan menahan ribuan lainnya.

Dalam sebuah pernyataan di situs web-nya, TotalEnergies mengatakan meskipun sejak awal telah mengutuk kudeta Februari dan menghentikan semua proyek baru di negara itu, TotalEnergies dan Chevron masih terus memproduksi gas dari ladang Yadana, yang penting untuk memasok listrik pada warga lokal dan sekaligus melindungi karyawan mereka dari risiko persekusi atau kerja paksa.

kantor pusat total di parisIlustrasi: Kantor pusat perusahaan minyak Prancis "TotalEnergies" di pinggiran Paris, Prancis (Foto: voaindonesia.com/AFP)

Tetapi pernyataan itu menambahkan, situasi di negara itu – “dalam hal hak asasi manusia dan secara lebih umum terkait aturan hukum – terus memburuk” dan “tidak lagi memungkinkan TotalEnergies memberikan kontribusi yang cukup positif di negara ini.”

Pernyataan itu mengatakan TotalEnergies masih akan terus beroperasi hingga kontraknya berakhir dalam enam bulan.

Secara terpisah, Chevron –mitra lain dalam proyek itu– mengatakan “mengingat keadaan di Myanmar, kami telah mengkaji ulang minat kami dalam proyek gas alam Yadana untuk memungkinkan transisi yang terencana dan teratur, yang akan mengarah keluar dari negara ini.”

TotalEnergies dan Chevron, bersama beberapa perusahaan lain, adalah bagian dari usaha patungan yang mengoperasikan proyek gas Yadana di lepas pantai barat daya Myanmar-Thailand. Keduanya kini menjadi perusahaan Barat terbaru yang memutuskan keluar dari Myanmar setelah kudeta militer tahun lalu (em/pp)/voaindonesia.com. []

Militer Myanmar Dilaporkan Langgar Hukum Internasional

Myanmar di Ambang Perang Saudara Sejak Kudeta Militer

Perjuangan Warga Myanmar Untuk Dapat Akses Internet

Ratusan Warga Myanmar Mengungsi ke Thailand

Berita terkait
Aung San Suu Kyi 'Sangat Diperlukan' bagi Pemulihan Demokrasi Myanmar
Beberapa negara Barat, termasuk AS dan Norwegia, kecam hukuman terbaru Suu Kyi, justru para pemimpin Asia Tenggara sebagian besar diam
0
Video Jokowi 'Menghadap' Megawati Sangat Tidak Elok Dipertontonkan
Tontonan video Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) yang sedang bertemu dengan Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarno Putri, sangat tidak elok.