Permintaan Perlindungan Kivlan Zen Sebaiknya Ditolak

Permintaan perlindungan keselamatan dari Mantan Kepala Staf Kostrad Mayjen (Purn) Kivlan Zen sebaiknya ditolak.
Mayor Jenderal Purn Kivlan Zen (kedua kanan) didampingi kuasa hukum memenuhi panggilan Bareskrim Mabes Polri, di Jakarta, Rabu (29/5/2019). (Foto: Antara/Wibowo Armando)

Jakarta - Praktisi dan Pengamat Hukum Bustaman Umar menyebut sebaiknya Menteri Pertahanan (Menhan) Ryamizard Ryacudu serta Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Wiranto menolak permintaan perlindungan keselamatan dari Mantan Kepala Staf Kostrad Mayjen (Purn) Kivlan Zen.

Bila Menhan dan Menko Polhukam menanggapi permintaan Kivlan akan menjadi preseden buruk di masa depan. Pasalnya, kata Bustaman, kasus Kivlan telah masuk ranah hukum pidana. Di mana ada alasan kuat untuk menghantarkan berkas Kivlan ke meja hijau.

"Maka tidak tepat jika nantinya Ryamizard Ryacudu dan Wiranto melakukan langkah-langkah yang bisa diartikan mencampuri proses hukum suatu perkara," kata Bustaman kepada Tagar, Kamis 13 Juni 2019.

Menurut Bustaman, lebih tepat surat permintaan perlindungan keselamatan yang disampaikan Kivlan lewat kuasa hukumnya Tonin Tachta ditembuskan kepada Polri. "Yang tepat untuk meminta perlindungan adalah ke Polri juga," tambah dia.

Hal yang mendasari surat itu dibikin Kivlan dapat diutarakan langsung kepada aparat hukum yang bertanggung jawab terhadap kasus makar yang dihadapinya. Nantinya, kata Bustaman, atasan penyidik seperti Inspektorat Pengawasan Umum (Irwasum) atau direktorat lain yang ada di jajaran Polri, dapat memeriksa alasan permohonan perlindungan hukum yang dilayangkan Kivlan Zen.

"Apakah misalnya di dalam proses hukum yang dilakukan penyidik ada tindakan-tindakan yang tidak sesuai hukum, melanggar KUHAP, dan management Kapolri dalam Perkapolri Tahun 2014 dan sebagainya?" ujar Bustaman.

Bustaman menambahkan, di balik itu permintaan Kivlan kepada dua menteri serta tiga pejabat militer lain sangat subjektif. Selain Menhan dan Menko Polhukam, Kivlan diketahui mengirimkan surat kepada Pangkostrad, Kepala Staf Kostrad, dan Danjen Kopassus.

"Kuasa hukum Kivlan Zen meminta perlindungan hukum dengan alasan situasi tidak kondusif, adalah alasan yang sangat debatable. Apa yang dimaksudkan dengan 'tidak kondusif?' Kan subjektif sekali," ujar Bustaman.

Seperti diketahui, Kivlan Zen dilaporkan atas dugaan makar dan berita bohong. Ia dilaporkan oleh seseorang bernama Jalaludin asal Serang, Banten dengan nomor laporan LP/B/0442/V/2019/Bareskrim.

Perkara yang dilaporkan adalah tindak pidana penyebaran berita bohong (hoaks) UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang KUHP Pasal 14 dan/atau Pasal 15 terhadap keamanan negara/makar UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang KUHP Pasal 107 juncto Pasal 87 dan/atau Pasal 163 bis juncto Pasal 107.

Polisi juga membidik Kivlan dengan Undang-Undang Darurat Nomor 1 Tahun 1951 tentang senjata api. Ancaman hukuman adalah maksimal 20 tahun penjara.

Selain itu, Kivlan diduga terlibat dalam kasus rencana pembunuhan terhadap empat tokoh nasional dan seorang pimpinan lembaga survei. Keempat target itu adalah Menko Polhukam Wiranto, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman (Menko Maritim) Luhut Binsar Panjaitan, Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Budi Gunawan, dan Staf Khusus Presiden Bidang Intelijen dan Keamanan Gories Mere. Sementara itu, pimpinan lembaga survei yang dijadikan target yakni Yunarto Wijaya.

Baca juga: 

Berita terkait