Oleh: Denny Siregar*
Sebuah bom meledak Rabu pagi ketika di grup WA tersebar berita hasil penelitian survei Litbang Kompas.
Litbang Kompas selama ini dipercaya sebagai sebuah lembaga survei yang independen. Kredibilitasnya kuat. Karena itu ketika hasil dari Litbang Kompas mengabarkan bahwa hasil survei Jokowi berada di bawah angka 50 persen, maka ributlah para pendukung Jokowi.
Selama ini pendukung Jokowi memegang hasil survei yang mengabarkan bahwa Jokowi berada di range angka 54-56 persen. Bahkan salah satu lembaga survei terpercaya seperti SMRC mengabarkan survei terakhir bahwa terjadi kenaikan tren elektabilitas Jokowi yang berada di angka 57 persen.
Dan ketika Litbang Kompas mengeluarkan survei, maka para pendukung Jokowi yang tadinya melambung seperti jatuh berdebam kembali ke tanah.
Lebih baik kita melihat survei Litbang Kompas sebagai Wake Up call sebagai alarm bahwa pertandingan belum usai. Begitu banyak kemungkinan terjadi sebelum mencapai finish.
Di kubu Prabowo, hasil survei Litbang Kompas yang mengatakan ada tren kenaikan elektabilitas Prabowo dijadikan energi baru untuk menaikkan semangat mereka. Sebelumnya pendukung Prabowo melemah karena hasil survei di mana-mana menunjukkan bahwa Prabowo kalah dengan perbedaan yang sangat besar sekitar 20 persen dengan Jokowi.
Bahkan untuk menaikkan moral para pendukungnya, Gerindra sampai harus mengabarkan bahwa mereka mengadakan survei internal yang rahasia, dimana hasilnya Prabowo menang. Entah bagaimana metodologi penghitungan suara survei intenal itu, karena semuanya rahasia termasuk siapa dan berapa jumlah respondennya. Pokoknya menang. Titik.
Keluarnya hasil survei Litbang Kompas yang membangun kemungkinan Prabowo bisa menang, membangkitkan kembali semangat mereka yang kemarin loyo gak keruan. Apalagi mereka sudah dihantam berbagai masalah seperti hoaks Ratna Sarumpaet, dipenjaranya Ahmad Dhani sampai tertangkapnya Andi Arief dalam episode "Kondom bergerigi punya siapa?"
Pertanyaan terbesar bagi pendukung Jokowi adalah, "Perlukah percaya pada survei Litbang Kompas?"
Denny JA dari Lingkaran Survey Indonesia sudah mengeluarkan pernyataan terbuka bahwa ia sendiri meragukan hasil survei itu. Denny JA menggambarkan bahwa kemungkinan Kompas berpolitik selalu ada, meski samar.
Memang kalau kita hanya mengacu pada hasil survei Litbang Kompas, berarti kita juga harus meragukan kredibilitas 10 lembaga survei yang selama ini terpecaya. Yang salah Litbang Kompas atau lembaga-lembaga survei itu?
Apa pun jawabannya, lebih baik kita melihat survei Litbang Kompas sebagai Wake Up call sebagai alarm bahwa pertandingan belum usai. Begitu banyak kemungkinan terjadi sebelum mencapai finish. Karena itu bergeraklah, jangan hanya main deklarasi-deklarasi saja. Turun ke jalan, door to door. Kita harus militan semilitan kubu sebelah.
Kalau setuju, seruput kopinya....
*Denny Siregar penulis buku Tuhan dalam Secangkir Kopi
Baca juga:
- Begini Cara Jokowi Memandang Survei Litbang Kompas
- Survei Kompas Sebut Elektabilitas Jokowi-Ma'ruf di Bawah 50 Persen, Ini Tanggapan Kiai Ma'ruf
- Denny JA: Survei Kompas Layak Dipertanyakan, Berpolitik atau Berdiri Dua Kaki?
- Pro Kontra Survei Kompas, Bentuk Kehati-hatian atau Terlalu Buru-buru?
- TKN Tidak Apriori Survei Litbang Kompas, Pesimis Survei Internal BPN