Peredaran Tramadol di Kalangan Pelajar Semakin Mengkhawatirkan

Apabila konsumsi tramadol disetop secara tiba-tiba, akan berimbas terserang sakit menusuk di sekujur tubuh.
Ilustrasi. (Foto: Istimewa)

Jakarta (Tagar, 18/12/2018) - Sekumpulan remaja tanggung datang silih berganti ke toko obat dan kosmetik di wilayah Bekasi, Jawa Barat. Di depan penjual obat yang berdiri menanti, Abg itu memberikan setumpuk uang ribuan "lecek" hasil patungan, untuk membeli obat keras golongan G jenis Tramadol, atau Trihex atau Hexymer yang juga biasa disebut pil kuning.

Kebiasaan menenggak Tramadol sudah menjadi rutinitas harian dalam satu tahun terakhir ini. Hal itu diakui F, remaja berusia 15 tahun, yang mengaku tidak bisa berhenti mengkonsumsi tramadol secara mendadak. 

Menurutnya, apabila konsumsi disetop secara tiba-tiba, akan berimbas terserang sakit menusuk di sekujur tubuh, terutama di bagian punggung. Bahkan, kata F, untuk bangun dari kasur pun sulit jika sedang mengalami putus obat. Apalagi untuk ngobrol bersosialisasi dengan masyarakat sekitar. Selain itu, mood bisa menurun drastis bila hidup tanpa obat.

F yang kini masih mengenyam pendidikan di Sekolah Menengah Kejuruan di wilayah Pondok Kopi Jakarta Timur mengatakan, bahwa tramadol yang dikonsumsi rutin merupakan jenis obat yang relatif murah, yang ada dipasaran, serta mudah didapat di mana-mana.

"Kita patungan satu anak Rp 5.000 sampai Rp 10.000, soalnya harga Rp 20.000 itu sudah dapat satu plastik yang isinya tramadol 8 butir," kata dia.

Setiap hari bersama rekannya, ia lakukan ritual yang membosankan ini, entah sampai kapan mengakhiri perjalanan sebagai budak narkoba. Hingga kini, F, mengaku belum berniat untuk berhenti konsumsi tramadol yang semestinya baru sah diperoleh dengan menggunakan resep dokter.

F mengklaim bahwa kini dia sudah berhasil menekan dosis obat yang tadinya biasa minum 1 hari sebanyak 5 sampai 8 butir. Saat ini dia bisa menurunkan kadar dengan menenggak 2-3 tablet dalam 1 hari.

"Kalau dikasih uang jajan semestinya buat makan. Tapi saya belikan obat. Orang tua saya sepertinya tahu, karena obat saya pernah disita tapi saya marah, saya minta kembalikan," ucapnya dengan suara meninggi.

Sementara rekan sejawat F, yang berinisial AH, mengaku bersentuhan dengan narkoba sampai harus putus sekolah. Salah satu imbasnya adalah dari ketergantungan menggunakan tramadol dan pil kuning dalam rentang waktu kurang lebih 2 tahun penggunaan rutin.

Setelah mendapatkan ijazah SMP, dalam kesehariannya, AH, berprofesi sebagai juru parkir yang beroperasi di depan mini market di area Jatiasih, Bekasi.

AH mengaku, semenjak menjadi pecandu tramadol dan pil kuning, daya ingatnya menjadi tidak baik alias menjadi gampang pelupa atau pikun. 

"Kadang baru ngobrol sama orang, tapi sudah lupa apa yang lagi diobrolin. Tapi klo abis minum obat sih nyerocos ngomong apa aja juga enak," ucapnya dengan tatapan kosong.

Untuk membeli tramadol, AH gigih menjadi tukang parkir dari siang ketemu malam. 

"Saya tidak mau minta ama orang tua, dan saya pun nggak mencuri. Entah sampai kapan bisa berhenti ini," kata dia.

AH menjelaskan bila minum pil terlalu banyak, dapat menimbulkan rasa nekat serta timbul nyali yang beringas, dan acapkali tidak bisa mengontrol diri sendiri. Maka itu, katanya, jangan minum terlalu banyak. 

"Pengguna lama sih paham, 2 butir sampai 3 butir saja cukup," tutur bocah berumur 15 tahun itu.

Obat keras daftar G jenis tramadol, pil kuning dan hexymer didapat dari toko obat dan kosmetik dari mulai wilayah Bekasi, Depok hingga Tangerang. Dia menjelaskan, harganya pun tidak akan jauh berbeda. 

"Paling berbeda selisih Rp 5.000-Rp 10.000, gampang didapat kok sampai sekarang," kata dia.

Tramadol Menurut Medis

Menanggapi maraknya remaja yang menggunakan pil tramadol, Direktur Utama RSJ Dr. Soeharto Heerdjan Laurentius Panggabean angkat bicara. Tramadol menurutnya merupakan analgesik untuk zat nyeri anti sakit atau dalam kedokteran tergolong dalam non opiod.

"Tetapi apakah karena sensasinya, efek yang dibuat oleh obat itu membuat dia lebih enak atau lebih tidak enak kan dia (pecandu) yang tahu. Mereka biasanya menggunakan itu biasanya bukan dengan dosis di luar kelaziman. Misal orang normal minum 1 hari 1 kali. Dalam tahap penyalahgunaan, ada yang pakai 5-10 tablet sekali minum," ucap dokter yang pernah menangani Raffi Ahmad itu.

Dari segi farmakologi menurutnya, akan datang resiko seperti sakit lambung. Lebih lanjut Laurentius menjelaskan, bahwa penggunanya meskipun telah diperingatkan bahwa penyalahgunaan bahaya, tetap tidak peduli. Lebih lanjut jelas Lauren, 

"Paling bahaya adalah pada proses ketergantungan itu, sensasi mabuk itu yang dia mau. Obat analgesik kadang bila dicampur-campur akan jadi teler penggunannya. Dia mau apa itu pakai 10 tablet, bisa terjadi kesadaran hilang," ucap Lauren lebih lanjut. 

Menurut dokter yang pernah praktik di Rumah Sakit Ketergantungan Obat (RSKO) Cibubur itu, terdapat unsur dalam tramadol yang dapat membuat penggunanya mengalami adiksi atau ketergantungan secara fisik maupun psikologis terhadap obat-obatan.

"Memang ada zat lain, kita sebutlah itu analgesik atau obat anti sakit yang disalahgunakan. Efeknya itu mungkin tidak seperti yang mereka bayangkan, tetapi pemakaiannya yang keliru bisa berdampak terserang sakit hepar (hati) atau liver," tegasnya.

Menurut dia, karena seringkali disalahgunakan oleh masyarakat, merebak juga pedagang blackmarket atau pasar gelap. Semestinya, lanjut Laurentius, obat tersebut boleh saja beredar, tapi harus dengan resep dokter. Dalam hal ini, kata dia, masih banyak masyarakat tidak konsul dahulu ke dokter dan itu sudah dalam kategori penyalahgunaan.

"Kemudian dia merasa baik, kan dia mendapat obat, sehingga dia terus menerus akan menggunakan obat itu. Karena dari awal sudah konsumsi dengan cara yang salah. Harusnya 1 tablet, dia justru pakainya 5-10 tablet. Itu kan sudah kekeliruan," ujarnya.

Dalam tahap pengurangan dosis pasti ada adiksi obat di dalam tubuh, menurut Laurentius, bila tubuh dikondisikan dengan dosis yang dikurang-dikurangi, maka akan menimbulkan rasa tidak pede bagi penggunannya. Padahal, lanjut dia, pemakai karena sudah terbiasa pakai 5 tablet, maka dengan dosis tinggi ia merasakan dampak tubuhnya baru sembuh.

"Susah mengubah itu, karena dia sudah tersugesti mesti pakai 5. Paling menurutnya diturunkan dosis adalah solusi. Lebih baik untuk kesembuhan penggunannya harus konsultasi agar dapat mengetahui seberapa parah ketergantungan pengguna terhadap pil-pil itu," ungkapnya.

Tramadol Menurut BNN

Badan Narkotika Nasional (BNN) sebagai corong terdepan pemberantasan narkoba, tidak bisa bebas menindak pelanggaran tersebut karena sejumlah obat belum masuk dalam daftar narkoba.

Banyak masyarakat yang melaporkan penyalahgunaan obat-obatan keras seperti Tramadol, Trihex dan Hexymer. Namun, dalam ketentuannya BNN hanya menampung dan meneruskannya ke Kepolisian dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), serta dapat melakukan rehabilitasi bagi para pecandunya. BNN bisa menindak jika obat-obatan itu telah ditetapkan sebagai narkoba.

Mengutip Detik, Badan Narkotika Nasional Kota Jakarta Selatan menyatakan banyak pelajar yang menjadi pasien rehabilitasi sejak Oktober 2017. Siswa itu direhabilitasi karena menyalahgunakan Tramadol.

"Bulan-bulan terakhir, puskesmas di Jakarta Selatan mulai aktif merujuk ke kami. Rata-rata mereka keluhannya Tramadol. Banyak sekali yang datang itu anak usia sekolah, SMA-SMP," kata Kepala Seksi Rehabilitasi BNN Kota Jaksel Kompol Dessi Wijayanti.

Dessi belum bisa memerinci jumlah dan sekolah mana yang siswanya menyalahgunakan Tramadol. Dia hanya mengatakan Tramadol disalahgunakan oleh siswa karena lebih mudah didapat. []

Berita terkait
0
Video Jokowi 'Menghadap' Megawati Sangat Tidak Elok Dipertontonkan
Tontonan video Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) yang sedang bertemu dengan Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarno Putri, sangat tidak elok.