Penyakit Ini Hantui Caleg Gagal Pemilu 2019

Pemilu 2019 tidak hanya diikuti dua pasangan capres dan wapres tetapi diikuti juga oleh 245.106 caleg.
Perolehan suara pasangan capres-cawapres Jokowi-Ma'ruf Amin dan Prabowo-Sandiaga Uno saling mengungguli di Lapas Bogor, Jawa Barat. (Foto: Antara)

Jakarta - Pemilu 2019 tidak hanya diikuti dua pasangan calon presiden dan wakil presiden, tetapi diikuti juga oleh 245.106 calon legislatif (caleg). Mereka bersaing berebut kursi di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten/Kota.

Meski belum ada hasil resmi dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) tapi, sudah muncul kekhawatiran akan adanya caleg yang mengalami stres pasca Pemilu berakhir. Bagaimana tidak, dari 245.106 akan ada 200.000 orang gagal, karena kursi yang tersedia hanya 10 persen?

Direktur Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza, Kementerian Kesehatan RI, dr. Fidiansjah, menilai terjadinya kasus stres caleg yang gagal dalam Pemilu 2019 ini, merupakan sebuah kejadian yang tidak biasa atau dianalogikan seperti bencana alam yang tidak dapat diprediksi.

Artinya, stres pasca-Pemilu sama dengan stres pasca bencana, karena baik bencana datang tak diduga, sedangkan Pemilu hasilnya tak diduga. 

"Ini sebuah situasi yang diketahui banyak pihak sebagai sesuatu seperti kejadian yang tidak biasa atau bencana. Proses ini (Pemilu) adalah proses persaingan dan gangguan jiwa itu bisa terjadi dari ringan sampai tingkat berat," ujarnya dikutip Tagar News dalam rilis resmi Kemenkes, Jumat 19 April 2019.

Stres akibat Pemilu pun dikategorikan dari gangguan jiwa ringan sampai berat. Tergantung daya tahan diri dari masing-masing individu, yang jelas stres menurutnya terjadi saat daya tahannya rapuh.

"Orang-orang yang rapuh menghadapi antara realitas dengan kenyataan bukan hanya pada pemilu. Tapi, terjadi di semua kondisi," jelas dia.

Meski Rumah Sakit Jiwa (RSJ), Rumah Sakit Umum, sampai Puskesmas, sudah diberdayakan untuk mengahadapi kejadian pasca Pemilu, tetap saja caleg yang ikut kontestasi harus bisa mencegah dirinya stress. Untuk menghindari stress usai Pemilu, menurutnya caleg mesti punya prinsip siap menang dan siap kalah.

"Dalam penyeleksian pasti mengalami kemenangan atau kegagalan. Maka kesiapan menerima kenyataan karena tidak sesuai yang diharapan harus bisa menerima. Prinsip pertamanya itu siap kalah dan menang," tukas dr. Fidiansjah.

Lalu bagaimana jika caleg akhirnya stres?

Jika sudah terjadi stres, sistem dalam tubuh akan merespon dengan cara berbeda-beda. Apapapun jenis stresnya, akan berdampak pada kesehatan. Berikut dampak stres yang dampak pada sistem tubuh manusia, dilansir dari situs Hello Sehat pada Jumat 19 April 2019. 

Sistem saraf pusat dan endokrin

Sistem saraf pusat paling bertanggung jawab dalam merespon stres, mulai pertama kali stres muncul sampai stres menghilang. Saat stres, sistem saraf pusat menghasilkan respon 'fight-or-flight' saat tubuh mengalami stres, kemudian memberikan perintah dari hipotalamus ke kelenjar adrenal untuk melepaskan hormon adrenalin dan kortisol.

Saat kortisol dan adrenalin dilepaskan, hati menghasilkan lebih banyak gula dalam darah untuk memberi energi pada tubuh. Jika tubuh tidak menggunakan semua energi tambahan ini, maka tubuh akan menyerap gula darah kembali.

Bagi orang yang rentan terhadap diabetes tipe 2 (seperti orang obesitas), gula darah ini tidak bisa diserap semua sehingga mengakibatkan kadar gula darah meningkat.

Pelepasan hormon adrenalin dan kortisol menyebabkan peningkatan detak jantung, pernapasan lebih cepat, pelebaran pembuluh darah di lengan dan kaki, dan kadar glukosa darah meningkat. Saat stres mulai menghilang, sistem saraf pusat juga yang pertama kali memerintahkan tubuh untuk kembali ke normal.

Sistem pernapasan

Stres nyatanya membuat pernapasan lebih cepat sebagai upaya untuk mengalirkan oksigen ke seluruh tubuh. Bagi orang-orang yang tidak mengalami riwayat kesehatan buruk mungkin tidak masalah, tapi akan menjadi masalah bagi orang-orang yang menderita asma atau emfisema. Sebab, napas cepat atau hiperventilasi dapat menyebabkan serangan panik.

Sistem kardiovaskular

Saat mengalami stres akut (stres dalam waktu singkat, seperti karena terjebak macet di jalan), detak jantung akan meningkat, serta pembuluh darah yang menuju ke otot besar dan jantung akan melebar. Kemudian, menyebabkan peningkatan volume darah yang dipompa ke seluruh tubuh sehingga meningkatkan tekanan darah.

Saat mengalami stres kronis (stres dalam jangka waktu lama), detak jantung akan meningkat secara konsisten. Tekanan darah dan kadar hormon stres juga akan meningkat secara berkelanjutan. Sehingga, stres kronis dapat meningkatkan risiko terkena hipertensi, serangan jantung, atau stroke.

Sistem pencernaan

Peningkatan detak jantung dan pernapasan dapat mengganggu sistem pencernaan. Karena ketika stres orang akan makan lebih banyak atau lebih sedikit dari biasanya. Risikonya, akan meningkatkan terjadinya heartburn, refluks asam, mual, muntah, atau sakit perut.

Stres juga dapat memengaruhi pergerakan makanan dalam usus, akhirnya orang yang stres kemudian mengalami diare atau sembelit.

Sistem otot rangka

Normalnya, otot-otot dalam tubuh akan menegang saat stres melanda, lalu kembali normal lagi saat stres hilang. Namun, jika stres berkelanjutan, maka otot-otok tidak mempunyai waktu untuk rileks.

Sehingga, otot-otot yang tegang akan mengakibatkan seseorang mengalami sakit kepala, nyeri punggung, serta nyeri di seluruh tubuh.

Sistem reproduksi

Stres pun ternyata bisa mempengaruhi sistem reproduksi baik wanita maupun pria. Untuk pria, ketika stres berlangsung dalam waktu lama, kadar hormon testosteron pria akan mulai menurun. Akhirnya, dapat mengganggu produksi sperma, yang akan menyebabkan disfungsi ereksi atau impotensi.

Sedangkan, stres yang dialami wanita memengaruhi siklus menstruasi. Siklus menstruasi wanita akan tidak teratur, tidak mengalami menstruasi sama sekali, atau mengalami menstruasi yang lebih berat.

Sistem imun

Ketika seseorang mengalami stres, tubuhnya akan merangsang sistem kekebalan tubuh untuk bekerja. Jika stres bersifat sementara, maka akan membantu tubuh dalam mencegah infeksi dan penyembuhan luka.

Namun, jika stres terjadi dalam waktu lama, maka tubuh akan melepaskan hormon kortisol yang akan menghambat pelepasan histamin dan respon peradangan untuk melawan zat asing. Sehingga, orang yang mengalami stres kronis akan lebih rentan untuk terkena penyakit, seperti influenza, flu biasa, atau penyakit infeksi lainnya.

Stres kronis juga membuat seseorang yang sedang sakit akan lebih lama untuk sembuh, atau cedera.

Baca juga: Ini Menu Makanan Sederhana Rahasia Sehat Presiden Jokowi

Berita terkait
0
Video Jokowi 'Menghadap' Megawati Sangat Tidak Elok Dipertontonkan
Tontonan video Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) yang sedang bertemu dengan Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarno Putri, sangat tidak elok.