Pengertian Surat Wasiat dalam Perkara Warisan

Surat wasiat adalah pernyataan sah dari penulis yang memilih sejumlah orang untuk mengurusi hartanya. Perkara warisan menjadi salah satunya.
Ilustrasi Surat Wasiat. (foto: Pixabay)

Jakarta - Surat wasiat adalah pernyataan sah dari penulis yang memilih sejumlah orang untuk mengurusi hartanya jika pewasiat menghembuskan napas terakhir.

Seiring dengan bertambahnya umur seseorang maka perlu memikirkan tentang apa yang akan mereka tinggalkan nanti seperti halnya warisan berbentuk surat wasiat (testamen). Pakar hukum perdata Bustaman Umar menyebutkan, wasiat berkenaan dengan hal-hal yang diinginkan oleh seseorang apabila pewasiat telah meninggal dunia.

"Semula wasiat bersifat lisan, diucapkan di hadapan beberapa orang saksi yang dianggap jujur. Tetapi dalam perkembangan zaman menuntut wasiat dibuatkan secara tertulis yang disebut testamentair," ujar Bustaman kepada Tagar, Rabu 15 Mei 2019.

Di negara-negara tertentu, wasiat wajib dibuat oleh pengacara atau notaris. Isinya meliputi hal-hal yang berhubungan dengan warisan, hibah, pemberian dana untuk anak-anak yatim dan lain sebagainya.

"Tetapi bisa pula mengenai hal-hal yang im-materiel semisal: pesan untuk memelihara situs-situs makam, tempat-tempat yang dihormati, dan lain-lain, memelihara ajaran leluhur, dan sebagainya. Yang penting isi wasiat atau testamen itu tidak melanggar hukum," jelasnya.

Dikatakan Bustaman, wasiat yang berbentuk tertulis biasanya dibuat dan disimpan di kantor notaris, baru boleh dibuka setelah testamentor meninggal dunia.

"Wasiat menyangkut harta benda, seseorang hanya boleh mengeluarkan 1/3 saja dari hartanya yang menyimpang dari ketentuan hukum waris yang bersifat imperative. Untuk wasiat yang menyimpang dari hukum waris, minimal 3/4 tetap harus menjadi harta waris. Demikian hukum Islam, begitu juga hukum positif kita, juga di Belanda dan Inggris. Istilah hukumnya adalah legitieme portie," urai Bustaman.

Sementara itu, Menurut Munir Faudy, mengutip konsep hukum perdata, jika ketika pewaris masih hidup meninggalkan pesan-pesan tertentu (wasiat) tentang bagaimana suatu warisan harus dibagi sesuai dengan pesan-pesan wasiat tersebut, sejauh wasiat tersebut tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku.

Wasiat juga dapat menentukan amanat wasiat yang hanya berlaku setelah kematian pewasiat.  

Munir menilai, orang yang berwenang membuat surat wasiat adalah notaris, dan pada waktu meninggalnya pewaris, notaris akan membacakan surat wasiat kepada ahli waris yang memiliki kekuatan hukum tetap.

Pembatasan penting dikatakan Munir, terletak dalam pasal-pasal tentang "legitieme portie", yaitu bagian warisan yang sudah ditetapkan menjadi hak para ahli waris dalam garis lencang dan tidak dapat dihapuskan oleh orang yang meninggalkan warisan.

Baca juga:

Berita terkait
0
Ini Alasan Mengapa Pemekaran Provinsi Papua Harus Dilakukan
Mantan Kapolri ini menyebut pemekaran wilayah sebenarnya bukan hal baru di Indonesia.