Pengertian Investasi Syariah dan Jenisnya

Ada tiga efek syariah di pasar modal yang tidak bertentangan dengan prinsip agama.
Ilustrasi investasi syariah. (Foto: Tagar/Ist)

Jakarta - Meski investasi dapat memberikan untung besar, nyatanya masih banyak orang yang ragu berinvestasi karena takut riba. Tapi kini sudah ada investasi syariah yang memberikan imbal hasil besar tapi tetap mengikuti syariat agama.

Investasi syariah adalah investasi yang dilakukan berdasarkan syariat Islam dimana sektor pasar modal yang dituju bermain di produk halal.

Jadi, dana investor tidak ditempatkan di perusahaan yang menjual makanan non halal, minuman keras, rokok dan sejenisnya.

Untuk menentukan produk investasi syariah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menerbitkan berbagai peraturan beserta instrumen investasi sesuai dengan prinsip hukum syariah dipasar modal menurut fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) MUI.

Sejauh ini DSN MUI telah mengeluarkan 14 fatwa yang menjadi landasan hukum investasi syariah. Salah satunya adalah Fatwa No. 40/DSN-MUI/X/2003 tentang Pasar Modal dan Pedoman Umum Penerapan Prinsip Syariah di Bidang Pasar Modal.

Dari fatwa yang telah diterbitkan bertujuan agar umat Islam dapat merasakan manfaat investasi syariah seperti bebas riba, tidak mengandung unsur gharar dan maysir hingga kepastian karena akad.

Akad itu sendiri merupakan perjanjian atau kesepakatan, baik dari satu pihak maupun kedua belah pihak (penjual dan pembeli) yang berkomitmen dengan nilai-nilai syariah.

Jadi, akad merupakan keterkaitan antara ijab dan qobul. Ijab yaitu pernyataan pihak pertama yang memiliki keinginan untuk investasi, sedangkan qobul yaitu jawaban terhadap ijab yang dilakukan oleh pihak penerima modal.

Menurut OJK, terdapat tiga efek syariah di pasar modal yang tidak bertentangan dengan prinsip agama yaitu:


1. Saham syariah

Secara garis besar saham merupakan surat berharga yang menjadi bukti kepemilikan modal para pemegang saham di sebuah perusahaan.

Para pemegang saham tersebut memiliki hak untuk mendapatkan imbal hasil dari perusahaan yang sahamnya mereka beli.

Saham itu sendiri memiliki dua jenis yakni saham konvensional dimana investor dapat leluasa membeli saham perusahaan yang mereka inginkan, baik halal maupun non halal.

Sedangkan saham syariah investor hanya dapat membeli saham perusahaan yang menjual produk halal atau tidak bertentangan dengan prinsip syariah.


2. Sukuk (obligasi syariah)

Secara harfiah, sukuk berasal dari Bahasa Arab yang berarti instrumen legal. Sukuk juga digunakan untuk mendeskripsikan surat berharga jangka panjang dengan prinsip syariah.

Sukuk apakah sama dengan obligasi? Bedanya adalah sukuk tidak mengenal istilah kupon bunga seperti halnya obligasi. Pasalnya, investasi halal menganggap bunga adalah riba dalam transaksi piutang.

Jadi, obligasi syariah atau sukuk akan menyebutnya dengan istilah bagi hasil.


3. Reksadana syariah

Cara kerja reksadana konvensional dan syariah bisa dibilang sama saja, yakni manajer investasi yang akan mengelola dana investor. Namun, perbedaannya reksadana syariah hanya bermain di perusahaan yang berlabel halal.

Reksadana syariah juga diawasi oleh OJK dan Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang akan terjun langsung membantu manajer investasi untuk mengembangkan produk investasi syariah.

(Sri Wahyuni Sitorus)


Baca Juga:

Berita terkait
Perkembangan Ekonomi Syariah di Indonesia
Ekonomi Syariah pertama kali hari di Indonesia saat Bank Muamalat berjalan pada tahun 1991 yang merupakan Bank Syariah pertama di Indonesia.
4 Reksadana Syariah yang Perlu Kamu Ketahui
Pada reksadana syariah, instrumen dan mekanismenya tidak boleh bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah.
Ajukan Terobosan, Erick: Sistem Bagi Hasil Bank Syariah Mahal
Meteri BUMN Erick Thohir mengatakan langsung di hadapan Jokowi bahwa bagi hasil bank syariah lebih mahal dibanding Bank Konvensional.