Pengamat: Tata Kelola APBD Kota Medan Buruk

Tata kelola APBD Kota Medan, dalam beberapa tahun terakhir dinilai buruk. Realisasi penerimaan PAD jauh di bawah target.
Ketua Tax Centre Fisip USU, Hatta Ridho (kanan). (Foto: Tagar/Ist)

Medan - Tata kelola APBD Kota Medan, dalam beberapa tahun terakhir dinilai buruk. Realisasi penerimaan asli daerah (PAD) yang masih jauh di bawah target, kebocoran penerimaan di mana-mana, serta belanja yang terkesan rutin tanpa inovasi menjadi indikator rapor merah.

Ketua Tax Centre Fisip USU, Hatta Ridho mengatakan, dalam beberapa tahun terakhir, APBD Kota Medan tidak kurang dari Rp 6,18 triliun per tahun.

Dengan begitu, dalam lima tahun terakhir APBD Kota Medan bisa lebih dari Rp30 triliun. "Tetapi, justru dampaknya kepada masyarakat masih sangat kurang," kata Hatta di Medan, Rabu, 14 Oktober 2020.

Menurutnya, sangat wajar jika banyak masyarakat yang kecewa dengan kinerja Pemko Medan seperti itu. Sebab, manfaat pembangunan untuk masyarakat dinilai masih sangat kecil.

Hatta menyoroti PAD yang tidak sampai 40 persen dari total penerimaan APBD. Angka ini menurut dia masih sangat kecil, terutama untuk membiayai anggaran pembangunan.

Padahal potensi penerimaan Pemko Medan masih sangat tinggi di segala sektor. Namun karena terjadi kebocoran di mana-mana, realisasi PAD jadi kurang maksimal dan melenceng jauh dari target.

Dia mencontohkan, pendapatan dari sektor retribusi daerah pada 2019 hanya sebesar Rp 90,43 miliar atau sebesar 51,03 persen dari target sebesar Rp 177,218 miliar.

Realisasi retribusi IMB hanya sebesar Rp 23,89 miliar atau sebesar 34,75 persen dari target sebesar Rp 68,77 miliar.

Target ini sudah jauh lebih kecil dari target tahun 2018 yang mencapai angka Rp 147,74 miliar.

Begitu juga dengan realisasi pendapatan dari pos retribusi parkir tepi jalan umum, hanya sebesar Rp 21,99 miliar atau sebesar 45,05 persen dari target sebesar Rp 48,81 miliar.

Baca juga: Gebu Minang Sumut Ajak Warga Kota Medan Pilih Bobby Nasution

Menurut Hatta, realisasi PAD itu masih sangat kecil untuk membiayai pembangunan, sehingga masalah Kota Medan seperti ancaman banjir, kemacetan, drainase dan sanitasi akan sulit terpecahkan.

Ini memperlihatkan kalau pemimpin Kota Medan sebelumnya, kurang kreatif dan inovatif

Kondisi itu diperparah dengan minimnya inovasi dan kreativitas pemimpin Kota Medan, dalam upaya menggenjot penerimaan.

Kondisi ini menyebabkan Pemko Medan sangat mengharapkan bantuan dari dana transfer maupun proyek strategis nasional yang berlokasi di Medan.

Potensi hilangnya penerimaan pajak daerah juga masih tinggi, terutama karena kebocoran penerimaan dari beberapa jenis pajak seperti PBB P2, BPHTB, pajak restoran, pajak reklame dan pajak parkir.

Dia berpendapat, hilangnya potensi penerimaan pajak dan retribusi daerah, disebabkan masih banyak kelemahan pada aspek penegakan hukum dan pengawasan, sumber daya manusia maupun sarana dan prasarana.

Dari aspek sarana dan prasarana, penggunaan aplikasi teknologi digital untuk mempermudah pelayanan dan pemeliharaan database wajib pajak belum optimal.

Baca juga: Kolaborasi Bobby Nasution Membangun Tanggul di Medan Utara

Progresivitas baru tampak hanya dalam hal pemanfaatan tapping box (bantuan dari Bank Sumut), untuk mencegah manipulasi data dasar pengenaan pajak (dari pembukuan) oleh wajib pajak.

Masalah lain, sambung Hatta, adalah kreativitas pimpinan dalam membangun sistem yang dapat meningkatkan perolehan PAD, masih sangat kurang.

Model partisipatoris (pemberdayaan masyarakat) juga jarang terlihat dalam mensiasati kekurangan anggaran untuk mengatasi persoalan banjir, kemacetan, persampahan dan pemeliharaan fasilitas umum termasuk cagar budaya.

Power untuk melakukan koordinasi dengan instansi lain, termasuk pemerintah pusat dan pemerintah provinsi, juga belum kelihatan tajinya.

Branding image Kota Medan sebagai Paris van Sumatra sejak masa kolonial, makin hari semakin hilang akibat kondisi lingkungan dan penataan ruang yang menurun kualitasnya, serta tidak mendapatkan prioritas kebijakan alokasi anggaran yang memadai.

Ini, lanjutnya, membuat akselerasi pembangunan Kota Medan sebagai kota metropolitan masih tertinggal dari kota metropolitan lainnya seperti Surabaya, Bandung, Semarang, Makassar bahkan Palembang.

Miskinnya inovasi dalam membuat program merupakan salah satu penyebabnya.

"Ini memperlihatkan kalau pemimpin Kota Medan sebelumnya, kurang kreatif dan inovatif. Pemimpin ke depan harus mampu untuk mengatasi masalah-masalah ini, agar pembangunan Kota Medan lebih maksimal," ujarnya. []

Berita terkait
Infografis: Bobby Nasution Menuju Kursi Wali Kota Medan
Bobby Nasution, salah satu kandidat Wali Kota Medan dalam Pilkada 2020. Datang dari kalangan muda membawa isu perubahan menuju Medan Berkah.
Cara Edy Rahmayadi Redam Demo Omnibus Law di Medan
Gubernur Sumut, Edy Rahmayadi menegaskan tidak akan membiarkan rakyat Sumut sengsara karena Undang Undang Omnibus Law.
Bobby Nasution: Pilkada Medan Bukan Ajang Permusuhan
Calon Wali Kota Medan Bobby Nasution mengingatkan jangan ada adu domba saat pilkada serentak 2020.