Mataram – Praktisi dan pengamat sektor transportasi logistik, Bambang Haryo Soekartno menyori kebijakan mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti soal penenggelaman kapal yang dinilai banyak melanggar regulasi. Untuk itu, Edhy Prabowo sebagai menteri yang baru diminta tidak meneruskan kebijakan tersebut. "Penenggelaman kapal pencuri ikan dengan cara diledakkan di tengah laut melanggar banyak regulasi dan menyebabkan kerugian besar dari sisi lingkungan hidup dan ekonomi," katanya, Kamis 5 Desember 2019.
Menurut Bambang Haryo, dampak negatif kebijakan penenggelaman lebih besar. Yakni terjadi pencemaran laut sebab banyak unsur anorganik dari serpihan dan bangkai kapal yang menjadi limbah, seperti cat, oli, bahan bakar, plastik dan sebagainya.
Ia mengatakan peledakan kapal melanggar aturan United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) 1982 yang melarang bahan anorganik dibuang ke laut. Peledakan kapal juga melanggar konvensi Safety of Life at Sea (SOLAS) dari International Maritime Organization (IMO) dan Undang-Undang Nomor 17/2015 tentang Pelayaran.
Dalam UU Pelayaran yang merupakan ratifikasi regulasi Organisasi Maritim Internasional (IMO) disebutkan bahwa kapal yang tenggelam wajib diangkat atau diapungkan, apalagi jika mengganggu alur pelayaran. “Kapal yang tenggelam titik koordinatnya pun harus diketahui dan dilindungi dengan oil boom supaya tidak mencemari laut. Kapal bisa saja ditenggelamkan tetapi pada kedalaman di atas 1.000 meter dan tidak mengganggu pelayaran, serta harus dipastikan bebas limbah,” jelas Bambang Haryo.
Anehnya, peledakan kapal pada masa menteri Susi Pudjiastuti justru dilakukan di pesisir sehingga berpotensi mengganggu pelayaran dan merusak lingkungan. Padahal, Pasal 229 UU Pelayaran jelas menyatakan setiap kapal dilarang melakukan pembuangan limbah, air balas kotoran, sampah serta bahan kimia beracun ke perairan. Sanksinya diatur dalam pasal 325 yaitu pidana penjara 2 tahun dan denda Rp 300 juta.
Sebagai contoh, tutur Bambang Haryo, Kapal MV Viking yang dikandaskan dengan cara dibom pada 14 Maret 2016 di dekat Pantai Pasir Putih Pangandaran, Jawa Barat, pada Juni 2016. Limbah kapal berukuran 1.322 GT itu sempat bocor sehingga mencemari air laut dan pantai di sekitarnya.
Menurut Bambang, pencemaran dari peledakan kapal jelas-jelas melanggar Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Pasal 99 UU itu menyebutkan, setiap orang yang karena kelalaiannya mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambient, baku mutu air laut, atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup dipidana dengan penjara 1-3 tahun dan denda Rp 1 milar hingga Rp 3 miliar.
Bambang Haryo mendukung pandangan Menteri KKP Edhy Prabowo untuk menghentikan peledakan kapal dan mencari cara lain yang berorientasi kepada kesejahteraan nelayan. “Saya yakin Pak Edy tidak akan melanjutkan kebijakan peledakan kapal karena dampak negatifnya lebih besar daripada keuntungan ekonominya,” ujarnya.
Ia mengatakan jika kebijakan itu dilanjutkan, kepercayaan investor dan buyer perikanan Indonesia di luar negeri akan hilang, karena khawatir ikan dari Indonesia tercemar. “Kepercayaan dunia pelayaran juga akan merosot karena mereka khawatir alur pelayaran terganggu akibat banyaknya kapal tenggelam di perairan Indonesia,” kata Bambang Haryo.[]
- Baca Juga: Antara Susi Pudjiastuti dan Edhy Prabowo
- Merespons Perintah Luhut, Susi Tegaskan Penenggelaman Kapal ‘Illegal Fishing’ Diatur UU