Pengalaman Pahit Togap Marpaung Ungkap Korupsi di Bapeten

Pejabat Fungsional Bapeten Togap Marpaung menceritakan pengalamannya pahitanya ungkap kasus korupsi yang berakhir terancamnya kariernya.
Ilustrasi - Kantor Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten). (Foto: Tagar/Dok Bapeten)

Jakarta – Pejabat Fungsional Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten) Togap Marpaung, menceritakan pengalamannya pada tahun 2014, ketika melaporkan tindak pidana korupsi di lembaganya kepada Komisi Pemberantas Korupsi (KPK), tindakannya membuat karirnya dihabisi.

Togap Marpaung kehilangan pekerjaannya dan kini masih memperjuangkan apa yang ia yakini sebagai kebenaran. Tindak pidana korupsi yang ia laporkan ke KPK adalah mark up pengadaan barang dan jasa di Bapeten.

Tepatnya pengadaan alat deteksi nuklir dan laboratorium radiasi dengan nilai kerugian negara diduga lebih dari 3Miliar. Togap mengatakan mengetahui adanya dugaan mark up tersebut pada april 2014. Ia mendapatkan info dugaan korupsi dari tim pemeriksa. Tapi saat itu masih tahap penyelesaian pemeriksaan dari BPK RI.

Pada tahun 2009, Togap Marpaung melihat adanya keganjilan pada perizinan terkait importir pemasukan barang pesawat sinar-x bekas untuk rumah sakit swasta di Samarinda.

”Saat itu saya Kasubdit peraturan, jadi di hulu yang artinya perijinan harus mematuhi persyaratan peraturan. Ada pesawat sinar-x CT scan dari PT General electric saat itu memasukkan barang ke Indonesia karena ada pemesannya, dan itu belom ada peraturannya mengenai larangan pesawat sinar-x bekas boleh masuk ke Indonesia," ujar Togap Marpaung saat diwawancarai Tagar TV, Selasan, 29 Juni 2021.


Ini bukan saya menyombongkan diri tetapi karena audit tim pemeriksa internal Bapeten yang mengatakan jika bukan saya yang melakukan analisis ini kasus ini tidak terungkap dan mereka tidak paham sebenarnya.


Togap MarpaungTogap Marpaung saat diwawancarai Siti Afifiyah di kanal YouTube Tagar TV. (Foto: Tagar/Selfiana)

Togap juga mengatakan setiap barang bekas ada klasifikasinya, untuk alat CT scan jenis pesawat sinar-x yang levelnya paling tinggi, yang mengakibatkan barang tersebut ditahan selama satu bulan.

“Ditahun 2009 barang CT scan ini sudah masuk di Pabean Tanjung Priok, lalu manager tehnik dari alat CT scan tersbeut datang ke Bapeten. Tapi tidak bisa dikeluarkan walaupun ijin alat sudah ada, bapeten harus menerbitkan dulu persetujuan impor sebagai clearance agar barang itu boleh keluar dari Pabean dan pihak bea cukai tidak memberikan karena pihak importir tidak dapat menunjukkan surat persetujuan impor,” ujar Togap. 

Pada tahun 2014, lanjut Togap, ia membuka mark up pengadaan barang di Bapeten, dirinya tidak pernah terfikirkan bahwa dampaknya akan serumit ini sampai dirinya kehilangan pekerjaan akibat melaporkan kasus mark up pengadaan barang di Bapeten. 

“Ada pengadaan barang dan jasa di tahun 2013 bulan Februari hingga april 2014, tim pemeriksa dari BPK RI hadir karena lazim setiap instansi di periksa oleh tim BPK RI. Serta kami dapat informasi bahwa ada masalah di pengadaan barang dan jasa da nada dua surat dari BPK yang tidak mau dijawab oleh pejabat kami di Bapeten,” ucapnya.

Saat itu tim dari BPK, lanjut Togap, mengindikasikan bahwa ada masalah di salah satu pengadaan barang dan masalah di pengadaan jasa di perencanaan gedung dan perencanaan konstruksi. 

Dari tim BPK,  yaitu pengendali teknis menyampaikan dan yakin bahwa sebenarnya ada masalah, namun tidak mendapatkan dokumen tersebut. Togap juga meminta surat PIB (pengadaan improve barang) akan tetapi tidak kunjung diberikan oleh pihak Bapeten. 

“Saya jujur tujuan saya hanya disuruh membantu, artinya kalau ada temuan dilihat, dicek ulang. Saya berbincang dengan kepala Inspektoratnya juga dan saya malah dituding memberikan fitnah, saya juga ada buktinya berupa email,” ujar Togap.

Atas dasar tersebut, ia semakin mencurigai dan menantang pihak Bapeten untuk berani menunjukkan surat PIB tersebut pada BPK, dan ia juga sudah mendapatkan info dan data-data petunjuk. Awalnya kasus ini hanya ingin diselesaikan secara internal, akan tetapi tetap tidak terselesaikan. 

“Kami juga sudah melapor pada pimpinan melalui lisan, pertemuan, melalui email, tetap saja gagal upaya kami. Kemudian tadinya saya berlima dan dua teman saya langsung saja melaporkannya ke KPK,” ujar Togap.

“Kalau saya tidak tekuni kasus ini, sampai sekarang tidak ditemukan kasus mark up di Bapeten. Ini bukan saya menyombongkan diri tetapi karena audit tim pemeriksa internal Bapeten yang mengatakan jika bukan saya yang melakukan analisis ini kasus ini tidak terungkap dan mereka tidak paham sebenarnya," katanya. 

Perkembangan kasusnya saat itu sudah dikembalikan kembali kepada negara namun tidak utuh semua. Yang dikembalikan hanya sekitar 1,1 Miliar, sedangkan perkiraan kerugian negara sekitar Rp 3 Miliar lebih, dan akhirnya penyelidikan diberhentikan.

Akibat kejadian tersebut, kata Togap, kariernya terancam. Ia telah mengikuti empat kali uji kompetensi selama empat tahun untuk kenaikan pangkat dan golongan tetapi tidak diluluskan. 

Togap merasa ini tidak adil karena orang-orang yang terlibat kasus tersebut tetap bekerja seperti biasa seolah tidak terjadi apa-apa. Di zaman Presiden Jokowi pemerintah menerbitkan peraturan pemerintah No.43 tahun 2018 tentang tata cara pelaksanaan peran serta masyarakat dan pemberian penghargaan dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi.

Dengan PP 43/2018 tersebut, masyarakat yang memberikan informasi kepada penegak hukum mengenai dugaan korupsi akan mendapatkan penghargaan dalam bentuk piagam dan premi yang besaranya maksimal Rp 200 juta. 

Pasal 17 ayat (1) PP 43/2018 menyebutkan besaran premi diberikan sebesar dua permil dari jumlah kerugian keuangan negara yang dapat di kembalikan kepada negara.

“Boro-boro dapat Rp 200 juta, malah habis Rp 300 juta. Untuk dapat Rp 200 juta, syaratnya sangat berat dan tidak mungkinlah itu. PP itu hanya pencitraan pemerintah karena tidak mampu terapan,” ujar Togap. 

(Selfiana)

Berita terkait
Togap Marpaung, Nasib Whistleblower Kasus Korupsi
Seorang mantan pejabat fungsional pada Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten) bernama Togap Marpaung mengaku karirnya dijegal
Koalisi Masyarakat Anti Korupsi Minta Jokowi Batalkan TWK
Koalisi Masyarakat Anti Korupsi meminta Presiden Joko Widodo untuk membatalkan TWK pegawai KPK yang diduga sebagai upaya menyingkirkan 75 pegawai.
Pimpinan KPK Minta Kepala Daerah Tak Tergoda untuk Korupsi
Dalam acara pembekalan kepemimpinan pemerintahan Ketua KPK Firli Bahuri ingatkan kepala daerah untuk tidak tergoda melakukan tindak korupsi.
0
Video Jokowi 'Menghadap' Megawati Sangat Tidak Elok Dipertontonkan
Tontonan video Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) yang sedang bertemu dengan Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarno Putri, sangat tidak elok.