Jakarta - paya dari para ahli kesehatan dalam mencegah bahaya dari Covid-19 terus dilakukan barik dari lembaga akademik maupun perusahaan farmasi. Salah satu ilmuwan yang berhasil menemukan formula vaksin virus tersebut adalah Professor Sarah Gilbert.
Namanya agak asing jika dibandingkan dengan pesohor lain. Namun, profesor Universitas Oxford itu baru-baru ini viral lantaran videonya yang menghadiri ajang Wimbledon 2021 dalam pertandingan Novak Djokovic melawan Jack Draper.
Mengatahui keberadaannya, para penonton memberikan standing ovation kepadanya. Bukan hanya karena fakta ia membantu menciptakan vaksin virus corona tapi juga karena rasa kemanusiaannya yang tinggi soal hak paten vaksin.
Ya, Profesor Sarah Catherine Gilbert merupakan seorang ahli vaksinologi dari Jenner Insttute & Nuffield Department of Clinical Medicine, Universitas Oxford. Dalam pengembangan vaksin corona, ia menjadi salah satu formulator vaksin Covid-19 dari Oxford dan AstraZeneca.
Ia lahir dan besar di Northamptonshire, Inggris pada April 1962. Meraih gelar sarjana ilmu biologi dari University of East Anglia.
Ia melanjutkan program doktoralnya dengan mengambil jurusan genetika dan biokimia di University of Hull. Sebelum pengembangan vaksin Corona, Gilbert juga terlibat dalam pengembangan vaksin-vaksin sebelumnya.
Salah satu masterpiece dalam dunia vaksin adalah vaksin malaria dan influenza. Selain itu, ia juga saat ini aktif mengembangkan vaksin Ebola.
Dalam pengembangan vaksin corona, ia mengaku pada awalnya mengetahui bahwa ada empat orang yang menderita pneumonia di China pada malam tahun baru 2020. Tak lama kemudian ia langsung mengembangkan vaksin setelah menerima susunan patogen virus baru yang dikenal sebagai Covid-19.
Pada 30 Desember 2020, vaksin Covid-19 Oxford- AstraZeneca yang ia kembangkan bersama dengan Oxford Vaccine Group telah mendapat persetujuan untuk digunakan di Inggris. Kini, dengan persetujuan darurat Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), AstraZeneca menjadi salah satu vaksin yang paling banyak digunakan di dunia.
Saya tidak ingin mengambil hak paten penuh, agar kita bisa berbagi intelektual.
AstraZeneca memiliki sejumlah keunggulan seperti tidak perlu menyiapkan alat pendingin canggih untuk menyimpan vaksin. Ini membuat banyak negara memesan vaksin tersebut termasuk melalui skema COVAX, yang menjamin keadilan vaksin corona bagi negara menegah ke bawah.
Menurut laporan Lancet, efikasi AstraZeneca mencapai 70% didasarkan atas analisis interim hasil uji klinis tahap tiga di dua negara, yakni Brasil dan Inggris. Diketahui standar efikasi minimal vaksin Covid-19 adalah 50%.
Yang menarik dari kepribadian Gilbert ketika dirinya melepaskan hak paten atas vaksin AstraZenecca untuk digunakan banyak orang untuk Covid-19. Padahal, bisa saja ia meraup keuntungan dari penjualan vaksin.
"Saya tidak ingin mengambil hak paten penuh, agar kita bisa berbagi intelektual. Siapa pun bisa membuat vaksin mereka sendiri demi mengatasi pandemi ini," tuturnya dikutip Reuters.
Kebaikan hati Gilbert kini berbuah manis. Tahun ini, ia mendapatkan gelar kebangsawanan Dame Commander of the Most Excellent Order of the British Empire (DBE) dari Kerajaan Inggris, atas jasanya pada ilmu pengetahuan dan kesehatan masyarakat.
Tidak cuma itu saja, dirinya juga dianugerahi Penghargaan Putri Asturias untuk kategori penelitian ilmiah. []
Baca juga
- Unair Surabaya Klaim Temukan Vaksin Tangkal Covid-19
- Medali Tertinggi Jerman Untuk Penemu Vaksin BioNTech