Peneliti LIPI: Balas Dendam Ahok Hanya Narasi PA 212 Menyulut Emosi Muslim Sumbu Pendek

Wasisto sendiri menyayangkan tindakan PA 212 yang selalu membawa-bawa nama Islam dan ulama tapi tidak menjadi sosok pemaaf
Mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (BTP) yang akrab disapa Ahok mengenakan jaket merah saat menyambangi Sekretariat Dewan Pimpinan Daerah Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Provinsi Bali di Denpasar, Jumat sore (8/2/2019) sore. (Foto: Antara/Ni Luh Rhismawati)

Jakarta, (Tagar 11/2/2019) - Peneliti politik di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Wasisto Raharjo Jati mengatakan kekhawatiran Juru Bicara Persaudaraan Alumni (PA) 212 Novel Bamukmin yang mengganggap Basuki Tjahaja Purnama (BTP) atau Ahok akan balas dendam melalui PDI Perjuangan hanyalah dalih untuk menyulut lagi emosi kalangan muslim sumbu pendek untuk membuat gerakan aksi bela Islam dan ulama selanjutnya.

Menurut Wasisto, tidak menutup kemungkinan juga bahwa narasi kekhawatiran balas dendam yang dibangun, dibuat untuk mengambil suara pemilih muslim. Sehingga ketika emosi kalangan muslim tersulut, ada alasan untuk melakukan aksi semaunya.

“Saya pikir arahnya juga nanti ke sana. Dalih itu untuk menyulut lagi emosi kalangan muslim sumbu pendek untuk membuat gerakan aksi bela Islam dan ulama selanjutnya. Dikarenakan kalau tanpa ada dalih dan narasi yang kuat, mereka juga tidak bisa beraksi semaunya,” tandasnya.

Ia mengatakan balas dendam Ahok hanyalah alasan yang dijadikan dalih politik PA 212 untuk memicu aksi lanjutan PA 212. “Alasan balas dendam itu sebenarnya dalih politik saja yang mengesankan bahwa PA 212 akan terdzalimi lagi sehingga memicu seri aksi bela Islam selanjutnya dengan narasi 'balas dendam sang penista agama',” bebernya.

“Ini sangat lucu sekali, namanya ulama kok malah jadi tukang cari masalah dan bukan juru damai,” tambah Wasisto saat dihubungi Tagar News, Senin (11/2).

“Saya pikir kecurigaan itu tidak mendasar sama sekali. Artinya PA 212 ini tidak mengenal adanya islah (damai) dan rekonsiliasi pasca selesainya masa hukuman BTP,” tambahnya.

Wasisto sendiri menyayangkan tindakan PA 212 yang selalu membawa-bawa nama Islam dan ulama tapi tidak menjadi sosok pemaaf. “Hal itu amat disayangkan mengingat PA 212 membawa-bawa nama Islam dan ulama tapi tidak berusaha untuk menjadi pemaaf,” ujarnya. []

Berita terkait