Penambang Pasir di Kali Kuning Sleman Masa Pandemi

Mboten kuatir, kula kaliyan rencang penambang liyane kan jarake langkung sedoso meter. Kisah penambang pasir di Kali Kuning Sleman masa pandemi.
Wisatawan lokal sedang menikmati keindahan alam di Kali Kuning, Sleman, Yogyakarta, Selasa, 2 Juni 2020. (Foto: Tagar/Kurniawan Eka Mulyana)

Sleman - Matahari baru saja muncul pagi itu, Selasa, 2 Juni 2020. Pantulan cahayanya berkilauan pada permukaan air Kali Kuning atau Sungai Kuning, yang mengalir dari kaki Gunung Merapi di sebelah utara. Hawa dingin khas dataran tinggi masih cukup menusuk menembus jaket yang cukup tebal.

Jarum jam belum menunjukkan pukul 07.00 WIB, tapi beberapa penambang pasir tradisional sudah mulai beraktivitas di situ, di sela gemericik air Kali Kuning. Rimbun pepohonan di sekitar tampat itu terlihat seperti benteng berwarna hijau. Sementara, sebagian tubuh Gunung Merapi laksana menara penjaga.

Rerumputan di tepi sungai masih basah oleh sisa-sisa embun. Sebagian tampak kotor bercampur tanah, bekas terinjak alas kaki.

Di sebelah selatan para penambang pasir, jembatan berusia cukup tua berdiri kokoh, menyangga badan jalan yang dilalui berbagai kendaraan. Mulai dari sepeda angin hingga truk-truk berukuran cukup besar. Truk-truk itu mengangkut pasir dan batu hasil tambang.

Di sekitar para penambang, tergeletak peralatan yang biasa mereka gunakan, seperti linggis, serok, serta alat semacam cangkul kecil. Selain peralatan itu, sebagian dari mereka juga menyiapkan gerobak pengangkut.

Satu unit mobil pikap berukuran kecil terparkir beberapa belas meter dari salah satu penambang. Mobil itulah yang digunakan untuk mengangkut pasir.

Mboten kuatir (tidak khawatir), Mas. Kula kaliyan rencang penambang liyane kan jarake langkung sedoso meter (saya dan penambang lain kan jaraknya lebih dari sepuluh meter.

Wisata Kali KuningTruk melintas di jembatan Kali Kuning, Kabupaten Sleman, tidak jauh dari lokasi dua penambang pasir yabg sedang bekerja, Selasa, 2 Juni 2020. (Foto: Tagar/Kurniawan Eka Mulyana)

Penambang satu dengan lainnya berjarak minimal 10 meter. Masing-masing sibuk dengan lahan garapannya. Ada yang menggali pasir menggunakan linggis, ada yang mengeruk dengan serok, ada juga yang mengangkat bebatuan.

Linggis yang digunakan oleh seorang penambang, Dono, 63 tahun, sesekali beradu dengan bebatuan saat dihujamkan. Suara benturannya berpadu dengan gemericik air.

Selain di Kali Kuning, setidaknya ada dua lokasi penambangan pasir dan batu lain di sekitar tempat itu, yakni di Kali Gendol dan Kali Boyong. Dono lebih memilih untuk menambang di Kali Kuning, sebab lokasi itu cenderung lebih aman, bahkan saat musim hujan tiba.

Menurut Dono, debit air Kali Kuning tidak pernah meluap atau banjir. Berbeda dengan lokasi di aliran Kali Boyong dan Kali Gendol, yang sudah beberapa kali banjir dan memakan korban jiwa.

Alasan lain dia memilih menambang di Kali Kuning adalah jaraknya yang tidak jauh dari rumah. "Menawi wonten mriki kan mboten tebih (kalau di sini kan tidak jauh)," ucapnya.

Dalam sehari, Dono bisa menambang pasir antara satu hingga satu setengah bak mobil pikap, atau sekitar 1,4 hingga dua kubik. Menurutnya, dia bisa saja menambang pasir dengan jumlah lebih banyak. Tapi, Dono tidak mau terlalu memaksakan diri.

"Kula mboten ngoyo, nggih sak kuatipun kemawon (saya tidak memaksakan diri, ya sekuatnya saja). Nggih alhamdulillah, sing penting saged kagem penghasilan samben dinten (ya alhamdulillah, yang penting bisa untuk penghasilan sehari-hari)," tuturnya.

Wisata Kali KuningSatu unit mobil jip melintas di Kali Kuning, Kabupaten Sleman, Selasa, 2 Juni 2020. Selama pandemi Covid-19, jip wisata di daerah itu tidak beroperasi. (Foto: Tagar/Kurniawan Eka Mulyana)

Tak Terpengaruh Pandemi

Sambil terus bekerja, Dono mengisahkan kegiatan sehari-harinya. Kata Dono, pandemi Covid-19 tidak banyak berpengaruh terhadap penghasilannya. Dia dan rekan-rekannya masih terus menambang, sebab toko-toko bahan bangunan masih bersedia menampung pasir hasil tambang mereka.

"Corona mboten ngaruh (tidak berpengaruh). Soale kan toko-toko bahan bangunan nggih tetep nompo pasir (sebab toko-toko bahan bangunan masjh tetap menerima pasir). Saben dinten mobil-mobile nggih mriki (setiap hari mobil pengangkut pasir ke sini)," kata dia.

Dono juga mengaku tidak terlalu khawatir dengan adanya pandemi Covid-19, karena dia dan rekan-rekan sesama penambang jarang berinteraksi dengan banyak orang. Terlebih dalam bekerja mereka juga menjaga jarak, bahkan lebih jauh daripada imbauan pemerintah.

Selain itu, pekerjaan mereka sebagai penambang membuatnya setiap hari secara otomatis berjemur di bawah matahari pagi.

"Mboten kuatir (tidak khawatir), Mas. Kula kaliyan rencang penambang liyane kan jarake langkung sedoso meter (saya dan penambang lain kan jaraknya lebih dari sepuluh meter)," kata Dono.

Selain menaati imbauan pemerintah tentang jaga jarak dan melaksanakan protokol kesehatan, Dono mencoba menanggapi pandemi dengan tidak khawatir berlebihan. Hal itu menurutnya, untuk menjaga imunitas tubuh, dibarengi dengan tetap bersikap waspada.

Kula mboten ngoyo, nggih sak kuatipun kemawon (saya tidak memaksakan diri, ya sekuatnya saja). Nggih alhamdulillah, sing penting saged kagem penghasilan samben dinten (ya alhamdulillah, yang penting bisa untuk penghasilan sehari-hari).

Wisata Kali KuningSeorang penambang mengangkat bebatuan dari Kali Kuning menggunakan serok, Selasa, 2 Juni 2020. (Foto: Tagar/Kurniawan Eka Mulyana)

Wisatawan Tetap Datang

Selain para penambang yang bermandi peluh di tengah Kali Kuning, beberapa orang lainnya terlihat duduk di atas bebatuan sebelah utara, di tempat yang lebih kering. Mereka adalah para wisatawan lokal, yang datang bersama keluarga.

Meski beberapa objek wisata di sekitar lokasi itu masih ditutup akibat pandemi, para wisatawan lokal tidak kehilangan akal untuk sekadar menikmati keindahan alam bersama keluarga.

Kata seorang penambang, dalam sehari masih ada puluhan mobil wisatawan yang datang ke tempat itu. Biasanya mereka datang bersama keluarga untuk mengambil gambar, meski ada juga yang tinggal lebih lama sambil menghabiskan bekal yang dibawa.

"Jip wisata memang sudah libur sejak awal corona, tapi wisatawan tetap datang pakai mobil pribadi. Sehari bisa sampai puluhan atau seratusan. Ya cuma foto-foto atau gelar tikar di sekitar sini," ucapnya.

Sebelum pandemi, para wisatawan biasanya menyewa jip wisata yang jumlahnya ratusan. Sungai tempat penambangan pasir yang juga digunakan sebagai jalur wisata offroad itu pun penuh dengan wisatawan.

Wisata Kali KuningGunung Merapi terlihat dari lokasi penambangan pasir di Kali Kuning, Kabupaten Sleman, Selasa, 2 Juni 2020. (Foto: Tagar/Kurniawan Eka Mulyana)

Sebagian wisatawan tak jarang melanjutkan perjalanannya menuju Bunker Kaliadem, atau melihat-lihat sisa erupsi Gunung Merapi di museum maupun di bekas petilasan Mbah Marijan.

Namun, saat itu sangat jarang ditemui wisatawan yang datang menggunakan mobil pribadi dan duduk-duduk di Kali Kuning, sebab hampir seluruh pengunjung lebih menyukai berteriak di atas mobil di jalur offroad.

Seorang wisatawan yang datang bersama keluarganya, Joko, 46 tahun, mengatakan dia dan keluarga sengaja berkunjung ke Kali Kuning untuk menikmati udara segar dan melepas penat. Di tempat itu dia bersama istri dan dua anaknya bisa sedikit lebih bebas bermain tanpa khawatir pandemi.

Terlebih selama pandemi Covid-19, kedua anaknya harus belajar dari rumah. Hal itu membuat mereka jenuh dan kurang melakukan aktivitas fisik.

"Kalau sepagi ini kan masih sepi sekali, Mas. Aku sengaja bawa anak-anak. Kasihan mereka dua bulan harus di rumah terus. Kalau di sini kan lebih segar," ucapnya sambil menikmati bekal yang dibawa.

Selama ini, sebelum pandemi Covid-19, dia dan keluarga lebih sering berwisata di mal atau tempat wisata dalam kota Yogyakarta, atau jika musim libur sekolah, mereka berwisata ke kota lain di luar Yogyakarta. Kalaupun berwisata di sekitar Kaliurang, mereka tidak pernah mengunjungi Kali Kuning.

Selain berwisata, Joko mengaku dirinya memiliki tujuan lain, yakni menanamkan rasa cinta terhadap alam pada anak-anaknya. Juga mengajarkan pada mereka tentang kehidupan. "Kebetulan anak aku sedikit manja. Nah, di sini dia bisa lihat bagaimana orang harus bekerja untuk mendapatkan penghasilan." []

Baca cerita lain:

Berita terkait
Lebaran Online Warga Bantaeng dan Keluarga Indonesia
Lebaran online keluarga Mohtarom di Tulungagung Jawa Timur, dan keluarga Muhammad Siddiq di Bantaeng Sulawesi Selatan. Idul Fitri 2020 tanpa mudik.
Tangisan Anak di Makam Saat Lebaran di Aceh Barat Daya
Selesai salat Id di sebuah desa di Aceh Barat Daya, Rizaldi berjalan cepat menuju makam ayahnya. Ia curhat sambil menangis di pusara ayah.
Salaman Lebaran di Tengah Pandemi Covid-19
Idul Fitri 2020 terasa aneh, ganjil, di tengah pandemi Covid-19. Ancaman virus mematikan seketika melenyapkan budaya salaman pada hari Lebaran.
0
Harga Emas Antam di Pegadaian, Kamis 23 Juni 2022
Harga emas Antam hari ini di Pegadaian, Kamis, 23 Juni 2022, untuk ukuran 1 gram mencapai Rp 1.028.000. Simak ulasannya berikut ini.