Pemerintah-DPR Sepakat Revisi UU Kedokteran, Sutan: Proses Legislasi Harus By Evidence Bukan By Accident

Wakil Ketua DPD Sultan B Najamudin mengaku prihatin dengan proses pembentukan perundang-undangan pemerintah dan DPR yang cenderung subjektif.
Wakil ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD RI) Sultan B Najamudin. (Foto: Tagar/DPD RI

TAGAR.id, Jakarta - Wakil ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD RI) Sultan B Najamudin mengaku prihatin dengan proses pembentukan perundang-undangan pemerintah dan DPR yang cenderung subjektif dan tidak aspiratif hanya untuk memenuhi kepentingan politik tertentu.

Hal ini disampaikan mantan Wakil Gubernur Bengkulu itu untuk merespon rencana pemerintah dan DPR yang berniat merevisi UU Kedokteran dan sebelumnya telah melakukan proses revisi UU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (PPP).


Jangan sampai, proses sebuah kebijakan yang dinilai cacat formil dan melanggar hukum, kemudian memaksa kita untuk merevisi aturan hukum rujukannya.


"Kita ketahui bahwa pelibatan masyarakat dalam proses legislasi adalah mutlak. Karena setiap produk UU merupakan jawaban atas persoalan dan pemenuhan kebutuhan hukum terhadap kepentingan masyarakat, bukan ujug-ujug disusun dan direvisi sesuai kebutuhan apalagi kepentingan elit tertentu, sehingga basisnya harus by evidence bukan by accident," ujar Sultan melalui keterangan resminya pada Jumat, 29 April 2022. 

Menurutnya, DPR dan pemerintah tidak boleh sepihak dan subjektif dalam memutuskan untuk mengubah materi UU tertentu demi hanya ingin meloloskan RUU yang memiliki kecacatan formal dalam proses pembentukannya. 

Apalagi sampai merevisi UU karena hanya mengakomodir kepentingan pihak tertentu, seperti terjadi pada UU PPP dan UU praktek Kedokteran.

"Kami ingin mengatakan bahwa semua aturan perundang-undangan pada prinsipnya bertujuan untuk membatasi kecenderungan dan ego kita semua sebagai warga negara dalam menjaga kondusifitas sosial politik dalam kehidupan berbangsa yang harus dijalankan secara konsekuen. Jika tidak, maka akan terjadi kekacauan hukum yang cepat atau lambat akan menimbulkan polarisasi sosial politik dalam masyarakat," tegasnya.

Dalam kasus konflik IDI dan Terawan misalnya, kata Sultan, Pemerintah Sebaiknya melalukan rekonsiliasi bukan justru melakukan pembelahan terhadap organisasi profesi yang merupakan amanah UU praktek Kedokteran itu. 

"Jangan sampai, proses sebuah kebijakan yang dinilai cacat formil dan melanggar hukum, kemudian memaksa kita untuk merevisi aturan hukum rujukannya," kata Sultan.

"Masyarakat jangan diajarkan untuk melanggar hukum, bahkan setelah divonis bersalah, aturan hukumnya yang diubah seenaknya. Ini tentu akan menjadi preseden yang buruk bagi masyarakat dari para pembuat aturan hukum dan perundang-undangan," ujar Sultan. []

Berita terkait
Wakil Ketua DPD RI Tanggapi Aturan Standar Pengeras Suara Masjid
Ketua DPD RI Sultan B Najamudin menanggapi surat edaran yang mengatur tentang standar volume pengeras suara masjid dan musholla.
Wakil Ketua DPD RI Minta JHT Bisa Dijadikan Agunan Pembiayaan Bank
Wakil Ketua DPD RI Najamudin meminta agar kartu Jaminan Hari Tua (JHT) dapat dimanfaatkan sebagai jaminan atau agunan pembiayaan pekerja.
Ketua DPD RI Bahas PT Nol Persen dengan Perwakilan Raja dan Sultan Nusantara
Ketua DPD RI, AA La Nyalla Mahmud Mattalitti, terus menyosialisasikan Presidential Threshold nol persen.
0
Hasil Pertemuan AHY dan Surya Paloh di Nasdem Tower
AHY atau Agus Harimurti Yudhoyono mengaku sudah tiga kali ke Nasdem Tower kantor Surya Paloh. Kesepakatan apa dicapai di pertemuan ketiga mereka.