Pemerintah Tak Bisa Cabut Kewarganegaraan WNI Eks ISIS

Apakah pemerintah bisa cabut status kewarganegaraan WNI eks kombatan ISIS? Pengamat Keamanan Timur Tengah Alto Luger menjawabnya.
Ilustrasi ISIS (Ist)

Jakarta - Pengamat Keamanan Timur Tengah Alto Luger menanggapi maraknya petisi tolak wacana pemulangan ratusan Warga Negara Indonesia (WNI) eks kombatan ISIS dari wilayah konflik Suriah dan Irak. Petisi berisi tuntutan agar pemerintah mencabut hak kewarganegaraan dari eks simpatisan ISIS tersebut.

Menurut Alto, pencabutan kewarganegaraan terhadap WNI eks kombatan ISIS itu tidak serta merta bisa dilakukan pemerintah lantaran terbentur sejumlah regulasi.

Regulasi yang dimaksud antara lain Pasal 23 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia yang menyebut seorang WNI bisa kehilangan status kewarganegaraannya jika masuk dalam dinas tentara asing tanpa izin presiden, atau mengangkat sumpah atau menyatakan janji setia kepada negara asing atau bagian dari negara asing tersebut.

Konteks penyebutan 'negara' dalam pasal 23 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006, menurut Alto adalah negara dalam artian kehidupan hubungan internasional.

"ISIS itu tidak pernah diakui dunia internasional sebagai negara, walau pun menggunakan nama Islamic State (Negara Islam). Dia adalah, non state actors. ISIS sendiri pun tidak menggunakan nama ISIS. Diri mereka memakai nama Daulah al Islamiyah," kata Alto kepada Tagar, Rabu 26 Juni 2019.

"Jadi dia itu bukanlah negara. Bahwa dia mengakui dirinya sebagai negara itu terserah dia, tapi dalam konteks bernegara, mereka bukan negara. Sehingga seorang kombatan yang ikut di dalam ISIS itu tidak dapat dikatakan telah ikut dinas ketentaraan negara lain," ujar dia.

Petisi ISISSebanyak 13 ribu warganet lebih menandatangani petisi penolakan kembalinya WNI pendukung ISIS. (Foto: Change.org)

Konteks bakal menjadi berbeda, kata Alto, apabila WNI menjadi anggota tentara dari negara-negara yang telah diakui dunia internasional, misalnya marinir Amerika Serikat, Australia, Arab Saudi dan sebagainya.

Belum hilangnya status WNI dari para eks kombatan ISIS di Suriah, Irak maupun Turki, membuat pemerintah berkewajiban memberikan perlindungan atau konsuler.  Sekalipun mereka pergi atas kemauan sendiri.

Sementara regulasi kedua adalah kesepakatan konvensi terkait status kewarganegaraan seseorang, yang telah diratifikasi oleh Indonesia di Komisioner Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk Pengungsi (UNHCR).

Dalam kesepakatan konvensi tersebut, antara lain disebut Alto adalah pelarangan untuk membuat orang menjadi tidak berkewarganegaraan ataupun stateless.

"Indonesia tidak bisa mencabut kewarganegaraan seorang WNI dan membuatnya menjadi tidak berkewarganegaraan. Jadi memang agak susah bagi pemerintah untuk mencabut kewarganegaraan orang tersebut," ujar Alto.

Diwartakan sebelumnya, wacana pemulangan ratusan WNI eks kombatan dan pendukung ISIS dari wilayah konflik Suriah dan Irak, menuai sejumlah penolakan. Salah satunya adalah melalui petisi di situs change.org, yang telah ditandatangani lebih dari 13 ribu warganet dalam waktu kurang dari tujuh hari.

Staf Kepresidenan Moeldoko mengatakan belum ada rumusan baru terkait pemulangan orang Indonesia yang sempat bergabung dengan ISIS. Menurutnya, pemulangan tidak bisa ditangani secara parsial, sehingga perlu adanya pendampingan.

"Harus dirapatkan pasti dari berbagai sisi. Dari sisi Kemenko Polhukam, dari sisi Ketenagakerjaan, dari sisi Kementerian Sosial dan seterusnya. Belum dirumuskan," kata Moeldoko kepada wartawan, di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin 24 Juni 2019.

"Ya kita khawatirnya kan parsial, nggak bisa ditangani secara parsial jadi harus ada pendampingan, pemantauan, jadi nggak segampang 'plek'," kata dia.

Diketahui, hingga akhir 2018 terdapat sekitar 700 eks simpatisan ISIS asal Indonesia. Selain kaum pria yang ikut bertempur sebagai pejuang dan kombatan di kawasan konflik Suriah dan Irak, terdapat pula perempuan dan wanita yang kini meminta kapada Pemerintah Republik Indonesia untuk dipulangkan.

Baca juga:

Berita terkait