Pembunuhan Sadis, Sosiolog: Sakit Hati dan Dendam Sudah Menumpuk

Sebenarnya motif pembunuhan itu tidak ada yang tunggal. Biasanya sampai ada keputusan menghabisi nyawa seseorang.
Sebenarnya motif pembunuhan itu tidak ada yang tunggal. Biasanya sampai ada keputusan menghabisi nyawa seseorang.

Jakarta, (Tagar 23/11/2018) - Banyak terjadi pembunuhan tragis dan mengenaskan belakangan ini. Masyarakat pasti ikut mempertanyakan motif pelaku pembunuhan melakukan aksi sadis.

Sosiolog Universitas Indonesia (UI) Kastorius Sinaga mengatakan, pelaku yang dengan tega melakukan pembunuhan sadis, disebabkan karena rasa sakit hati dan dendam yang sudah menumpuk di dalam hati.

"Sebenarnya motif pembunuhan itu tidak ada yang tunggal. Biasanya, sampai ada keputusan menghabisi nyawa seseorang itu akibat dari penumpukan rasa dendam dan sakit hati," kata Kastorius Sinaga saat dihubungi Tagar News, Kamis (22/11).

Pelaku yang dengan sangat sadis menghabisi nyawa korban, karena psikologis pelaku sudah terganggu.

"Prinsipnya sudah bisa kita kategorikan pelaku tersebut menyimpan suatu penyakit psikologis atau patologis yang akut. Pembunuhan sadis sangat dipengaruhi keadaan psikologis dari pelaku," ujar dia.

Kastorius menambahkan, pembunuhan bisa terjadi karena adanya konflik yang tidak bisa diselesaikan dengan damai. Sehingga, dendam yang membara tidak bisa dikendalikan oleh si pelaku.

"Dendam ini muncul dari adanya relasi antara korban dan pelaku. Sebenarnya ini menandakan secara sosiologis masyarakat kita sangat banyak menyimpan bara api atau konflik yang akhirnya tidak bisa diselesaikan dengan damai dan akhirnya berujung pada pembunuhan," ucap dia.

Menurut dia, pembunuhan yang dilakukan secara sadis dan tragis tersebut, pastinya pelaku adalah orang terdekat atau kerabat dari si pelaku itu.

"Pembunuhan sadis itu pasti memang secara kriminologi, pelaku itu tidak akan jauh dari korban dalam pengertian entah itu ada hubungan keluarga, bisnis,  ataupun pertemanan, dan sebagainya. Artinya satu sama lain pasti sudah saling kenal dan mempunyai interaksi," ujarnya.

Melihat fenomena pembunuhan sadis belakangan ini, lanjut dia, upaya pencegahan yang bersifat holistik harus dilakukan di dalam kehidupan bermasyarakat.

"Itu satu cermin yang bisa kita petik sebagai pelajaran kedepan mungkin perlu adanya pencegahan yang bersifat holistik. Artinya mengembangkan lingkungan yang baik di keluarga ataupun masyarakat yang lebih damai dan kita membiasakan tradisi-tradisi penyelesaian konflik yang damai dan sebagainya," ungkap dia.

Disamping itu, Kastorius berharap kepolisian menerapkan kembali sistem babinkamnas atau pembinaan keamanan masyarakat secara proaktif.

"Polisi harus mengaktifkan kembali secara proaktif sistem babinkamnas (pembinaan keamanan masyarakat) untuk tindakan-tindakan preventif. Caranya bagaimana, caranya adalah patroli door to door kepada masyarakat, melihat dan memahami potensi-potensi yang bisa menggiring anggota masyarakat terhadap tindak kekerasan dan bila itu dideteksi, maka secepatnya harus ditangkal," tuturnya.

Terhadap pelaku pembunuhan, pelaku secara individual dapat melakukan konsultasi psikologi. Bahkan untuk melakukan pencegahan pembunuhan di lingkungan masyarakat, perlunya kerja sama antara pemerintah, masyarakat, tokoh agama, dan berbagai elemen masyarakat.

"Terapi yang bersifat individual terhadap pelaku pembunuhan bisa melalui konsultasi psikologi. Untuk pencegahan pembunuhan yang terjadi di lingkungan bersama-sama dengan pemerintah, masyarakat, tokoh agama, dan berbagai elemen masyarakat. Sehingga mampu mengembangkan suatu kehidupan masyarakat baik di tingkat keluarga, RT, RW, hingga tingkat kehidupan sosial agar tercipta kenyamanan dan keamanan," paparnya.

Sebelumnya warga Bekasi digegerkan penemuan satu keluarga tewas dibunuh. Korban ditemukan di kediamannya Jalan Bojong Nangka 2 RT 002/07 Kelurahan Jatirahayu Kecamatan Pondok Melati Kota Bekasi pada Selasa (13/11).

Diperum Nainggolan (38) dan Maya Ambarita (37) beserta dua anaknya Sarah (9), dan Arya (7) ditemukan tewas dibunuh. Diperum dan istrinya ditemukan di ruang keluarga bagian tengah, keduanya mengalami luka senjata tajam di leher dan luka benda tumpul. Adapun anaknya ditemukan tak bernyawa di kamar, diduga dibekap.

Para korban di bunuh oleh HS, yang merupakan sepupu dari Maya Ambarita. Tersangka tersebut melakukan pembunuhan dengan menggunakan linggis.

Saksi pertama kali yang melihat adalah Feby Lofa, penghuni rumah kontrakan di belakang tempat tinggal korban. Feby memberanikan diri melongok ke dalam rumah melalui jendela setelah curiga karena sudah siang, tapi penghuni rumah tak terlihat beraktivitas.

Kecurigaan Feby sudah sejak pukul 03.00, sebab perempuan berusia 35 tahun ini sempat melihat bahwa gerbang komplek rumah kontrakan masih terbuka, sedangkan ia mendengar suara televisi masih menyala. Feby sempat memanggil dan menelepon, tapi tak mendapatkan respon. Feby kembali masih ke dalam rumahnya. []

Berita terkait