Pelatihan Bela Negara, PKS: Pemaksaan Langgar HAM

PKS mengatakan, program bela negara di lingkungan perguruan tinggi memang diperlukan, namun tidak berbentuk pendidikan militer.
Anggota Komisi 1 DPR RI dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Sukamta. (Foto: Tagar/Fernandho Pasaribu)

Jakarta - Anggota Komisi I DPR, Sukamta menyinggung rencana pemerintah melalui Kementerian Pertahanan (Kemenhan) di bawah kepemimpinan Prabowo Subianto yang hendak menerapkan pendidikan militer kepada mahasiswa.

Kementan juga direncanakan akan bekerja sama dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) untuk merekrut mahasiswa agar terlibat dalam latihan militer melalui program bela negara.

Tapi juga bukan berbentuk pendidikan militer karena bukan dilakukan dalam rangka mencetak para kombatan

Sukamta mengatakan, konstitusi mengamanatkan bahwa bela negara merupakan hak dan kewajiban bagi setiap warga negara. Menurutnya, hal itu bisa dilakukan dalam bentuk pendidikan kewarganegaraan, pelatihan dasar militer sebagai calon komponen cadangan, dan pengabdian sebagai anggota TNI atau pengabdian sesuai profesi.

"Negara memfasilitasi warganya yang ingin turut serta dalam usaha pembelaan negara. Pendidikan kewarganegaraan ini berbentuk Pendidikan Kesadaran Bela Negara (PKBN) yang dapat dilakukan dalam lingkup dunia pendidikan, masyarakat dan dunia pekerjaan," katanya kepada Tagar, Selasa, 18 Agustus 2020.

Dia menjelaskan, dalam konteks ini penyelenggaraan program bela negara di lingkungan perguruan tinggi memang diperlukan, namun tidak berbentuk pendidikan militer.

"Karena pendidikan militer itu hanya wajib bagi warga yang lulus seleksi awal komponen cadangan. Untuk mendaftar menjadi komponen cadangan sendiri sifatnya sukarela. Pemaksaan di sini bisa berpotensi melanggar Hak Asasi Manusia (HAM)," ujarnya.

Wakil Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Bidang Polhukam ini menuturkan, dalam UU RI Nomor 23 tahun 2019 tentang Pengelolaan Sumber Daya Nasional untuk Pertahanan Negara (PSDN) diatur soal komponen pendukung dan komponen cadangan.

Dia menambahkan, pada pasal 17 disebutkan bahwa komponen pendukung itu bersifat sukarela. Demikian juga pasal pasal 28, diatur bahwa komponen cadangan juga bersifat sukarela.

"Artinya, tidak ada wajib militer di sini. Bagi perguruan tinggi dipersilakan untuk menyelenggarakan PKBN atau tidak. Jika kampus ingin menyelenggarakan, bisa misalnya dengan menghidupkan kembali mata kuliah Pendidikan kewarganegaraan dengan modifikasi program sedemikian rupa," ucapnya.

"Tidak hanya teori tatap muka di kelas, bisa dikombinasi dengan pendidikan outdoor misalnya, tapi juga bukan berbentuk pendidikan militer karena bukan dilakukan dalam rangka mencetak para kombatan," kata Sukamta menambahkan.

Doktor lulusan Manchester Inggris ini menjelaskan, persoalan bagi negara saat ini tidak hanya ancaman militer. Dia berpandangan, masalah ekonomi, ideologi, wabah penyakit, dan siber pun dapat mengganggu stabilitas negara.

Sukamta menegaskan, program bela negara tidak selalu dilakukan untuk mencetak para kombatan atau petempur, tapi juga untuk mencetak generasi bangsa yang tangguh yang siap bela negara dengan bidang keahliannya masing-masing.

"Yang penting di sini tujuan kita adalah menumbuhkan kesadaran mahasiswa untuk hidup berbangsa dan bernegara serta menanamkan nilai-nilai dasar bela negara yang meliputi cinta tanah air, sadar berbangsa dan bernegara, setia pada Pancasila sebagai ideologi negara, rela berkorban untuk bangsa dan negara serta kemampuan awal Bela Negara," ucapnya.

Lantas, dia berharap generasi muda penerus bangsa yang tangguh dan siap membela negara dalam berbagai bidang dan spektrum yang luas akan terbentuk.

"Entah berkorelasi langsung atau tidak, semoga program bela negara ini bisa menyumbang peningkatan kualitas HDI (indeks pembangunan manusia) bangsa Indonesia sehingga kita menjadi bangsa yang semakin kuat dan mandiri," kata Sukamta.[]

Berita terkait
Jokowi Siapkan Dana Sektor Kesehatan dan Pendidikan
Presiden Joko Widodo atau Jokowi menyiapkan belanja negara dalam RAPBN tahun 2021 yang direncanakan mencapai Rp 2.747,5 triliun.
KAMI Kebelet Kekuasaan, PSI Tantang Tarung di Pemilu
Juru bicara Dewan Pimpinan Pusat PSI Nanang Priyo Utomo merespons deklarasi KAMI yang kebelet kekuasaan dia tantang di Pemilu 2024.
HUT ke-75 RI, Ferdinand: Kedewasaan Menerima Pancasila
Makna kemerdekaan di HUT ke-75 RI bagi Ferdinand Hutahaean adalah kedewasaan dalam menerima Pancasila sebagai ideologi bangsa.
0
Hasil Pertemuan AHY dan Surya Paloh di Nasdem Tower
AHY atau Agus Harimurti Yudhoyono mengaku sudah tiga kali ke Nasdem Tower kantor Surya Paloh. Kesepakatan apa dicapai di pertemuan ketiga mereka.