Usul Agar Ada Ancaman Pidana Bagi yang Memaksa Perempuan Melakukan Aborsi di KUHP

Badan Legislasi (Baleg) DPR RI meminta masukan dari masyarakat terkait 12 pasal dalam RKUHP yang jadi sorotan publik, ini tentang pasal aborsi
Ilustrasi (Sumber: vice.com)

Oleh: Syaiful W. Harahap*

Catatan: Pemberitaan media massa dan media online terkait dengan penggerebekan praktek aborsi ilegal di Kemayoran, Jakarta Pusat, 28 Juni 2023, tidak memakai perspektif gender sehingga perempuan yang melakukan aborsi jadi korban kekerasan media dengan mengabaikan peran pihak-pihak lain, terutama laki-laki, yang membuat perempuan melakukan aborsi. Ini usul untuk RKUP, apakah usul ini ada di KUHP (yang baru)? Redaksi.

TAGAR.id - Salah satu dari 12 pasal yang jadi sorotan publik dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) adalah pasal aborsi yaitu di Pasal 470, 471 dan 472. Dalam KUHP yang berlaku saat ini juga ada pasal tentang aborsi. UU Kesehatan dan Fatwa MUI sudah mengatur soal penghentian kehamilan atau aborsi sehingga aborsi bukan ranah pidana. Banyak aborsi dilakukan perempuan karena dipaksa.

Dengan pasal-pasal aborsi di RKUHP terjadi kriminalisasi terhadap perempuan yang menyelamatkan nyawanya karena kondisi medis yang terkait dengan kehamilan.

Selama ini dikesankan bahwa aborsi dilakukan oleh gadis-gadis remaja karena ‘kecelakaan’ yang dalam perspektif kesehatan reproduksi disebut sebagai kehamilan yang tidak diinginkan (KTD). Penelitian Yayasan Kesehatan Perempuan (YKP) Jakarta pada tahun 2003 di sembilan kota besar di Indonesia (Medan, Batam, Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Surabaya, Denpasar, Mataram, dan Makassar) dengan responden 1.446 menunjukkan hasil yang jauh berbeda dengan anggapan yang ada di masyarakat. Penelitian ini dilakukan secara resmi dengan memenuhi perizinan sehingga responden tidak berhadapan dengan hukum.

Aborsi atau penghentian kehamilan jadi perhatian karena selalu dikaitkan dengan remaja yang mengalami KTD. Tentu saja ini hanya asumsi yang tak berdasar karena hasil penelitian YKP Jakarta menunjukkan perempuan yang melakukan aborsi 48% justru ibu rumah tangga yang terikat dalam perkawinan. Alasannya gagal KB 45-89,2%. Selanjutnya karyawan/pegawai 43%, kemudian pelajar 7% dan lain-lain 2% (Lihat Tabel).

Ilus2 AborsiDok Pribadi

Dalam RKUHP pasal tentang aborsi diatur di Pasal 470, 471 dan 472.

Pasal 470:

(1) Setiap perempuan yang menggugurkan atau mematikan kandungannya atau meminta orang lain menggugurkan atau mematikan kandungan tersebut dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun.

(2) Setiap Orang yang menggugurkan atau mematikan kandungan seorang perempuan tanpa persetujuannya dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun.

(3) Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mengakibatkan matinya perempuan tersebut dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun.

Pasal 471:

(1) Setiap Orang yang menggugurkan atau mematikan kandungan seorang perempuan dengan persetujuannya dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun.

(2) Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan matinya perempuan tersebut dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun.

Pasal 472:

(1) Dokter, bidan, paramedis, atau apoteker yang membantu melakukan Tindak Pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 470 dan Pasal 471, pidana dapat ditambah 1/3 (satu per tiga).

(2) Dokter, bidan, paramedis, atau apoteker yang melakukan Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dijatuhi pidana tambahan berupa pencabutan hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 huruf a dan huruf f.

(3) Dokter yang melakukan pengguguran kandungan karena indikasi kedaruratan medis atau terhadap Korban perkosaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, tidak dipidana.‎

Sedangkan dalam KUHP yang berlaku saat ini di Pasal 347 Ayat (1) disebutkan: "Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita tanpa persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun."

Reinterpretasi hukum Islam tentang aborsi dilakukan oleh tim yang teridiri atas Yarsi (Jakarta), IAIN (sekarang UIN) Syarif Hidayatullah (Jakarta), IAIN (sekarang UIN) Sunan Kalijaga (Yogyakarta), IAIN (sekarang UIN) Alauddin Makassar awal tahun 2000-an menghasilkan opsi aborsi, dengan catatan usia janin di bawah 40 hari, bagi: (1) Perempuan hamil yang sakit fisik berat, (2) Perempuan hamil yang menderita gangguan jiwa, (3) Perempuan korban perkosaan, (4) Perempuan korban inses, dan (5) Perempuan yang mengandung janin dengan cacat genetik.

Opsi dihasilkan setelah mempelajari hukum aborsi di semua negara Islam. Hukum aborsi di semua negara Islam berbeda. Yang sama adalah bahwa ruh ditiupkan setelah janin berumur 40 hari. Inilah yang jadi batas untuk memberikan pilihan aborsi.

Majelis Ulama Indonesia (MUI) kemudian mengeluarkan Fatwa No 4 Tahun 2005 tentang Aborsi yaitu: Aborsi dibolehkan karena adanya uzur, baik yang bersifat darurat ataupun hajat dengan batas usian janin di bawah 40 hari, yakni:

(a). Keadaan darurat yang berkaitan dengan kehamilah yang membolehkan aborsi adalah perempuan yang sakit fisik berat dan kehamilan mengancam nyawa si ibu, dan

(b) Keadaan hajat yang berkaitan dengan kehamilan yang dapat membolehkan aborsi adalah janin dengan cacat genetik dan korban perkosaan.

Sedangkan di UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan di Pasal 75 ayat 2 disebutkan: Larangan aborsi dapat dikecualikan berdasarkan:

a. indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan, baik yang mengancam nyawa ibu dan/atau janin, yang menderita penyakit genetik berat dan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup di luar kandungan; atau

b. kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi korban perkosaan.

Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Laoly dalam konferensi pers tanggal 20 September 2019 mengatakan: "Seorang perempuan yang diperkosa oleh karena dia tidak menginginkan janinnya, dalam terminasi tertentu dapat dilakukan atau karena alasan medis, mengancam jiwa misalnya dan itu mekanismenya juga diatur dalam Undang-Undang Kesehatan.”

Yang luput dari perhatian masyarakat adalah perempuan yang melakukan aborsi justru karena dipaksa oleh orang tua atau laki-laki yang menghamili. Maka, perlu ada pasal berupa ancaman pidana bagi orang-orang yang memaksa seorang perempuan melakukan aborsi. (Artikel ini pertama kali ditayangkan di Tagar.id pada tanggal 14 November 2019).[]

Berita terkait
Irlandia Utara Sahkan Aborsi dan Pernikahan Sejenis
Irlandia Utara mengalami perubahan sejarah yang luar biasa setelah parlemen mengesahkan UU Aborsi dan Pernikahan Sejenis pada Selasa tengah malam
RKUHP Aborsi, Yasonna Laoly Sebut Pidana Lebih Rendah
Menkumham Yasonna Laoly mengatakan ancaman hukuman aborsi pada RKUHP lebih ringan daripada di KUHP dengan ancaman 12 tahun penjara
Polisi Tangkap Pelaku Aborsi di Hotel Senggigi NTB
Dalam penggerebekan itu polisi menemukan tiga orang yang diduga sedang melakukan praktik aborsi.