Partai Semut Gigit Partai Gajah Dalam Pilkada 2018

Partai semut gigit partai gajah dalam Pilkada 2018. NasDem dengan kemenangan di 11 provinsi, PDIP menang hanya di enam provinsi
Partai Semut Gigit Partai Gajah Dalam Pilkada 2018 | Ilustrasi. (Foto: KRJogja)

Jakarta, (Tagar 29/6/2018) - Hasil hitung cepat berbagai lembaga survei dalam Pilkada 2018 menunjukkan sebuah fakta, bahwa partai pendatang baru unjuk gigi, partai lama keok. Dilihat dari kuantitas kemenangan jagoan masing-masing di seluruh pelosok Tanah Air, ibarat partai semut menggigit partai gajah.

Nasional Demokrat (NasDem) misalnya, tergolong partai pendatang baru, memetik kemenangan di 11 provinsi. PDI Perjuangan tergolong partai lama hanya memperoleh kemenangan di enam provinsi.

"Dari 17 pemilihan gubernur, PDI Perjuangan menang di enam provinsi (35 persen), Bali, Jateng, Maluku, Maluku Utara, Papua dan Sulsel," kata Sekretaris PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto dalam jumpa pers di kantor DPP PDI Perjuangan, Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat, Kamis (28/6).

Walau kenyataan seperti itu, tertinggal jauh dari partai kecil semisal NasDem, Hasto tetap berbesar hati. 

"Pilkada harus dilihat sebagai momentum penguatan kelembagaan partai dalam menyiapkan pemimpin. Kemenangan demikian diukur dari banyaknya kader asli yang terpilih, bukan karena sekadar jumlah dukungan," katanya.

"Di enam provinsi tersebut terdapat empat kader partai yang menjadi gubernur dan tiga kader jadi wakil gubernur," lanjutnya.

Dari 154 pilkada tingkat kabupaten/kota, PDI Perjuangan mengikuti 152 kontestasi. Dari 152 kontestasi yang diikuti, PDIP menang di 91 (60 persen) daerah dan kalah di 59 daerah. Dari 91 daerah yang menang, ada 33 kader PDIP yang menjadi kepala daerah dan 38 menjadi wakil kepala daerah.

Rahasia 

Ketua DPP NasDem Irma Suryani Chaniago berbagi rahasia sukses NasDem dalam pilkada 2018.

"Pertama tentu karena kami tidak memungut mahar. Kedua, kami melakukan survei terlebih dulu untuk menentukan calon. Ketiga, mesin partai kami jalan," kata Irma pada Tagar News melalui aplikasi percakapan WhatsApp, di Jakarta, Kamis, (28/6).

Menurut Irma, tiga faktor tersebut adalah komitmen NasDem mendukung langkah kandidatnya, sehingga calonnya mendapatkan kemenangan.

"Sikap DPP sejalan diseluruh tingkatan. Tidak ada suara yang pecah. Karena kalau ada yang tidak sejalan, pengurus tersebut akan kami beri sanksi. Komitmen dukungan kami jelas dan tegas," katanya.

Menang banyak dalam Pilkada, kata Irma, tidak lantas membuat NasDem berkeinginan mengajukan calon presiden atau wakil presiden dalam Pilpres 2019. 

Anggota Komisi IX ini menegaskan NasDem tetap mendukung Presiden Joko Widodo sebagai calon presiden untuk 2019 mendatang.

"NasDem tidak ambisius, apalagi menghalalkan segala cara. Kami tetap komit dukung Jokowi," kata Irma.

Martabat 

Pengamat Politik Pangi Syarwi Chaniago mengingatkan partai-partai kecil yang sedang di atas angin, tidak jumawa dengan kemenangannya. Sebab, kemenangan kandidat yang diusung bukan kandidat dari kader partainya sendiri.

"Begini, Nasdem itu jangan bersikap terlalu jumawa juga, karena mereka yang diusung itu yang peran wajah, bukan kader juga," kata Pangi saat dihubungi Tagar News di Jakarta, Kamis (28/6).

Kemenangan kandidat partai menengah, menurut Direktur Eksekutif Voxpol Center ini, pun harus diuji. Apakah memang mereka menggunakan mesin partai atau hanya karena figur yang sedang menonjol. Misalnya seperti Ridwan Kamil yang tengah populer di Bandung, Jawa Barat.

"Mau bekerja atau tidak mesin ini perlu diuji juga, jangan-jangan mesinnya tidak bekerja, cuma numpang karena figurnya bagus. Misalnya Ridwan Kamil lagi naik daun momentumnya, lagi bagus elektabilitasnya, numpang menang gitu, numpang perahu menang. Sudah menang, diklaim gitu," ujarnya.

Sementara PDI Perjuangan, kata Pangi, yang disebut-sebut banyak kalah, PDI Perjuangan masih mengedepankan kadernya untuk dimajukan dalam kontestasi Pilkada. Maka, risiko apa pun akan mereka hadapi, menang atau kalah.

"PDIP itu kalau mengusung bukan asal usung. Dia mengusung itu kan adalah kadernya. Seperti Djarot, Ganjar, TB Hasanuddin, itu kan kader," katanya.

"Mereka biasanya menjaga martabat, bahwa partai mereka cenderung memajukan kader partai. Nah, itu yang membuat mereka mengambil risiko, kadang kalah kadang menang," lanjutnya.

Pangi menambahkan, sisi positif memajukan kader sendiri adalah walaupun kalah, tetap ada kebanggaan.

"Kayak Djarot gitu," ujarnya.

Pengaruh ke Pilpres 

Pangi mengatakan Pilkada ini masih sangat dinamis untuk dikatakan mempengaruhi pemilihan presiden 2019.

"Dikatakan ada, ya ada, bisa juga tidak. Karena bagaimana pun Pilpres ini kan tidak hanya dipengaruhi kepala daerah, ada faktor lain juga," katanya.

"Masih dinamis, masih ada kemungkinan berkembang peta politik ini, bisa berubah dalam Pilkada ini. Karena semua, baik Gerindra atau PDI Perjuangan akan mengkalkulasi kadernya kembali," lanjutnya. 

Sejumlah lembaga survei di antaranya Saiful Mujani Research & Consulting (SRMC), Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA, dan Indobarometer menunjukkan PDI Perjuangan mengalami kekalahan di sejumlah provinsi.

Misalnya SMRC Pilgub Sumatera Utara, PDIP bersama PPP mengusung Djarot Saiful Hidayat dan Sihar Sitorus hanya mendapat suara  41,19 persen. Sedangkan rivalnya, pasangan Edy Rahmayadi-Musa Rajekshah yang diusung Gerindra, PKS, PAN, PKB, PPP, Demokrat, NasDem, dan PAN, mendapat 58,81 persen.

Survei Charta Politika dalam Pilgub Jawa Barat, PDIP mengusung kadernya, TB Hasanuddin bersama Anton Charliyan harus menelan pil pahit, kekalahan telak, jauh dibawah pesaingnya, dengan hanya 11,38 persen suara.

Sedangkan peringkat suara tertinggi dalam Pilgub Jabar didapatkan Ridwan Kamil-Uu Ruzhanul Ulum dengan 33,46 persen. Pasangan ini diusung NasDem, Hanura, PKB, dan PPP. Menyusul pasangan kedua terbesar suaranya diusung Gerindra dan PKS yakni Sudrajat-Ahmad Syaikhu dengan 30,16 persen. Serta Deddy Mizwar-Dedi Mulyadi diusung Demokrat dan Golkar mendapat 25,00 persen suara.

Tak hanya di dua provinsi tersebut, PDI Perjuangan juga kalah di Jawa Timur, Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Barat, Sumatera Selatan, dan Riau. (nhn)

Berita terkait
0
Langkah Emma Raducanu Terhenti di Babak Kedua Wimbledon 2022
Petenis Inggris, Emma Raducanu, unggulan No 10, dikalahan petenis Prancis, Caroline Garcia, di babak kedua grand slam Wimbledon 2022