Parmalim dalam Catatan Etnografi Irwansyah Harahap

Bagi Irwansyah Harahap, parmalim merupakan sebuah entitas yang membuat kebudayaan Batak menjadi begitu sakral.
Penulis buku "Hata Ni Debata" Irwansyah Harahap (kiri) dan moderator Thompson Hutasoit (tengah) dan Jim Siahaan (Rumah Budaya Tonggo). (Foto: Tagar/Tonggo Simangunsong)

Medan - Bagi Irwansyah Harahap, parmalim merupakan sebuah entitas yang membuat kebudayaan Batak menjadi begitu sakral.

Nilai-nilai kehidupan dan spiritualitas yang melekat dalam kepercayaan mula-mula Batak ini pun ia catat ke dalam sebuah buku perjalanan spiritualitas berjudul "Hata Ni Debata", yang bila diterjemahkan ke bahasa Indonesia berarti "Kata Sang Penguasa".

Debata dalam keyakinan parmalim ialah Ompu Mulajadi Nabolon, sang pencipta dan penguasa Banua Ginjang, Banua Tonga dan Banua Toru—penguasa langit dan bumi.

Debata menjadi puncak penyembahan. Kepadanya dilontarkan doa-doa, penyembahan yang diejawantahkan juga dengan bunyi, mantra dan musik.

Hata ibarat mantra yang bila diterjemahkan juga bisa menjadi sastra lisan yang memiliki pesan nilai-nilai kehidupan.

"Ketika saya mengikuti upacara Sipaha Lima, di situ saya melihat langsung bagaimana almarhum Ompung Raja Marnangkok Naipospos, pimpinan parmalim di Hutatinggi, merapalkan doa yang sangat panjang dan satu tarikan nafas. Bagi saya itu ibarat sebuah sastra lisan yang apabila ditulis, maka akan sangat banyak sekali nilai-nilai yang dapat kita pahami," ujar Irwansyah beberapa hari sebelum menggelar diskusi di Rumah Budaya Tonggo, Jalan Letjen Suprapto No. 12, Kota Medan, Sabtu 10 Agustus 2019.

Masih di tempat yang sama, Rumah Budaya Tonggo yang dikelola Jim Siahaan, Irwansyah mempresentasekan bukunya yang dia tulis selama rentang waktu 15 tahun itu.

"Tahun 1987, awal saya mulai tertarik dengan parmalim setelah saya mengenal guru saya Marsius Sitohang. Saya kemudian kenal dengan Guru Osner Gultom, sahabat dekat Marsius, yang merupakan pargonci (pemusik) dalam setiap acara ritual parmalim. Sejak itu saya sering menyaksikan secara langsung upacara ritual yang digelar parmalim di Hutatinggi dan mencatatkannya dalam kepala lalu beberapa tahun kemudian saya menuliskannya ke dalam buku," terang etnomusikolog itu.

Semasa hidup, Osner memiliki kedekatan emosional dengan Marsius. Bersama pemusik Batak lainnya, Sarikawan Sitohang, mereka kerap bermain dalam berbagai pertunjukan musik, bahkan ke luar negeri. Koran ternama New York Times pernah memuat cerita tentang mereka ketika tampil di Amerika Serikat.

Pada kesempatan itu, Irwansyah juga memutar video berdurasi 15 menit berjudul "Parsirangan" (Perpisahan). Dalam video itu digambarkan perpisahan sahabat dan pargonci ketika Osner Gultom meninggal dunia.

Irwansyah mengutip satu pepatah Afrika yang berpesan ketika seorang seniman (musikus maupun sastrawan) mati, maka sebenarnya satu kitab telah terbakar. 

Artinya, seorang seniman memang bisa menuliskan buah pikirannya dalam satu buku. Tetapi, buku itu berasal dari perjalanan spiritual, kontemplasi dan pembelajaran yang sangat panjang. Alam pikirannya tak akan terselami.

"Saya melihat sosok dalam tokoh parmalim juga begitu, seperti Raja Marnangkok Naipospos. Saya meyakini dalam rapalan doanya itu, apabila dituliskan dalam teks maka akan sangat banyak yang bisa ditulis. Apa yang saya tulis dalam "Hatani Ni Debata" barangkali masih hanya sepotong saja," katanya.

Itulah sebabnya, ketika tokoh seperti Raja Marnangkok dan Osner Gultom meninggal, maka ada kitab yang telah terbakar. Ini seperti tantangan bagi parmalim ke depan. 

Namun, seperti apa yang menjadi catatan dalam buku ini, biarlah parmalim akan tetap seperti ini. Sebab, bila ia besar, ia akan sama seperti agama lainnya.

"Kalimat ini saya kutip dari seorang murid saya. Bayangkan, seorang anak muda bisa memikirkan hal seperti itu. Itulah kenapa saya menjadikannya sebagai salah satu catatan penting di buku ini," kata Irwansyah.

Menurut Jim Siahaan, buku "Hata Ni Debata" merupakan salah satu buku yang layak diapresiasi. Buku ini, merupakan satu catatan penting tentang kebudayaan Batak, yang pada saat ini jumlahnya tidak begitu banyak.

"Kita perlu mengapresiasi buku ini. Semoga melalui diskusi dan bedah buku seperti ini, wacana kita semakin terbuka tentang budaya Batak," ujarnya. []

Berita terkait
Budaya Batak Bukan "Dijual" untuk Pariwisata
Pembangunan di Tanah Batak, khususnya kawasan Danau Toba, seringkali tak menyentuh kondisi sosial dan budaya.
Bukan Batak, Inilah Kerajaan Sisingamangaraja XII
Sebab, kerajaan Sisingamangaraja bukanlah Batak, melainkan Toba.
0
Video Jokowi 'Menghadap' Megawati Sangat Tidak Elok Dipertontonkan
Tontonan video Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) yang sedang bertemu dengan Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarno Putri, sangat tidak elok.