Pakar Sebut Ujaran Kebencian Ratna Sarumpaet Paling Jahat

Ujaran kebencian yang dilakukan Ratna masuk dalam kategori mission defenders, bentuk ujaran kebencian yang paling jahat.
Massa yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Bandung Raya melakukan aksi unjuk rasa di depan Gedung Sate, Bandung, Jawa Barat, Senin (8/10/2018). Aksi tersebut menuntut Ratna Sarumpaet segera meminta maaf kepada warga Bandung dan meminta aktivis itu diadili karena telah melakukan kebohongan publik yang meresahkan. (Foto: Antara/Novrian Arbi)

Jakarta, (Tagar 8/10/2018) - Ujaran kebencian atau hate speech didefinisikan sebagai ujaran, tulisan, tindakan, atau pertunjukan yang  ditujukan untuk menghasut kekerasan atau prasangka terhadap seseorang atas dasar karakteristik kelompok tertentu yang dianggap ia wakili, seperti kelompok ras, etnis, gender, orientasi seksual, agama, dan lain-lain. Demikian kutipan dari website remotivi.or.id.

Sedangkan pakar komunikasi Tjipta Lesmana menjelaskan, ujaran kebencian (hate speech), secara sederhana bisa didefinisikan ujaran yang mengandung rasa kebencian terhadap seseorang atau sekelompok orang yang memiliki karakteristik sama.

Riset terkait ujaran kebencian pun telah dilakukan oleh akademisi Amerika, McDevitt and Levin yang hasilnya membagi ujaran kebencian dalam empat kategori, yaitu thrill-seekers, defensive, retaliatory, dan mission-offenders.

"Kategori pertama adalah perbuatan spontan seperti orang gila yang berteriak-teriak di jalan-jalan dengan sasaran kelompok tertentu. Kategori kedua, ujaran kebencian dilontarkan untuk membela kelompok orang tertentu yang sebelumnya menjadi korban tindakan pihak lain," papar Tjipta Lesmana.

Kategori ujaran kebencian ketiga, yaitu untuk membalas dendam. Jadi, kebencian dilawan dengan kebencian.

"Yang paling jahat dan paling berbahaya, menurut McDevitt dan Levin, adalah ujaran kebencian kategori keempat, yakni mission offenders," ujarnya.

"Si pelaku menganggap dirinya pahlawan atau pembantai yang mengemban misi untuk membinasakan pesaing-pesaingnya, bisa kelompok suku, atau agama, bisa juga pemerintah. Semboyan mereka perang total melawan lawan-lawannya sampai titik darah terakhir," jelasnya lagi.

Penanganan Ujaran Kebencian

Ujaran kebencian, memang tidak memiliki definisi secara resmi di Indonesia. Namun, pemerintah mengerem tidakan ujaran kebencian yang mulai menjamur di Indonesia.

Melalui surat edaran Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor: SE/6/X/2015 tentang Penanganan Ujaran Kebencian (Hate Speech) yang ditandatangani pada 8 Oktober 2018 oleh Kapolri saat itu Badrodin Haiti, dijelaskan beberapa poin penanganan ujaran kebencian.

seperti tertulis dalam uraian pada angka 2, poin e dalam surat edaran. seperti yang tertulis di poin f."Bahwa pemahaman dan pengetahuan atas bentuk-bentuk ujaran kebencian merupakan hal yang penting dimiliki oleh personel Polri selaku aparat negara yang memiliki tugas memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum serta pelindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat, sehingga dapat diambil tindakan pencegahan sedini mungkin sebelum timbulnya tindak pidana sebagai akibat dari ujaran kebencian tersebut," seperti tertulis dalam uraian pada angka 2, poin e dalam surat edaran.

Pada poin f, dijelaskan, "Bahwa ujaran kebencian dapat berupa tindak pidana yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Piadna (KUHP) dan ketentuan pidana lainnya diluar KUHP, yang berbentuk tujuh tindakan antara lain penghinaan, pencemaran nama baik, penistaan, perbuatan tidak menyenangkan, memprovokasi, menghasut, dan penyebaran berita bohong."

"Dan semua tindakan di atas memiliki tujuan atau bisa berdampak pada tindak diskriminasi, kekerasan, penghilangan nyawa, dan atau konflik sosial," seperti yang tertulis di poin f.

Untuk menangani perbuatan ujaran kebencian, kepolisian diberikan langkah-langkah penangan, seperti melakukan tindakan preventif dengan memahami bentuk ujaran kebencian, peka terhadap gejala yang timbul akibat ujaran kebencian, melakukan kajian situasi dan kondisi, dan melaporkan situasi kondisi yang berkaitan dengan perbuatan ujaran kebencian.

Jika tindakan preventif sudah dilakukan namun masalah akibat ujaran kebencian tak juga tuntas, kepolisian dapat menegakan hukum atas dugaan terjadinya tindak pidana ujaran kebencian merujuk pada angka 3 dalam surat edaran yang dibagi menjadi dua poin.

Pada poin pertama mengacu pada Pasal 156 KUHP, Pasal 157 KUHP, dan Pasal 310 KUHP, Pasal 311 KUP, Pasal 28 jis, Pasal 45 ayat (2) UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, serta Pasal 16 UU Nomor 40 Tahun 2208 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis.

bunyi Pasal 16 UU Nomor 40 Tahun 2208 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis."Setiap orang yang dengan sengaja menunjukan kebencian atau rasa benci kepada orang lain berdasarkan diskriminasi ras dan etnis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf b angka 1, atau angka 2, atau angka 3, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)," bunyi Pasal 16 UU Nomor 40 Tahun 2208 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis.

Pada poin kedua, penanganannya tetap berpedoman pada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial dan Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2013 tentang Teknis Penanganan Konfliks Sosial.

Hoaks Sekaligus Ujaran Kebencian

Ratna Sarumpaet mengakui dirinya sebagai pencipta hoaks terbaik terkait perbuatannya membohongi koalisi Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, lawan politiknya, serta publik. Sama halnya dengan analisa dari pakar komunikasi Tjipta Lesmana, bahwa apa yang dilakukan oleh Ratna Sarumpaet dari kacamata ilmu komunikasi, masuk dalam kategori hoaks sekaligus ujaran kebencian.

"Secara substantif, tindakan Ratna memang hoaks. Menciptakan dan menyebarluaskan berita palsu, atau informasi yang sama sekali tidak punya dasar atau faktanya," bebernya dalam metaonline.id.

Tapi, motivasi di balik perbuatan Ratna Sarumpaet menurut keyakinannya, untuk menciptakan kebencian total terhadap pemerintah Jokowi. Petahana menggunakan segala cara, termasuk cara-cara mafia, yaitu memberangus dan mematikan lawan-lawan politiknya.

"Tujuan Ratna Sarumpaet, menurut keyakinan saya adalah untuk menciptakan kebencian total terhadap pemerintah Jokowi. Ia ingin menyusun bingkai atau potret tentang pemerintah Jokowi," sambungnya.

Ujaran kebencian yang dilakukan Ratna, menurutnya masuk dalam kategori keempat menurut McDevitt dan Levin yang disebut mission defenders, bentuk ujaran kebencian yang paling jahat dari empat bentuk ujaran kebencian.

”Bahwa begitu banyak politisi pendukung kubu Prabowo-Sandi yang menelan bulat-bulat pesan yang dilontarkan lewat bingkai atau potret yang disusun oleh Ratna juga mengandung meaning yang kuat. Memang, pemerintah Jokowi jahat dan pantas dilawan dan dijatuhkan,” ungkap Tjipta.

Namun, potret atau bingkai palsu yang dibuat oleh Ratna ambruk, diambrukkan oleh si pelakunya sendiri.

"Dengan sendirinya pesan yang terkandung di dalamnya pun ambruk. Artinya, publik secara total tidak mempercayai kehilangan isi potret itu, bahkan berbalik membenci Ratna," tukasnya.

Tapi, dari kacamata peneliti di Pusat Penelitian Politik LIPI Wasisto Raharjo Jati, perbuatan Ratna tak termasuk dalam ujaran kebencian. Sebab lebih mengarah pada hoaks.

"Kasus RS itu termasuk hoaks karena lebih mengarah pada manipulasi kebenaran kepada publik tuk kepentingan pribadi, kalau hate speech itu lebih mengarah pada melawan keyakinan politik individu atau kelompok dengan menyebarkan berita bohong tentang si calon tersebut," bebernya pada Tagar News saat dihubungi melalui pesan WhatsApp di Jakarta, Senin (8/10).

Meski Ratna mengakui perbuatannya dilakukan sendiri, tetap saja menurut Wasisto akan mempengaruhi suara dari kubu Prabowo-Sandi di Pilpres 2019 mendatang. Mengingat, Ratna yang semula ditunjuk sebagai Juru Kampanye Nasional pasangan nomor urut dua (02) itu.

"Ya saya pikir memori publik dan jejak digital bahwa RS pernah bagian dari kubu Prabowo-Sandi tentu tidak hilang ya, saya pikir ada pengaruhnya terhadap perolehan suara beliau ini," tandasnya. []

Berita terkait
0
Hasil Pertemuan AHY dan Surya Paloh di Nasdem Tower
AHY atau Agus Harimurti Yudhoyono mengaku sudah tiga kali ke Nasdem Tower kantor Surya Paloh. Kesepakatan apa dicapai di pertemuan ketiga mereka.