Pakar Hukum: Potensi Over Kriminalisasi Besar di RUU Minol

Fachrizal Afandi menilai adanya potensi over kriminalisasi di dalam Rancangan Undang-undang Larangan Minuman Beralkohol (RUU Minol).
Ilustrasi Minuman Beralkohol. (Foto:Tagar/Pixabay)

Jakarta - Pakar hukum pidana sekaligus Direktur Eksekutif Pusat Pengembangan Riset Sistem Peradilan Pidana Universitas Brawijaya (Persada UB) Malang, Fachrizal Afandi menilai adanya potensi over kriminalisasi di dalam Rancangan Undang-undang Larangan Minuman Beralkohol (RUU Minol).

"Potensi over kriminalisasi besar. Di KUHP bahkan sudah diatur pidananya, misal di pasal 300 dan 492. Di RKUP pun sudah masuk aturan pemidanaannya. Jadi RUU miras ini tidak relevan," ujar Fachrizal dalam pesan singkatnya saat dihubungi Tagar, Jumat, 13 November 2020.

Ga perlu aturan melarang ini. Seharusnya pengaturan. Misal, tidak boleh menjual ke anak. Ini negara main moralitas individual, tapi korupsi diperlemah

Sementara, Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Asfinawati menyebut Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI tak perlu membuat RUU Minol. Menurut Asfin, sapaannya, negara lebih mengurusi sisi moralitas publik ketimbang penanganan korupsi.

"Ga perlu aturan melarang ini. Seharusnya pengaturan. Misal, tidak boleh menjual ke anak. Ini negara main moralitas individual, tapi korupsi diperlemah, hak-hak rakyat dirampas melalui undang-undang, seperti Omnibus Law Cipta Kerja, aneh," ucap Asfin kepada Tagar.

Sebelumnya, Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Erasmus Napitupulu mengatakan, RUU larangan minuman alkohol itu tak perlu dibahas DPR. Dia pun mewaspadai potensi over kriminalisasi yang mungkin terjadi andai RUU Minol menjadi undang-undang.

"Pendekatan pelarangan bagi minuman beralkohol dapat memberi dampak negatif bagi peradilan pidana di Indonesia," kata Erasmus dalam rilis persnya, Rabu, 11 November 2020.

Diketahui, pada 10 November lalu, Badan Legislasi (Baleg) DPR menyebut pembahasan RUU Larangan Minol diusulkan 21 orang dari fraksi PPP, PKS, dan Gerindra. RUU Minol tersebut mengatur sanksi pidana bagi para peminum atau orang yang mengonsumsi minuman beralkohol, berupa pidana penjara maksimal dua tahun atau denda maksimal Rp 50 juta.

Adapun sanksi pidana atau denda tersebut tertuang di Pasal 20 Bab VI tentang Ketentuan Pidana RUU Minol. "Setiap orang yang mengonsumsi minuman beralkohol sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dipidana dengan pidana penjara paling sedikit tiga bulan dan paling lama dua tahun atau denda paling sedikit Rp 10 juta dan paling banyak Rp 50 juta," demikian bunyi draf beleid tersebut. []

Berita terkait
RUU Minuman Beralkohol: Diusulkan PPP, Ditolak Golkar
Fraksi Partai Golkar belum bisa menerima usulan Rancangan Undang-undang (RUU) Larangan Minuman Beralkohol (Minol) dengan berbagai pertimbangan.
Partai Golkar: RUU Larangan Minuman Beralkohol Potensi PHK
Partai Golkar belum bisa menerima RUU Larangan Minuman Beralkohol, menurut mereka RUU ini bisa berpotensi PHK massal yang dapat merugikan rakyat.
Peminum Dibui 2 Tahun atau Denda Rp 50 Juta di RUU Alkohol
Dalam RUU Larangan Minuman Alkohol para peminum alkohol dapat dipidana penjara maksimal dua tahun atau denda maksimal Rp50 juta.
0
Lionel Messi Bawa Bisnis Bagus untuk PSG
Presiden PSG, Nasser al Khelaifi, mengkonfirmasi kepada MARCA bahwa Leo telah menguntungkan di musim pertamanya di PSG