Untuk Indonesia

Pak Edy Rahmayadi, Kami Ini Rakyat, Bukan Serdadu

'Kalau Pak Edy mau belajar dari Vladimir Putin, Presiden Rusia yang berasal dari militer, baru kelihatan jauh kelasnya.' - Denny Siregar
Edy Rahmayadi. (Foto: Instagram/Edy Rahmayadi)

Oleh: Denny Siregar*

"Apa urusan Anda menanyakan itu?"

Dengan wajah sengit Edy Rahmayadi, Ketum PSSI yang juga Gubernur Sumatera Utara, bertanya balik ketika Aiman, pembaca acara Kompas TV bertanya kepadanya.

Sontak jawaban Edy Rahmayadi ini menjadi viral dengan berbagai tanggapan. Bahkan di Twitter menjadi trending dengan tagar #SiapPakEdy dan "apa urusan anda menanyakan itu".

Ini sebenarnya hal keempat yang menampilkan arogansi Edy Rahmayadi. Yang pertama saat ia masih menjabat Pangdam I Bukit Barisan dan memaki "setan" kepada pengunjuk rasa. Kedua saat ia mengusir pendemo ibu-ibu. Dan ketiga saat ia menampar suporter PSMS. Terakhir ya saat dia diwawancara Aiman.

Mantan Pangkostrad ini mungkin ingin membangun disiplin ala tentara kepada rakyatnya, tapi jelas salah. Rakyat sekarang bukan rakyat masa orde baru. Rakyat juga bukan serdadu. Bentakan-bentakan kepada rakyat ini jelas tidak membawa manfaat apa-apa selain hanya menjadikannya bahan bullyan dimana-mana.

Kalau Pak Edy mau belajar dari Vladimir Putin, Presiden Rusia, yang berasal dari militer, baru kelihatan jauh kelasnya. Putin tidak pernah terlihat membentak rakyatnya. Kalaupun ia menunjukkan arogansinya kepada publik, ia tunjukkan saat ia menggertak pimpinan mafia yang berkuasa di sana.

Atau mau belajar arogansi dari pihak sipil seperti Rodrigo Duterte, yang membabat habis 1.400 bandar dan pengedar narkoba. Sekalian aja. Tapi juga tepat, Duterte membela rakyatnya, bukan malah membentaknya.

Ah, di dalam negeri aja kalau pengen nunjukin arogansi ke publik, contoh deh Budi Waseso atau Buwas. Mantan Kabareskrim yang sekarang menjadi Kepala Bulog ini menebar ancaman kepada para mafia pangan. Jelas dan tepat.

Uhm, mau kasih contoh Ahok, entar dibilang kejauhan....

Dan apa yang para pemimpin lakukan ini berbuah kecintaan rakyat. Bukan malah menjadi sasaran bullyan.

Kalau Pak Edy terbalik. Rakyatnya yang dibentak-bentak, dimaki "setan" dan disuruh keluar, tapi belum ada satu statemen pun ancaman kepada bandar narkoba dan judi di Medan. Atau misalnya mengeluarkan gertakan kepada pungli dan preman Medan yang terkenal ganas karena kuatnya ormas.

Lha rakyat itu lemah ngapain dibentak? Jika mereka bersuara, dengarkan. Jika mereka salah, berikan pemahaman. Menjadi pemimpin daerah itu selayaknya dicinta, bukan ditakuti.

Rakyat mustahil didisiplinkan melalui bentakan. Mereka bisa disiplin jika pemimpinnya memegang kuat aturan yang dia buat dan dialah yang menjadi teladan.

Rakyat itu seperti seorang anak. Setiap dibentak, maka akan muncul kepribadian ganda. Di depan bapak dia seperti hormat, tapi di belakang dia menjadi kriminal. Anak itu butuh tauladan. Tidak perlu dimarahi, ia akan malu sendiri jika seorang bapak menunjukkan kualitasnya sebagai seorang lelaki.

Coba bikin program "Beres-beres Sumatera Utara" dari kriminalitas dan penyakit masyarakat. Kandangkan para preman yang bikin resah banyak orang. Tentu rakyat akan segan, hormat dan cinta. Itulah cara "mencuri" rasa hormat mereka.

Saya sesungguhnya senang gaya Pak Edy Rahmayadi, cocok buat warga Sumatera Utara. Tapi kalau berlebihan dan hanya sibuk main bentak saja tanpa ada solusi apa-apa, ya gimana ya, rasa hormat pun hilang.

Sekalian saya mengucapkan selamat kepada warga Sumatera Utara. Selamat menikmati pertunjukan selama lima tahun ke depan. Itu pilihan Anda, semoga berkenan.

Seruput kopinya....

*Denny Siregar penulis buku Tuhan dalam Secangkir Kopi

Berita terkait
0
Surya Paloh Sebut Nasdem Tidak Membajak Ganjar Pranowo
Bagi Nasdem, calon pemimpin tak harus dari internal partai. Ganjar Pranowo kader PDIP itu baik, harus didukung. Tidak ada membajak. Surya Paloh.