Opini: RUPS PT Garuda Indonesia Salah Memahami Permasalahan

Saya ingin komentar obyektif tentang PT. Garuda Indonesia, semata demi masa depan PT. Garuda Indonesia. Bagas Pujilaksono Widyakanigara
Ilustrasi - Garuda Indonesia. (Foto: Tagar/Dok Garuda)

Saya ingin komentar obyektif tentang PT. Garuda Indonesia, semata demi masa depan PT. Garuda Indonesia kebanggaan kita semua.

Pendekatannya keliru, antara Kementerian BUMN RI dan pihak yang berseberangan dengan Dewan Direksi yang ada. Munculnya susunan Dewan Direksi baru, bagi saya cukup menjadi bukti, bahwa pendekatannya keliru. Ini link-nya:
https://finance.detik.com/bursa-dan-valas/d-5681087/dirombak-berikut-susunan-direksi-komisaris-garuda-yang-baru

Beberapa hari yang lalu, saya sempat kontak dengan beberapa tokoh yang punya komitmen tinggi menyelamatkan PT. Garuda Indonesia. Sayangnya waktunya terlalu mepet, saya baru tahu akan ada RUPS kira-kira tiga hari yang lalu, dan konsep yang saya sampaikan ke mereka tidak dipahami dengan baik. Gagal total.

Kali ini harus lebih radikal dan militan, komitmen saja tidak cukup. Permasalahan di PT. Garuda Indonesia bukan hanya karena pandemi Covid-19, sudah ada sebelum pandemi. Dicekoknya mantan dirut PT. Garuda Indonesia dan beberapa direktur, karena kasus pengadaan mesin jet buatan Roll Royce, UK, adalah bukti sangat bobroknya tata kelola PT. Garuda Indonesia.

Yang harus dimengerti adalah, permasalahan BUMN-BUMN, termasuk PT. Garuda Indonesia, bukan hanya di manajemen keuangan, namun ada yang lebih parah yaitu dari sisi teknologi. Maksud saya adalah future work dari sisi teknologi kering kerontang.

Silakan baca kembali tulisan saya dibawah, yang pernah viral beberapa bulan yang lalu. Sekali lagi, kali ini harus lebih militan dan radikal demi menyelamatkan PT. Garuda Indonesia kebanggaan kita semua. Terimakasih.


PT. Garuda Indonesia Nasibmu Merana 

Saya sangat sedih melihat kebangkrutan PT. Garuda Indonesia akibat pandemi covid-19. Kalau tidak salah, tidak bisa melantai lagi di bursa saham. Ini murni kesalahan manajemen.

PT. Garuda Indonesia sangat terdampak secara financial akibat pandemi Covid-19. Kerugian PT. Garuda Indonesia mencapai 70 trilyun rupiah. Fantastis. Langkah yang ditempuh Dirut PT. Garuda Indonesia kurang tepat dan bagi saya adalah kesalahan tata kelola manajemen yang fatal.

Sejak awal saya tidak sependapat dengan pernyataan Dirut PT. Garuda Indonesia, dalam upaya restrukturisasi kewajiban pembayaran/utang Garuda Indonesia terhadap Lessor dengan menyebut lessor yang tidak menyetujui restrukturisasi kewajiban pembayaran/utang sebagai lessor yang "bebal" merupakan sikap yang tidak rasional dan realistis. 

Sebagai debitur yang mempunyai kewajiban pembayaran terhadap Lessor selaku kreditur, seharusnya Dirut PT. Garuda Indonesia mengupayakan langkah persuasif dalam menegosiasikan restrukturisasi kewajiban pembayaran/utang. Sikap menantang lessor untuk mengambil pesawat-pesawat tersebut, adalah langkah yang kontraproduktif. 

Berdasarkan perjanjian leasing pesawat, posisi Garuda Indonesia sebagai Lessee yang tidak mampu melakukan kewajiban pembayaran sudah pasti terancam default atau wanprestasi. Berdasarkan kondisi wanprestasi ini, Lessor dapat saja mengajukan gugatan wanprestasi ke pengadilan ataupun gugatan kepailitan terhadap Garuda Indonesia.

Saya dengan tim telah melakukan kajian detail untuk menyelamatkan PT. Garuda Indonesia di era pandemi covid-19, yang intinya adalah sebagai berikut:

  1. Ditempuh langkah-langkah persuasif terhadap lessor (owner) agar sewa pesawat bisa direkstrukturisasi pembayarannya dan minta grace period untuk satu tahun ke depan atau sampai kondisi normal.
  2. Setelah grace period, minta bridging untuk tiga tahun dengan hanya membayar interest ratenya saja dan memperpanjang lease periode sehingga harga tiket menjadi lebih competitive.
  3. Restrukturisasi bisnis untuk route dan armadanya dan selama pandemi covid-19 fokus pada penerbangan domestik dan angkutan cargo dengan utilisasi armada yang ada.
  4. Untuk penerbangan penumpang reguler, jadwalnya disesuaikan dengan jumlah penumpang yang ditentukan minimum load factor.
  5. Pemberdayaan anak-anak perusahaan PT. Garuda Indonesia, misal GMF. GMF bisa diberdayakan untuk mengerjakan overhaul turbin-turbin industri milik PLN, Perusahaan-perusahaan oil and gas, pabrik pupuk, dan lain-lain yang potensinya luar biasa, bahkan bisa melebihi current salesnya GMF.

Pak Dirut PT. Garuda Indonesia sepertinya tidak paham sistem penerbangan sipil. Saya sarankan untuk mundur. 

*Akademisi Universitas Gadjah Mada, Ketua Dewan Pakar Seknas Jokowi 


Berita terkait
Opini: Balihomu Tidak Akan Mengubah Takdirmu
Apa yang terjadi, jika HTI dan FPI tidak dibubarkan? Bukan hanya 2024 yang gelap gulita, NKRI terancam dan Ibu Pertiwi pun bersusah hati.
Opini: Persiapan Pasca 16 Agustus 2021
Yang kita butuhkan saat ini adalah kesadaran dan kedisiplinan penuh untuk tetap prokes ketat dan mengikuti vaksinasi nasional.
Opini: Baliho... Baliho...
Saya mengajak seluruh rakyat Indonesia untuk mendukung pemerintahan Presiden Jokowi dalam mengatasi pandemi Covid-19 dan proses pemuliham ekonomi.
0
David Beckham Refleksikan Perjalanannya Jadi Pahlawan untuk Inggris
David Beckham juga punya tips untuk pesepakbola muda, mengajak mereka untuk menikmati momen sebelum berlalu