Opini: Bipang Ambawang, Ngono Yo Ngono Ning Mbok Yo Ojo Ngono

Kasihan Presiden Jokowi, pembantunya banyak yang tidak mampu bekerja profesional, hanya memanfaatkan kekuasaan untuk kepentingan pribadi.
Jokowi. (Foto: Tagar/Facebook Presiden Joko Widodo)

Saya tidak memasalahkan Bipang Ambawang dari Kalimantan. Saya sangat menghormatinya sebagai khasanah kekayaan budaya kuliner nusantara.

Jujur saya geli melihat respons pihak Istana, setelah pidato kenegaraan Presiden Jokowi yang terselip kalimat Bipang Ambawang dari Kalimantan, menjadi heboh dan trending topic di medsos. Tidak perlu berkelit sana-sini, akui saja secara perwira bahwa ini sebuah kesalahan. Selesai!

Bipang Ambawang dari Kalimantan ya babi panggang, kenapa harus bekelit bipang dari beras?

Akui saja sebagai sebuah kesalahan. Yes, we were wrong. Perwira dan jantan!

Bagi saya, isi pidato kenegaraan Presiden Jokowi itu tidak masalah, namun bagi orang lain, menjadi masalah besar, buktinya viral dan trending topic.

Mengkaitkan perayaan Idul Fitri dengan imbauan belanja Bipang Ambawang dari Kalimantan yang wujud fisiknya babi panggang, dilihat dari perspektif mana pun, tidak etis secara terbuka disampaikan di ruang publik.

Orang mau makan daging babi, silakan. Namun, jika kemudian diimbau dan dikaitkan dengan hari suci keagamaan umat Islam dan diucapkan di ruang-ruang publik, otak sekulerpun tidak bisa menerima.

Saran saya, hindari hal-hal berbau SARA. Hindari! Maanfaatnya apa, hanya gara-gara kalimat Bipang Ambawang dari Kalimantan, Presiden Jokowi dihujat sana-sini. Banyak mudhorotnya daripada manfaatnya.

Presiden Jokowi tidak salah. Yang salah adalah orang atau gerombolan orang konyol yang menyiapkan teks pidato kenegaraan tersebut.




Menjadi pejabat negara itu yang tahu diri, bisa menempatkan diri, dan punya rasa malu. Kalau tidak mampu, ya mundur, publik sudah muak.

Kasihan Presiden Jokowi, pembantunya banyak yang tidak mampu bekerja profesional, hanya memanfaatkan kekuasaan untuk kepentingan pribadi.

Tidak perlu bicara terminologi keagamaan di ruang-ruang publik, hanya akan menimbulkan ketersinggungan banyak pihak, lebih-lebih dikaitkan dengan hari suci keagamaan.

Bedakan antara kehidupan keagamaan dan hidup berbangsa dan bernegara.

Presiden Jokowi tidak salah. Yang salah adalah orang atau gerombolan orang konyol yang menyiapkan teks pidato kenegaraan tersebut.

Kalau dilihat lebih jauh, ada hal mendasar yang memberi peluang kesalahan semacam itu terus saja terjadi, yaitu Pemerintah terlalu jauh mengurusi kehidupan keagamaan rakyat Indonesia. Itu bukan domain negara/pemerintah.

Domain negara/pemerintah adalah menjaga kerukunan kehidupan keagamaan rakyat Indonesia. Dalam hal ini nilai Pemerintah masih buruk, jauh dari kata sukses. Pemerintah malas menginvestasikan pikiran, tenaga, upaya dan anggaran yang sifatnya sustainable untuk menciptakan suasana rukun antar umat beragama, dan selalu tekun menjaganya.

Ngono yo ngono ning mbok yo ojo ngono. Filosofi Jawa sarat dengan makna.

Pilih jenang apa jeneng, jelas sudah dilupakan.

Bagi saya pribadi, Bung Karno adalah presiden terbaik di republik ini. Bung Karno sangat konsisten, tekun dan gigih memperjuangkan nasib rakyatnya. Presiden seumur hidup, pemimpin besar revolusi, panglima tertinggi angkatan perang, dan proklamator kemerdekaan Indonesia. Saat diusir Rezim Orba dari Istana Negara, hanya membawa satu koper yang isinya baju. Pejuang sejati tanpa pamrih pribadi. Rame ing gawe sepi ing pamrih. Jika mengingat Bung Karno, saya malu melihat perilaku pejabat Indonesia saat ini. Prestasi nihil, rakusnya luar biasa. Sepi ing gawe rame ing pamrih.

*Akademisi Universitas Gadjah Mada


Baca juga: Polemik Babi Panggang Jokowi, Bipang Ada Terbuat dari Beras, Ketan




Berita terkait
Jokowi Dorong Perencanaan yang Adaptif dan Manfaatkan Iptek
Pandemi Covid-19 memberikan pelajaran yang luar biasa dalam perencanaan pembangunan nasional
Ketika Presiden Jokowi Acungkan Dua Jempol untuk Tri Rismaharini
Jokowi mengacungkan dua jempol untuk Menteri Sosial Tri Rismaharini ketika jadi Wali Kota Surabaya wujudkan Pengolah Sampah menjadi Energi listrik.
Opini: Bipang Ambawang
Saya yakin Jokowi tidak tahu Bipang Ambawang itu babi panggang. Kalau tahu, ia pasti tidak pidato seperti itu. Orang di sekitarnya yang jahat.
0
Tinjau Lapak Hewan Kurban, Pj Gubernur Banten: Hewan Kurban yang Dijual Dipastikan Sehat
Penjabat (Pj) Gubernur Banten Al Muktabar meninjau secara langsung lapak penjualan hewan kurban milik warga di Kawasan Puspiptek.