Omnibus Law, Prinsip Rule of Law Hancurkan Berbagai Negara

Luthfi Yazid mengungkapkan sederet polemik yang menyertai pengesahan Omnibus Law Undang-Undang (UU) Cipta Kerja (Ciptaker).
Polisi menembakkan gas air mata ke arah massa pendemo tolak Omnibus Law UU Cipta Kerja di Magelang, Jumat, 9 Oktober 2020. (Foto: Tagar/Solikhah Ambar Pratiwi)

Jakarta - Pakar hukum pidana sekaligus Vice President Kongres Advokat Indonesia (KAI) dan Managing Partner Jakarta International Law Office (JILO), TM Luthfi Yazid mengungkapkan sederet polemik yang menyertai pengesahan Omnibus Law Undang-Undang (UU) Cipta Kerja (Ciptaker).

"Saat ini di masyarakat, ada semacam social distrust kepada parlemen maupun pemerintah, dan apabila dibiarkan maka ini akan sangat berbahaya bagi kelangsungan hidup bernegara dan berbangsa (sustainability)," ujar Luthfi dalam keterangannya seperti dikutip Tagar, Sabtu, 10 Oktober 2020.

Deficit kepemimpinan, kelangkaan kepemimpinan dan teladan. Anggota DPR saling berkelit, begitu juga pemerintah

Dia menegaskan, seharusnya pemerintah dapat menjadikan prinsip Rule of Law sebuah pembelajaran, di mana negara-negara yang menerapkan hal itu menjadi hancur.

"Pengalaman ambruknya berbagai negara di belahan dunia lain karena tidak menerapkan Rule of Law secara genuine hendaknya menjadi pelajaran berharga," ucap dia.

Peneliti dan pengajar di Faculty of Law abd Economics, University of Gakushuin, Tokyo pada 2010-2011 ini melanjutkan, yang lebih tragis lagi, saat ini Indonesia bukan hanya mengalami scarcity of natural resources atau kelangkaan sumber daya alam, namun juga mengalami scarcity of leadership.

"Deficit kepemimpinan, kelangkaan kepemimpinan dan teladan. Anggota DPR saling berkelit, begitu juga pemerintah," ujarnya.

Diketahui, DPR RI mengesahkan UU Ciptaker dalam rapat paripurna pada Senin, 5 Oktober 2020 lalu. Keputusan diambil berdasarkan suara terbanyak atau dalam hal ini partai.

Adapun partai yang menyetujui di antaranya, PDI Perjuangan (PDIP), Gerindra, Partai Golkar, Partai NasDem, Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), dan Partai Amanat Nasional (PAN).

Sementara partai politik yang menolak Omnibus Law RUU Cipta Kerja adalah Partai Demokrat dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS).

Pengesahan itu menyebabkan masyarakat berunjuk rasa dan melalukan penolakan di sejumlah daerah pada Kamis, 8 Oktober 2020. Aksi turun ke jalan ini merupakan rangkaian mogok nasional dan protes yang dilakukan kelompok buruh hingga mahasiswa dan pelajar. []

Berita terkait
Arteria Dahlan Terganggu Soal Isu Cipta Kerja Tak Transparan
Arteria Dahlan menyatakan kesedihan serta kekecewaannya terhadap hoaks atau berita bohong yang berkembang di masyarakat terkait isi UU Cipta Kerja.
Luruskan Isi UU Cipta Kerja, Jokowi: Tak Benar Amdal Dihapus
Jokowi menegaskan bahwa izin analisis dampak lingkungan (amdal) tidak dihapus dan tetap ada dalam Omnibus Law Undang-Undang (UU) Cipta Kerja.
Jokowi Tegaskan UU Cipta Kerja Dibutuhkan di Indonesia
Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebut UU Cipta Kerja dibutuhkan untuk memudahkan korporasi baru dan juga upaya mencegah korupsi
0
Video Jokowi 'Menghadap' Megawati Sangat Tidak Elok Dipertontonkan
Tontonan video Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) yang sedang bertemu dengan Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarno Putri, sangat tidak elok.