Jakarta - Pakar hukum pidana sekaligus Vice President Kongres Advokat Indonesia (KAI) dan Managing Partner Jakarta International Law Office (JILO), TM Luthfi Yazid mengungkapkan sederet polemik yang menyertai pengesahan Omnibus Law Undang-Undang (UU) Cipta Kerja (Ciptaker).
"Saat ini di masyarakat, ada semacam social distrust kepada parlemen maupun pemerintah, dan apabila dibiarkan maka ini akan sangat berbahaya bagi kelangsungan hidup bernegara dan berbangsa (sustainability)," ujar Luthfi dalam keterangannya seperti dikutip Tagar, Sabtu, 10 Oktober 2020.
Deficit kepemimpinan, kelangkaan kepemimpinan dan teladan. Anggota DPR saling berkelit, begitu juga pemerintah
Dia menegaskan, seharusnya pemerintah dapat menjadikan prinsip Rule of Law sebuah pembelajaran, di mana negara-negara yang menerapkan hal itu menjadi hancur.
"Pengalaman ambruknya berbagai negara di belahan dunia lain karena tidak menerapkan Rule of Law secara genuine hendaknya menjadi pelajaran berharga," ucap dia.
Peneliti dan pengajar di Faculty of Law abd Economics, University of Gakushuin, Tokyo pada 2010-2011 ini melanjutkan, yang lebih tragis lagi, saat ini Indonesia bukan hanya mengalami scarcity of natural resources atau kelangkaan sumber daya alam, namun juga mengalami scarcity of leadership.
"Deficit kepemimpinan, kelangkaan kepemimpinan dan teladan. Anggota DPR saling berkelit, begitu juga pemerintah," ujarnya.
Diketahui, DPR RI mengesahkan UU Ciptaker dalam rapat paripurna pada Senin, 5 Oktober 2020 lalu. Keputusan diambil berdasarkan suara terbanyak atau dalam hal ini partai.
Adapun partai yang menyetujui di antaranya, PDI Perjuangan (PDIP), Gerindra, Partai Golkar, Partai NasDem, Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), dan Partai Amanat Nasional (PAN).
Sementara partai politik yang menolak Omnibus Law RUU Cipta Kerja adalah Partai Demokrat dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
- Baca juga: Beda Cara Pembuatan Omnibus Law di Indonesia dan Negara Lain
- Baca juga: Pakar Hukum: Omnibus Law Warisan Jokowi Membawa Petaka
Pengesahan itu menyebabkan masyarakat berunjuk rasa dan melalukan penolakan di sejumlah daerah pada Kamis, 8 Oktober 2020. Aksi turun ke jalan ini merupakan rangkaian mogok nasional dan protes yang dilakukan kelompok buruh hingga mahasiswa dan pelajar. []