Jakarta - Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menyebutkan Omnibus Law Rancangan Undang-undang (RUU) Cipta Kerja bakal menghapus pesangon untuk para pekerja. RUU itu sebelumnya bernama Cipta Lapangan Kerja, kerap disingkat 'Cilaka'.
"Dalam draf RUU Cipta Kerja menghapus pasal 59 UU 13 tahun 2003, yakni mengenai perjanjian kerja untuk waktu tertentu. Dengan demikian kerja kontrak bisa diterapkan di semua jenis pekerjaan," kata Said di Ballroom Hotel Mega Proklamasi, Menteng, Jakarta Pusat, Minggu, 16 Februari 2020, dikutip dari Antara.
Bisa dengan mudah dilakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) dengan alasan habis kontrak.
Dia mengemukakan dalam draf RUU tersebut juga disebutkan tidak ada batasan waktu sehingga kontrak kerja bisa dilakukan seumur hidup sehingga pekerja tetap akan semakin langka.
"Karena statusnya kontrak kerja, bisa dengan mudah dilakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) dengan alasan habis kontrak dan kemungkinan tidak ada lagi pesangon, karena pesangon hanya untuk pekerja tetap," ujarnya.
Selain itu, kata dia, pengusaha dengan mudah melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dengan alasan selesainya suatu pekerjaan.
"Akibatnya, pengusaha bisa gampang melakukan PHK dengan atau efisiensi karena order atau pekerjaannya sudah habis. Sedangkan bagi pekerja kontrak yang di PHK karena selesainya suatu pekerjaan, padahal masa kontraknya belum berakhir, tidak lagi mendapatkan hak sesuai dengan sisa kontraknya. Tetapi hanya mendapatkan kompensasi," katanya.
Penyandang predikat tokoh buruh terbaik dunia dari The Febe Elisabeth Velasquez Award --serikat pekerja asal Belanda dari 200 kandidat buruh lainnya di dunia-- menegaskan bahwa kompensasi hanya diberikan kepada pekerja yang memiliki masa kerja paling sedikit satu tahun. Hal itu, kata Iqbal, akan mendorong perusahaan untuk mempekerjakan pekerja kontrak kurang dari satu tahun.
"Pilihan enam hari kerja dan tujuh hari kerja dihapus, sehingga memungkinkan pengusaha untuk mengatur jam kerja secara fleksibel," kata anggota tim perumus Undang-Undang No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan Undang-Undang No 2 Tahun 2004 tentang Pengaduan Perburuhan itu.
Hal itu, kata dia, dikarenakan dalam draf RUU tersebut hanya disebutkan waktu kerja paling lama delapan jam dalam satu hari dan 40 jam dalam satu pekan.
"RUU ini membuka kemungkinan pekerja dipekerjakan tanpa batasan waktu yang jelas, sehingga kelebihan jam kerja setelah sehari bekerja delapan jam tidak dihitung lembur," ujar Iqbal, yang pada 2013 berhasil terpilih sebagai
Sebab itu, KSPI menolak RUU Cipta Kerja karena dianggap merugikan buruh. KSPI juga akan melakukan aksi besar-besaran selama draf RUU tersebut dibahas DPR. "Aksi ini tidak hanya di Jakarta, tetapi juga di daerah," tutur salah satu pengurus pusat Organisasi Buruh Internasional (ILO) di bawah naungan Perserikatan Bangsa-Bangsa, (ILO Governing Body-United Nation) tersebut.