Ombudsman Kaji Kemungkinan Maladministrasi Pupuk Bersubsidi

Ombudsman Republik Indonesia saat ini sedang mengkaji kebijakan dan potensi terjadinya Maladmistrasi dalam tata kelola pupuk bersubsidi.
Yeka Hendra Fatika dalam webinar Potensi Maladministrasi Dalam Tata Kelola Pupuk Bersubsidi. (Foto: Tagar/Eka)

Jakarta – Ombudsman Republik Indonesia saat ini sedang mengkaji kebijakan dan potensi terjadinya Maladmistrasi dalam tata kelola pupuk bersubsidi yang memakan dana sekitar Rp 25 sampai Rp 35 triliun pertahun.

Investigasi ini dilakukan karena diketahui dalam beberapa tahun terakhir, kinerja produksi dalam lingkup pertanian di Indonesia tidak mengalami perbaikan yang signifikan.

Dalam risetnya, Ombudsman memandang bahwa potensi Maladiminstrasi ini terjadi atas 4 polemik. Pertama, pendataan petani atau kelompok tani tidak terdaftar dalam E-RDKK dan data tidak akurat.


Perbaikan data harus menjadi fokus kita bagaimana harus dilihat agar database ini semakin kedepan dan lebih baik lagi dan tentu pertimbangannya adalah mampu memudahkan para petani.


Kedua, adanya potensi perbedaan standar minimum bahan baku Pupuk Bersubsidi dan Non Subsidi. Ketiga, penyaluran Pupuk Bersubsidi tidak sesuai dengan prinsip 6T (jenis, jumlah, harga, tempat, waktu, dan mutu).

Keempat, pengawasan pupuk bersubsidi oleh Komisi Pengawasan Pupuk dan Prestisida (KPPP) di tingkat Pusat/Provinsi/Kab/Kota tidak berjalan maksimal.

Berdasarkan hal ini, Ombudsman termotivasi untuk turun tangan dalam mengkaji dan membantu pihak terkait dalam memberikan saran dan rekomendasi sebagai upaya pencegahan Maladministrasi sekaligus perbaikan sistem ke depannya.

“Jika seandainya program itu semakin besar dan anggaran yang dikeluarkan pemerintah sebagai bentuk perhatian negara kepada pemerintah ini cukup besar, akan tetapi profil petaninya ternyata semakin miskin. Maka, pertanyaannya adalah siapa yang diuntungkan dari kebijakan pupuk bersubsidi ini?,” kata Anggota Ombudsman Republik Indonesia Yeka Hendra Fatika dalam webinar “Potensi Maladministrasi Dalam Tata Kelola Pupuk Bersubsidi” pada Jumat, 24 September 2021.

Dalam webinar tersebut, Ombudsman mengajak para pelaku usahatani, penyalur kios, distributor, pengamat, hingga tokoh penting lainnya untuk melakukan diskusi bersama guna memberikan pengalaman, saran, serta kritikan yang nantikan akan Ombudsman tampung dan investigasi lebih lanjut.

Meski menghasilkan dua kubu yang berbeda, beragam tanggapan dan kritik yang berhasil dilontarkan oleh para pembicara pada akhirnya mengerucut pada permasalahan pendataan dan penyaluran pupuk Bersubsidi.

“Perbaikan data harus menjadi fokus kita. Bagaimana harus dilihat agar database ini semakin kedepan dan lebih baik lagi, dan tentu, pertimbangannya adalah mampu memudahkan para petani, terutama bagi petani yang tidak bisa menunjukkan KTP,” ujarnya.

Selain data, Yeka juga menjelaskan bahwa penyaluran pupuk merupakan polemik yang juga perlu diperhatikan.

“Pada intinya, masukan dan harapan dari pembicara-pembicara yang hadir disini sebetulnya mengacu pada kepada siapa kebijakan subsidi itu ditunjukkan? Apakah ditunjukkan untuk meningkatkan hasil produksi atau membantu para petani?,” ujar Yeka.

Anggota Ombudsman ini menjelaskan bahwa masukan tersebut merupakan poin penting yang perlu digaris bawahi. Hal ini harus dikaji lebih dalam karena pada dasarnya indikator dalam meningkatkan hasil produksi dan membatu para petani itu berbeda.

“Lalu, negara sanggupnya seperti apa? seperti kita tahu negara memiliki keterbatasan. Oleh karenanya, negara memiliki skema subsidi seperti ini. Dua hal ini yang nanti akan kita turunkan, sehingga nanti kebijakan subsidi ini perlu dipotret dengan apa yang telah terjadi di masa lalu dan sekarang,” katanya.

(Eka Cahyani)

Berita terkait
Ombudsman RI Buka Dialog Publik Pupuk Bersubsidi
Pokok permasalahan terkait pupuk subsidi ialah pendistribusian pupuk subsidi yang belum optimal dan merata.
Ombudsman Lakukan Penilaian di Kementerian ATR/BPN
Ombudsman sebagai pengawas penyelenggaraan pelayanan publik melakukan penilaian di lingkungan Kementerian ATR/BPN guna meningkatkan kualitas.
Ombudsman Apresiasi Program Electrifying Marine PLN
Ombudsman Republik Indonesia mengapresiasi program Electrifying Marine PLN melalui pembangunan ALMA di pelabuhan dan dermaga Indonesia.