Ombudsman: Indonesia Tak Serius Berantas Korupsi

Ombudsman menilai wacana hukuman mati bagi koruptor hanya sebatas wacana dan membuktikan Indonesia belum serius untuk memberantas korupsi.
Kepala Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Provinsi Sumatera Utara, Abyadi Siregar. (Foto: Tagar/Reza Pahlevi)

Pematangsiantar - Kepala Ombudsman Perwakilan Sumatera Utara, Abyadi Siregar menyebut, wacana hukuman mati terhadap para koruptor membuktikan Indonesia belum serius untuk memberantas korupsi.

Hal itu dia sampaikan sekaitan dengan Hari Anti Korupsi se-Dunia yang jatuh pada 9 Desember 2019.

"Wacana seperti itu sudah ada sedari dulu dan membuktikan Indonesia tidak serius memberantas korupsi," ungkap Abyadi Siregar, dimintai pendapatnya melalui sambungan telepon seluler, Senin 9 Desember 2019.

Abyadi mengatakan, wacana hukum mati kepada para koruptor, justru akan menjerat pembuat kebijakan. Rendahnya integritas dan proses politik memilih pemimpin adalah faktor lemahnya pemberantasan korupsi.

"Hukuman malah tidak menjamin seseorang tidak korupsi. Karena banyak orang tidak menyadari telah melakukan tindakan korupsi. Baik eksekutif, legislatif, dan yudikatif semua terjerat korupsi. Pemilihan kepala daerah juga tidak lepas dari tindakan korupsi. Baik secara identitas, kekuasaan, dan politik uang," sebutnya.

Sebagai salah satu provinsi terkorup, Sumatera Utara ungkap Abiyadi, sudah selayaknya pencegahan korupsi terus diperbaiki guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Penindakan tegas kepada para koruptor pun tak hanya sebatas wacana.

Selain itu, peran kontrol sosial dari masyarakat amatlah penting untuk memerangi tindak korupsi. Abyadi mengatakan, pengawasan dapat dilakukan dengan melaporkan temuan praktik korupsi kepada pihak yang berwajib.

Politik uang tentu akan merugikan masyarakat dengan terpilihnya pemimpin yang berpotensi melakukan tindakan korup

"Sesuai arahan Presiden masyarakat dapat melapor. Ketika laporan tidak ditindak lanjut pertanyakan. Jika para penegak hukum tidak melayani, laporkan karena itu melanggar peraturan. Selain itu hindari memilih pemimpin karena ingin mendapat keuntungan semata," paparnya.

Sumatera Utara menjadi provinsi paling korup di Indonesia berdasarkan penelitian Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) per April 2019, bersama Aceh, Riau, Papua, Papua Barat, dan Banten.

Direktur Fitra Sumatera Utara Rurita Ningrum menyampaikan, momentum Hari Anti Korupsi 2019 untuk melakukan evaluasi dan menanamkan integritas. 

Adanya OTT KPK terhadap Wali Kota Medan beberapa waktu lalu menambah deretan panjang jejak korupsi di Sumatera Utara.

"Pola korupsi ini harus diakhiri dengan integritas penyelenggara negara dan masyarakatnya, semoga korupsi tidak menjadi budaya Sumatera Utara," ungkap Rurita.

Ketua KPU Kota Pematangsiantar, Daniel Sibarani mengungkapkan, berdasarkan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU), KPU mengimbau partai politik lebih mengutamakan yang bukan dari mantan tindak pidana korupsi sebagai calon kepala daerah dalam Pilkada 2020. 

Imbauan itu kata dia, sebagai bagian dari upaya KPU mencegah tindak pidana korupsi.

"Politik uang tentu akan merugikan masyarakat dengan terpilihnya pemimpin yang berpotensi melakukan tindakan korup. Karenanya KPU selalu melakukan sosialisasi pentingnya memilih pemimpin yang terbaik," sebut Daniel. []

Berita terkait
Hari Antikorupsi, PKS: Jokowi Utang Perpu KPK
Di Hari Antikorupsi Sedunia, politikus PKS Mardani Ali Sera menilai Presiden Jokowi memiliki utang yang belum dibayar yaitu penerbitan Perpu KPK.
Fakta-fakta Berkaitan Korupsi di Indonesia
Fakta-fakta berkaitan korupsi di Indonesia, termasuk indeks persepsi korupsi Indonesia, indeks perilaku anti-korupsi, dan sektor terkorup.
Jokowi: Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme Tidak Boleh
Presiden Joko Widodo (Jokowi) menekankan bahwa korupsi, kolusi, dan nepotisem (KKN) tidak boleh, karena melanggar hukum.
0
Hasil Pertemuan AHY dan Surya Paloh di Nasdem Tower
AHY atau Agus Harimurti Yudhoyono mengaku sudah tiga kali ke Nasdem Tower kantor Surya Paloh. Kesepakatan apa dicapai di pertemuan ketiga mereka.