Oknum KPU Intimidasi Balon DPD, Masih Becik Tur Nyenengke?

Bahkan dengan nada tinggi ia meminta warga Rembang dan Pati datang ke Kantor KPU Jateng untuk membuktikan dukungan Awigra, “Itu urusan kamu! Kalau perlu petani-petani temui saya!" ujarnya menirukan ucapan Hakim Junaedi.
Suasana penerimaan dan pemeriksaan bukti dukungan balon DPD RI Jateng di Kantor KPU Jateng belum lama ini. Di proses tersebut, salah satu balon DPD, Awigra mengaku mendapat intimidasi dari oknum komisioner KPU Jateng (Agus)

Semarang (Tagar 1/5/2018) - Slogan penyelenggaraan pemilu di Jawa Tengah (Jateng) 'Becik tur Nyenengke' atau dalam bahasa Indonesia berarti 'Baik dan Menyenangkan' belum sesuai harapan. Setidaknya hal tersebut dirasakan oleh Awigra, salah satu bakal calon (balon) anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI wilayah Jateng.

Awigra mengaku mendapat intimidasi dari oknum komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Jateng, M Hakim Junaedi, saat penelitian bukti dukungan sebagai syarat pendaftaran balon anggota DPD, Sabtu (28/4). Lewat siaran pers yang disampaikan Tim Kaukus Hijau Nasional, selaku kuasa hukum Awigra, intimidasi Hakim Junaedi disebut berupa perlakuan tidak menyenangkan.  

"Kami menyesalkan tindakan tidak menyenangkan yang dilakukan Hakim Junaedi saat proses pemeriksaan syarat dukungan pencalonan perseorangan anggota DPD calon peserta pemilu tahun 2019 pada hari Sabtu, 28 April 2018," beber Ketua Tim Kaukus Hijau Nasional, Haris Azhar, Selasa (1/5).

Azhar menuturkan dalam proses penyerahan syarat dukungan di Kantor KPU Jateng, Awigra bersama relawan bertemu dengan Hakim Junaedi untuk melakukan koordinasi pengecekan berkas syarat dukungan. "Sebelumnya Awigra  berhasil mencantumkan lebih dari 5.000 dukungan KTP ke dalam sistem online KPU," ujar dia.

Namun, lanjut Azhar, saat Hakim Junaedi melihat berkas tersebut, tanpa alasan yang jelas ia melarang petugas verifikasi melakukan pemeriksaan berkas Awigra dan menyatakan bahwa pencalonan ditolak. "Menyatakan ditolak secara sepihak tanpa ada rapat komisioner dahulu," katanya.

Tak hanya itu, Hakim Junaedi menyatakan bahwa syarat dukungan yang dikumpulkan Awigra, khususnya dari Pati dan Rembang adalah bohong.
“Saudara Hakim menuduh bahwa dukungan warga Kabupaten Rembang dan Kabupaten Pati untuk saya adalah bohong, tanpa mencek dan mengkonfirmasi kepada warga yang namanya tercatat dalam daftar tersebut," timpal Awigra.

Menantang dan Gebrak Meja
Bahkan dengan nada tinggi ia meminta warga Rembang dan Pati datang ke Kantor KPU Jateng untuk membuktikan dukungan Awigra, “Itu urusan kamu! Kalau perlu petani-petani temui saya!" ujarnya menirukan ucapan Hakim Junaedi.

“Jelas pernyataan tidak berdasarkan fakta dan merupakan pelecehan karena belum ada pengecekan dan konfirmasi dari Hakim Junaedi," sambung Azhar.

Perilaku tidak pantas juga ditunjukkan Hakim Junaedi dengan menggebrak meja. Akibatnya relawan Awigra menjadi syok ketika tengah merapikan dokumen untuk pengecekan syarat dukungan.

Adanya tindakan tidak menyenangkan yang mengancam hak konstitusional warga negara Indonesia tersebut, Awigra telah mengirimkan surat keberatan kepada Ketua KPU Jateng, Joko Purnomo. "Jika dalam 1 x 24 jam surat tersebut tidak mendapatkan konfirmasi, maka kami akan melaporkan Hakim Junaedi ke Ombudsman RI Perwakilan Jawa Tengah," tegas Azhar.

Ketua KPU Jateng Joko Purnomo mengakui sudah menerima surat keberatan dari pihak Awigra. "Surat sudah kami jawab terkait dengan permohonan perpanjangan waktu, sudah diurus sekretariat," kata dia.

Mengenai rencana Awigra melapor ke Ombudsman, Joko menyerahkan sepenuhnya kepada yang bersangkutan. "Terkait dengan laporan ke Ombudsman, itu hak Pak Awigra, saya tidak bisa mengomentari," ujarnya.
Pun demikian, dia tidak bisa mengomentari tudingan perbuatan yang dialamatkan ke koleganya. "Saya tidak berkomentar karena tidak tahu," imbuhnya.

Sementara itu, hingga berita ini ditulis belum ada tanggapan dari Hakim Junaedi atas tuduhan Awigra. (ags)


Berita terkait
0
Pemimpin G7 Janjikan Dana Infrastruktur Ketahanan Iklim
Para pemimpin dunia menjanjikan 600 miliar dolar untuk membangun "infrastruktur ketahanan iklim" perang Ukraina juga menjadi agenda utama