Novel Bagian Tiga : Kebas

Dame John Hutapea merapikan dasi bermotif kotak ungu di depan cermin. Rambutnya yang gondrong ia sisir klimis ke belakang --- Novel Kebas bagian 3.
Ilustrasi Novel Kebas Bagian 3. (Foto: Tagar/Pexels/Kaique Rocha)

Kebas

Ditulis oleh Siti Afifiyah*


"Angin berembus tidak untuk menggoyangkan pepohonan, melainkan untuk menguji kekuatan akarnya." – Ali bin Abi Thalib


*Genre: crime, thriller, mystery


Satu | Dua | Tiga | Empat | Lima | Enam | Tujuh | Delapan | Sembilan | Sepuluh | Sebelas | Dua Belas


TIGA

Dame John Hutapea merapikan dasi bermotif kotak ungu di depan cermin. Rambutnya yang gondrong ia sisir klimis ke belakang. Saat matanya menyapu bagian perut, ia merasa sangat terganggu. Masih agak buncit. Aku harus olahraga lebih keras lagi, pikirnya.

Laki-laki berusia lima puluhan itu mengecek jam tangan. Pukul 06.32. Jam tujuh ia akan kedatangan tamu. Roy Martius. Pengusaha sawit yang sedang digugat serikat pekerja karena sudah enam bulan tidak membayarkan gaji buruh

Pengacara yang memegang prinsip kebenaran adalah ilusi itu sebenarnya tidak terlalu bersemangat membela kasus Roy Martius. Tapi pengusaha sawit itu uangnya banyak. Ia akan rela membayarnya dengan mahal. Dan ia juga akan rela tidak membayarkan gaji buruhnya. 

Selain itu, Roy Martius punya jaringan kuat di kalangan pemerintah. Banyak keuntungan membelanya. 

Yang membuat Dame John kurang bersemangat, kasus Roy Martius itu tidak masuk berita utama. Ya ada satu dua yang menulisnya. Media lokal di Sumatera. Kasus yang tidak bergaung secara nasional.

Dame John menyambar jas berwarna kuning yang tersampir di senderan kursi, memakainya sambil berjalan ke ruang tamu. Ruangan dengan furniture modern yang terawat. 

Ia tinggal sendiri di rumahnya ini. Di kawasan Pondok Indah yang disebut-sebut Beverly Hills-nya Jakarta. Tiga anaknya sedang sekolah di luar negeri. Satu di Amerika, satu di Inggris, satu lagi di Perancis. Istrinya tinggal di rumah yang lain. Istrinya marah karena Dame John melakukan sesuatu yang menyakitinya. Yaitu meniduri pembantunya sampai hamil.

Dame John tidak terlalu risau dengan semua itu. Ia pecinta kebebasan. Ia menyukai popularitas. Punya acara teve sendiri. Suka flexing, pamer mobil mewah di Instagram. Ia senang menjadi berita. Walaupun berita itu isinya tentang gosip kedekatannya dengan perempuan-perempuan cantik.

Istrinya tidak meminta cerai karena masih tergantung kepadanya secara finansial. Baginya, Dame John adalah ATM berjalan. Sementara bagi Dame John, itu bukan masalah. Walaupun banyak berita negatif, ia masih bisa berkata bahwa keluarganya harmonis. Ia suka mengunggah foto keluarga di Instagram. Foto ia dan istrinya mengantar anaknya sekolah di luar negeri.

Sedangkan pembantunya yang hamil? Pembantunya itu pulang kampung. Ke sebuah desa di Sukabumi. Melahirkan bayi laki-laki di sana. Rumahnya magrong-magrong membuat tetangga iri. Dame John mengiriminya uang tiap bulan. Lebih dari cukup buat pembantunya yang kini mengelola usaha salon di kampung.

Sebenarnya Dame John tidak benar-benar sendiri di rumahnya ini. Ada Bungaran. Laki-laki kurus usia 60 tahun. Orang kepercayaannya. Mengurus kebutuhannya di rumah. Saat sore atau malam Dame John tidak membutuhkannya, Bungaran pulang ke keluarga. 

Di ruang tamu, saat Dame John memencet remote teve, bel rumah berbunyi. Sekilas dari jendela kaca besar, Dame John melihat Bungaran tergopoh-gopoh menuju halaman.

Dame John melihat dan mendengar sesuatu yang menarik minatnya dari siaran berita teve. Ia mengencangkan volumenya.

Seorang pemuda presenter memegang mik dan berkata, "Tadi jam 3 pagi seorang perempuan diduga membunuh suaminya. Perempuan dengan inisial CW yang kemudian diketahui adalah Cici Widjati. Sumber terpercaya kami di Polda mengatakan CW tidak mau didampingi pengacara. CW sendiri sedang menjalani pemeriksaan mengenai motif dugaan pembunuhan yang ia lakukan. Masih sedikit informasi tentang ini. Kami akan terus melaporkan perkembangan kasus ini."

Tampak gambar Cici Widjati digelandang polisi menuju tahanan di Polda Metro Jaya. 

Serta merta Dame John meraih ponselnya, menghubungi Ruth, sekretarisnya. "Kamu cari tahu segala hal tentang Cici Widjati. Kamu telepon Steven. Akan banyak yang menginginkan kasus ini."

Steven adalah orang yang ia tanam di Polda Metro. Apabila ada kasus yang menarik minatnya, ia akan menghubungi Steven.

Dame John menutup ponsel. Sekilas matanya melihat Roy Martius berdiri di samping sofa, seperti sedang menunggu dipersilakan duduk.

"Pak Roy hubungi sekretaris saya. Kita bahas di kantor. Maaf, saya harus pergi," Dame John menyambar kunci di meja kecil di sudut ruangan.

Roy Martius ternganga. Ia berjalan ke teras, melihat Dame John melesat dengan Lexus LC berwarna kuning menyala.


***


Banyak wartawan berkerumun di halaman Polda Metro. Seorang di antara mereka melihat kedatangan Dame John. "Pak Dame mau ambil kasus Cici Widjati?" serunya. 

"Saya belum bisa bicara apa-apa," Dame John tersenyum melambaikan tangan sambil terus bergegas.

Seorang petugas mengantar Dame John ke ruang tahanan Cici Widjati. Penampilan Dame John yang mencolok dengan dasi kotak ungu dan jas kuning menarik perhatian banyak orang yang dilintasinya.

Di balik jeruji besi, Dame John melihat Cici Widjati buru-buru bangkit dari posisi tidur saat melihat kedatangannya. Cici Widjati kemudian mengambil posisi duduk di tepi ranjang.

"Saya ingin bicara berdua saja," kata Dame John.

Petugas mengangguk, "Saya akan kunci dari luar."

Dame John menarik kursi dan melempar senyum kepada Cici. "Cici tahu saya siapa?"

"Ya, Pak Dame John. Pengacara terkenal. Saya mengikuti Instagram Bapak," kata Cici datar.

"Saya dengar Cici tidak mau didampingi pengacara. Apa benar?"

"Iya, Pak."

"Kenapa?"

"Saya tidak bersalah."

"Pengadilan tidak peduli Cici salah atau benar. Pengadilan melihat bukti. Sidik jari Cici ada di mana-mana termasuk di pisau yang dipakai membunuh."

Cici diam saja.

"Saya akan membela Cici. Mengurus semuanya sampai Cici bebas. Berkumpul lagi dengan anak-anak."

Cici agak menunduk ragu. "Saya tidak sanggup bayar."

"Pro bono. Cici tidak usah bayar. Gratis."

Cici merasa lega. Di akun Instagram Dame John, Cici tahu pengacara ini banyak membela orang susah yang sedang berhadapan dengan kasus hukum.

"Terima kasih, Pak. Saya mau dibela Bapak. Saya sangat menghargai apa pun yang Bapak usahakan untuk saya."

Dame John tersenyum lega sambil memperhatikan penampilan Cici yang tidak enak dipandang. Daster batik kusut seperti tiga hari tidak ganti. Seperti orang bangun tidur.

"Cici kamu tahu nggak?"

"Apa, Pak?"

"Usia kamu 27 tahun, tapi kamu seperti perempuan 45 tahun."

Cici tersenyum perih. Ingat segala kesusahan yang ia alami dalam hidup. Cobaan demi cobaan.

"Kamu cantik, Cici," kata Dame John membuat Cici tersipu malu. "Tapi jangan khawatir, sekretaris saya akan mengirim baju dan sepatu buat Cici. Tenang saja."

"Terima kasih, Pak Dame."

Dame John mencondongkan badan ke arah Cici. "Saya sudah membaca laporan polisi. Tapi saya ingin mendengar langsung dari Cici. Apa yang sebenarnya terjadi? Jangan takut. Saya tidak pernah menganggap orang yang saya bela adalah orang yang salah. Cici harus jujur. Saya pengacara adalah ayahmu, ibumu, sahabatmu. Jangan ada yang ditutupi."

Cici menghela napas pelan, "Saya juga bingung, Pak. Saya bangun tidur, keluar kamar, tahu-tahu orang itu tersungkur di lantai dengan pisau tertancap di punggung. Saya sangat takut. Dan tanpa sadar saya menjerit, membuat dua anak saya bangun. Saya tidak tahu waktu itu dia sudah mati atau belum. Tetangga yang mendengar jeritan saya, datang. Tetangga saya itu yang menghubungi polisi." 

"Surono itu suami kamu. Dia tidak tinggal serumah sama kamu?"

"Tidak, Pak. Sebulan lalu saya usir dia. Saya memang membencinya, Pak. Tapi saya tidak membunuhnya."

"Jangan katakan perasaanmu terhadap suami itu kepada siapa pun."

"Iya, Pak."

Dame John bangkit dari duduk, "Oke. Satu hal lagi. Jangan bicara dengan polisi atau pers, kecuali ada saya." 

"Iya, Pak." []


(Bersambung)


*Pemimpin Redaksi Tagar.id


Novel Kebas selengkapnya klik DI SINI







Berita terkait
Kisah Kesehatan Mental, Novel The Other Side Diadaptasi Jadi Film
Cerita dari Novel The Other Side sudah banyak menarik rumah produksi untuk mengangkatnya sebagai film layar lebar. Simak ulasannya.
Novelis Abdulrazak Gurnah Pemenang Nobel Sastra 2021
Novelis asal Tanzania, Abdulrazak Gurnah, berhasil meraih Hadiah Nobel Sastra 2021
Film Once Upon a Time in Hollywood, Diadaptasi Jadi Buku Novel
Film yang disutradarai oleh Quentin Tarantino, yakni Once Upon a Time in Hollywood akan diadaptasi menjadi sebuah novel.
0
Bestie, Cek Nih Cara Ganti Background Video Call WhatsApp
Baru-bari ini platform WhatsApp mengeluarkan fitur terbarunya. Kini Background video call WhatsApp bisa dilakukan dengan mudah.