Nasib Jutaan Pekerja Asing di Qatar Redup Saat Sorotan Tertuju pada Piala Dunia

Sorotan atas penyelenggaraan Piala Dunia telah ikut mendorong pengawasan terhadap jutaan pekerja asing di negara Teluk Arab itu
Qatar bergantung pada jutaan pekerja asing untuk mempersiapkan penyelenggaraan Piala Dunia FIFA Qatar 2022. (Foto: Dok/voaindonesia.com/AP/Hassan Ammar)

TAGAR.id, Doha, Qatar - Kelompok-kelompok hak asasi manusia (HAM) khawatir saat untuk mengatasi eksploitasi terhadap pekerja asing akan segera berlalu ketika Qatar bersiap menjadi tuan rumah Piala Dunia FIFA Qatar 2922 dalam beberapa hari mendatang di bulan November 2022.

Sorotan atas penyelenggaraan Piala Dunia telah ikut mendorong pengawasan terhadap jutaan pekerja asing di negara Teluk Arab yang membangun stadion dan infrastruktur canggih lainnya, suatu hal yang belum pernah terjadi sebelumnya. Selain menjadi pekerja konstruksi, para pekerja asing ini menjadi staf hotel dan petugas kebersihan selama acara olahraga terbesar di dunia itu.

Menghadapi kritik dunia internasional, Qatar telah melakukan sejumlah reformasi dalam beberapa tahun terakhir ini; termasuk mengubah sistem yang mengikat pekerja dan majikan mereka, serta upah minimum. Langkah ini dipuji PBB dan kelompok-kelompok HAM lainnya.

pekerja migran di qatarSeorang pekerja migran tertidur di bangku sebelum shift paginya pada Sabtu, 15 Oktober 2022, di depan Stadion Internasional Khalifa, stadion nasional dan tertua Qatar, yang akan menjadi tuan rumah pertandingan selama Piala Dunia FIFA 2022, di Doha, Qatar. (Foto: voaindonesia.com/AP Photo/Nariman El-Mofty)

Tetapi, para aktivis mengatakan masih banyak pelanggaran terjadi di salah satu negara dengan suhu terpanas di Bumi ini, antara lain upah yang tidak dibayar dan kondisi kerja yang berat. Para pekerja juga dilarang membentuk serikat pekerja atau melakukan mogok kerja, sehingga tidak memberi banyak jalan untuk menuntut keadilan.

Para aktivis juga khawatir dengan nasib para pekerja asing ini setelah turnamen selama satu bulan itu berakhir Desember nanti dan para pengusaha berpotensi memangkas gaji mereka.

Qatar memastikan akan tetap melakukan reformasi tenaga kerja setelah Piala Dunia berakhir. Para emir yang berkuasa mengecam balik kelompok-kelompok HAM yang mengabaikan perubahan yang telah dilakukan.

Sebagaimana negara-negara Teluk lainnya, Qatar bergantung pada jutaan pekerja asing yang kini merupakan mayoritas penduduk mereka dan hampir 95% dari angkatan kerja.

Qatar telah mengubah banyak sistem yang dikenal sebagai “kafala,” yang mengikat pekerja dengan majikan mereka, dan membuat pekerja hampir tidak mungkin berhenti atau berganti pekerjaan tanpa izin.

Tetapi kelompok-kelompok HAM mengatakan sebagian besar sistem itu masih bertahan dengan cara yang berbeda, atau sifatnya lebih informal.

Para pekerja asing seringkali masih harus membayar biaya rekrutmen yang sangat tinggi, membuat mereka sudah menanggung hutang bahkan sebelum tiba di negara itu untuk bekerja. Majikan juga masih diperkenankan membatalkan visa atau melaporkan mereka yang berhenti karena “melarikan diri,” suatu tindakan yang dikategorikan sebagai pelanggaran kriminal.

Equidem, satu kelompok hak-hak buruh yang berkantor di London, baru-baru ini mengeluarkan laporan panjang yang mendokumentasikan berbagai pelanggaran di lebih dari selusin hotel yang digunakan untuk Piala Dunia, di mana mereka mengatakan para pekerja dari Afrika dan Asia menghadapi pelecehan seksual, diskriminasi, pencurian gaji dan risiko kesehatan serta keselamatan yang tinggi.

Peneliti di Amnesty International yang berkantor di London, Ella Knight, mengatakan banyak petugas keamanan atau pekerja rumah tangga yang bekerja selama berbulan-bulan, atau bahkan bertahun-tahun, tanpa hari libur; meskipun undang-undang mengharuskan libur setidaknya satu hari per minggu. “Impunitas masih menjadi persoalan besar, sehingga majikan atau pemberi kerja tidak pernah dimintai pertanggungjawaban, atau tidak dihukum dengan cara-cara supaya pelanggaran serupa tidak terulang lagi,” ujarnya.

buruh bekerja di qatarBuruh bekerja di sebuah lokasi konstruksi di Doha 18 Juni 2012. Saat Qatar bersiap untuk menjadi tuan rumah turnamen sepak bola Piala Dunia 2022, dan mengucurkan miliaran dolar ke dalam program infrastruktur yang akan membutuhkan sejumlah besar pekerja asing, perlakuannya terhadap tenaga kerja migran menjadi sorotan internasional. Gambar diambil 18 Juni 2012. (Foto: voaindonesia.com/REUTERS/Stringer)

Aturan hukum di Qatar juga melarang pekerja membentuk serikat pekerja atau melangsungkan protes, dan pihak berwenang sangat membatasi akses media pada pekerja. Pada bulan Agustus lalu, polisi menahan setidaknya 60 pekerja yang mogok kerja karena upahnya tidak dibayar. Sementara pada tahun 2021 lalu, dua wartawan Norwegia ditangkap ketika melaporkan kasus pekerja migran.

Amnesty International dan kelompok-kelompok HAM lainnya sekarang mendesak badan sepak bola FIFA untuk menganggarkan dana 440 juta dolar AS atau setara dengan total hadiah uang turnamen – untuk untuk memberi kompensasi kepada pekerja. Permohonan ini didukung oleh beberapa federasi. Badan sepak bola global juga mengatakan terbuka untuk gagasan itu.

Qatar telah menyiapkan dana sendiri pada 2018 untuk memberi kompensasi kepada pekerja yang terluka dalam pekerjaan atau yang tidak dibayar, yang menurut Atase Media Qatar di Amerika Ali Al-Ansari telah membayar sekitar 270 juta dolar AS pada tahun kalender ini saja. Dia tidak berkomentar langsung tentang seruan untuk dana pemulihan yang lebih besar. (em/jm)/voaindonesia.com. []

Berita terkait
ILO Sebut Upah Tak Dibayar Dominasi Keluhan Pekerja Migran di Qatar
ILO mengungkapkan itu dalam sebuah laporannya yang disampaikan 19 hari menjelang dimulainya turnamen sepak bola Piala Dunia
0
Nasib Jutaan Pekerja Asing di Qatar Redup Saat Sorotan Tertuju pada Piala Dunia
Sorotan atas penyelenggaraan Piala Dunia telah ikut mendorong pengawasan terhadap jutaan pekerja asing di negara Teluk Arab itu