Jakarta, (Tagar 26/3/2019) - Pemerintah baru saja meresmikan Moda Raya Terpadu (MRT). Bahkan, tak lama lagi LRT akan dirilis juga oleh pemerintah.
Namun, dengan keberadaan MRT dan LRT apa akan berpengaruh dengan daya beli masyarakat? Apalagi ada mobil murah atau yang disebut dengan Low Cost Green Car (LCGC).
Melihat hal tersebut, menurut Pengamat Transportasi Azas Tigor Nainggolan, tidak ada hubungannya MRT terhadap daya jual LCGC.
"Laku sih laku (LCGC). Gak ada hubungannya antara MRT dengan LCGC. Gak ada hubungannya gitu loh," kata Azas Tigor saat dihubungi Tagar News, Senin (25/3) malam.
"Kalau saya melihat sih gini, belum tentu juga LCGC nya laku atau kurang laku. Tapi laku-laku biasa saja gitu," ucap dia.
Dia lebih menyoroti tarif MRT yang dinilai lebih mahal dari harga Transjakarta. Apabila melihat tarif MRT yang mahal, kemungkinan masyarakat akan beralih ke Transjakarta ataupun transportasi online.
"Tapi tarif MRT kan masih kemahalan tuh hitungannya dari Lebak Bulus ke Hotel Indonesia kan gitu loh. Mereka lebih milih naik online nanti. Jadi kalau dia memilih naik MRT, itu pun itu kalau dia butuh sekali. Misalnya mengejar waktu dia naik MRT. Kalau gak kalau masih ada peluang lain, dia pilihnya naik Transjakarta. Kalau dia mau buru-buru dia pilihnya naik online," ujarnya.
Dia berpandangan orang akan lebih tertarik dengan Transjakarta ketimbang MRT. Itu karena harganya lebih murah.
"Iya Transjakarta. Murah dan lebih panjang lagi kan," pungkasnya.
Sebelumnya, DPRD DKI Jakarta bersama Pemprov telah mengambil keputusan mengenai tarif rata-rata MRT. Tarif rata-rata MRT diputuskan Rp 8.500 per 10 kilometer sedangkan LRT Rp 5.000 per 10 kilometer.
Keputusan itu diambil berdasarkan rapat pimpinan gabungan eksekutif dan legislatif di Ruang Rapat Serba Guna Lantai III, Gedung Lama DPRD Provinsi DKI Jakarta, Senin (25/3).
"Kita ambil jalan tengah Rp 8.500 MRT dan 5.000 untuk LRT," kata Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetyo Edi Marsudi. []