Moeldoko Sebagai Cawapres, Ini Pendapat Enam Pengamat

Moeldoko sebagai cawapres, ini pendapat enam pengamat. Dari unsur Polri/TNI, elektabilitas Moeldoko di bawah Kapolri Tito.
Moeldoko Sebagai Cawapres, Ini Pendapat Enam Pengamat | Presiden Joko Widodo (kedua kanan) didampingi Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko (kanan) dan aktivis '98 mengepalkan tangan ketika menutup rembuk nasional aktivis '98 di JI Expo, Kemayoran, Jakarta, Sabtu (7/7/2018). Dalam rembuk nasional aktivis '98 yang diikuti puluhan ribu peserta tersebut Presiden mengimbau untuk menjaga persatuan dan kesatuan, terlebih menjelang perhelatan Pilpres 2019 yang membuat masyarakat da(Foto: Antara/Wahyu Putro A)

Jakarta, (Tagar 16/7/2018) - Hasil survei Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA dipublikasikan di Jakarta, Selasa (10/7) menyebutkan elektabilitas bakal cawapres yang disebut-sebut akan mendampingi Joko Widodo, dari Polri/TNI adalah Kapolri Jenderal Tito Karnavian 32,6 persen, KSP Jenderal TNI (Purn) Moeldoko 29 persen, dan Menko Polhukam Wiranto 25,7 persen.

Dukungan kepada Jenderal (Purn) TNI Moeldoko sebagai calon wakil presiden mendampingi Joko Widodo pada 2019 datang dari beberapa pihak. Di antaranya dari ormas Lindu Aji di Semarang, Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI), dan Relawan Jokowi Moeldoko Hebat (Jodoh).

Heru Supriyono Wakil Ketua Umum DPP Lindu Aji di Semarang dilansir Antara mengatakan, "Berdasarkan analisis kapasitas figur, dinamika dukungan masyarakat, dan kebutuhan kepemimpinan yang kuat untuk melanjutkan pembangunan lima tahun ke depan, kami mendukung Pak Moeldoko." 

Dipilihnya dukungan kepada Moeldoko sebagai cawapres mendampingi Jokowi, lanjut dia, merupakan keputusan tepat karena duet sipil dengan militer merupakan cerminan kepemimpinan yang kuat.

Sosok Moeldoko, kata dia, selama menapaki karier kemiliteran hingga menduduki pucuk pimpinan TNI sangat baik, dan tidak ditemukan catatan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) dan hukum.

Kemampuan Moedoko di luar kemiliteran juga sudah teruji, ditunjukkan kepemimpiannya di Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) hingga jabatannya sekarang sebagai Kepala Staf Kepresidenan.

"Presiden Jokowi kan sudah mengantongi lima nama cawapres untuk mendampinginya lima tahun mendatang. Kami berharap Pak Moeldoko yang akan akan mendampingi. Ini sikap dukungan kami," kata Heru.

Dalam kesempatan sama, Nanang Sekretaris Jenderal DPP Lindu Aji mengatakan ormas tersebut sudah memiliki cabang di 98 persen wilayah Jawa Tengah dengan jumlah keanggotaan mencapai 100 ribu anggota.

"Seluruh cabang Lindu Aji sudah diinstruksikan memperkuat dukungan ini. Belum lagi, elemen-elemen lainnya yang juga sepaham dengan sikap politik Lindu Aji mendukung Pak Moeldoko," tuturnya.

Nantinya, kata Nanang, Lindu Aji bersama sejumlah elemen lainnya bakal mendeklarasikan dukungan kepada Jokowi-Moeldoko untuk Pilpres 2019, yang sebelumnya sudah diawali di Jawa Barat.

"Kami akan menggandeng elemen-elemen lain di Jateng untuk mendukung duet Pak Jokowi-Pak Moeldoko. Ini sedang dirumuskan. Sebelum akhir Juli ini kami akan deklarasi bersama," katanya.

HKTI Dukung Moeldoko

Bambang Budi Waluyo Sekretaris Jenderal Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) menyatakan bahwa Dewan Pengurus HKTI mendukung ketua umumnya, Jenderal (Purn) Moeldoko sebagai calon wakil presiden mendampingi Joko Widodo pada Pilpres 2019.

Dukungan itu disampaikan saat HKTI pusat dan daerah mengadakan rapat koordinasi di Kota Bandung, Kamis (12/7).

"Kami bangga dan mengapresiasi unsur masyarakat, khususnya yang tergabung dalam HKTI, serta banyak pihak lain yang mengusung Pak Moeldoko menjadi cawapres untuk mendampingi Bapak Joko Widodo di Pilpres 2019," kata Budi Waluyo.

Ia mengatakan, deklarasi Moeldoko sebagai cawapres mendampingi Jokowi dilakukan untuk kepentingan kemandirian pertanian Indonesia, kesejahteraan petani dan ketahanan pangan nasional.

"Kami serahkan kepada masyarakat, HKTI akan mendukung dan menyukseskan apabila beliau (Moeldoko) dicalonkan menjadi cawapres mendampingi Bapak Joko Widodo," kata dia.

Nu'man Abdul Hakim Ketua HKTI Provinsi Jawa Barat menyebutkan ada sejumlah alasan pihaknya memutuskan untuk mendeklarasikan dukungan kepada Moeldoko sebagai cawapres mendampingi Joko Widodo di Pilpres 2019.

"Kalau ditanya apa alasan atau pertimbangan kami mendeklarasikan dukungan untuk Pak Moeldoko sebagai cawapres, itu ada dua alasan atau pertimbangan yakni dari aspek subjektif dan objektivitas," kata Nu'man.

Pertimbangan pertama ialah Moeldoko sebagai Ketua Umum HKTI memiliki semangat untuk menyejahterakan sektor pertanian dan petani di Indonesia sehingga bisa menjadi sektor andalan dalam negeri.

"Ini pentingnya bahwa komandan HKTI harus menjadi pendamping Pak Jokowi di Pilpres 2019," kata Nu'man.

Selain itu, lanjut dia, latar belakang Moeldoko sebagai purnawirawan TNI dan berbagai pengalamannya juga dinilai tepat atau menjadi nilai tambah sebagai cawapres untuk mendampingi Joko Widodo.

"Saat ini bisa kita lihat bagaimana guncangan terhadap NKRI ini, ada soal keretakan dan ideologi. Saya meyakini bahwa Jenderal Moeldoko tidak main-main dengan NKRI. Itu saya jamin kalau dia jadi wapres, soal NKRI harga mati," kata dia.

Ia menambahkan pertimbangan intelektual menjadi alasan lain mengapa Moeldoko dinilai pantas sebagai cawapres untuk Joko Widodo.

"Pak Moeldoko intelektualnya jelas teruji, beliau pernah jadi Gubernur Lemhannas. Kemudian, dia itu luar biasa, dia bukan hanya menemukan bibit unggul di bidang pertanian, tapi juga di sektor perikanan," kata dia.

Jokowi-Moeldoko Hebat

Ivan Pandapotan Ketua DPP Relawan Jokowi Moeldoko Hebat (Jodoh) mengatakan wacana memasangkan Joko Widodo dengan Moeldoko sebagai capres dan cawapres disambut baik masyarakat, dan deklarasi Jokowi-Moeldoko sudah dilakukan 4 Mei 2018 di Bandung.

"Saya masih ingat, usai deklarasi tanggal 4 Mei 2018, ada pemberitaan yang menulis ini deklarasi (Jokowi Moeldoko) di Bandung jangan-jangan cuma main-main saja," kata Ivan Pandapotan.

Ivan menyatakan respon positif memasangkan Jokowi-Moeldoko sebagai capres-cawapres tahun depan ialah berdasarkan hasil pengamatannya langsung ke masyarakat.

"Kami itu ada tim khusus yang ditugaskan untuk mengamati bagaimama respon masyarakat setelah kita mendeklarasikan dukungan untuk Jokowi Moeldoko dan hasilnya ternyata bagus," kata dia.

Deklarasi memasangkan Jokowi dengan Moeldoko di Bandung pada 4 Mei 2018, menurut dia, adalah untuk mengetahui sejauh mana respon publik terhadap gagasan tersebut.

"Tren memasangan Jokowi dengan Moeldoko makin hari mendekati pendaftaran capres cawapres tanggal 4 hingga 10 Agustus 2018 mendatang, itu makin positif," katanya.

Ivan mengatakan secara konstitusional, Jokowi dibatasi cuma dua periode untuk menjadi Presiden dan hasil kerja atau pembangunan Jokowi selama ini dinilai bagus.

"Nah pembangunan yang bagus ini harus dilanjutkan, kalau tidak dilanjutkan kan sayang. Jadi kami berpikir siapa yang pantas mendampingi dan melanjutkan keberhasilan Jokowi,dan kami menilai sosok Moeldoko lah yang cocok," kata dia.

Menurut dia, ada sejumlah keunggulan dari sosok Moeldoko di antaranya yang bersangkutan tidak terlibat kasus HAM, tidak terlibat korupsi, tidak terlibat kasus moral atau isu-isu murahan.

"Paling yang kurang dari Pak Moeldoko itu cuma satu, yakni orangnya jarang senyum," kata dia. 

Berikut pandangan lima pengamat tentang Moeldoko sebagai calon wakil presiden mendampingi Jokowi dalam Pilpres 2019.

1. Parpol Koalisi Dapat Menerima

Aji Al Farabi Peneliti dari Lingkaran Survei Indonesia Denny JA, menilai Kepala Staf Presiden Jenderal TNI Purn Moeldoko dapat diterima oleh partai-partai koalisi jika Joko Widodo memilihnya sebagai calon wakil presiden (cawapres).

"Moeldoko yang berlatar belakang militer dan pernah menduduki jabatan Panglima TNI adalah representasi profesional, sehingga tidak menghadapi resistensi dari partai-partai politik koalisi pendukung Jokowi," kata Aji Al Farabi ketika dihubungi melalui telepon selulernya, di Jakarta, Senin (16/7).

Menurut Aji, kelebihan Moeldoko adalah memiliki kedekatan dengan Presiden Joko Widodo dan saat ini mendapat kepercayaan untuk menduduki jabatan Kepala Staf Presiden (KSP), yang merupakan jabatan strategis di lingkungan Istana. 

"Jika dipilih sebagai cawapres, Moeldoko dapat mengimbangi kompetitor Jokowi pada pemilu presiden 2019," katanya.

Aji menjelaskan, kompetitor Joko Widodo pada pemilu presiden 2019 adalah Prabowo Subianto yang diusung oleh Partai Gerindra bersama partai politik mitra koalisinya. Letjen TNI (Purn) Prabowo Subianto berlatar belakang militer dan pernah menduduki jabatan sebagai Panglima Komando Strategis Angkatan Darat (Pangkostrad) atau mungkin Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo mantan Panglima TNI.

"Moeldoko yang berlatar militer dapat mengimbangi kompetitor Jokowi yang juga militer," katanya.

Ketika ditanya, jika Joko Widodo memilih Moeldoko sebagai cawapres, apakah elektoralnya akan naik secara signifikan? Menurut Aji, popularitas Moeldoko masih rendah, sehingga jika dipilih sebagai cawapres tidak meningkatkan elektabilitas capres Joko Widodo secara signifikan. 

"Moeldoko perlu melakukan pengenalan diri ke publik secara intensif untuk dapat meningkatkan popularitasnya," katanya.

Aji menilai Moeldoko lebih aman sebagai calon wakil presiden mendampingi Joko Widodo pada Pemilu Presiden 2019 karena lebih diterima oleh partai-partai koalisi.

Menurut Aji, Moeldoko yang berlatar belakang militer dan pernah menduduki jabatan Panglima TNI adalah representasi profesional sehingga tidak menghadapi resistensi dari partai-partai politik koalisi pendukung Joko Widodo.

Menurut Aji, kelebihan Moeldoko adalah memiliki kedekatan dengan Presiden RI Joko Widodo dan saat ini mendapat kepercayaan untuk menduduki jabatan Kepala Staf Presiden (KSP) yang merupakan jabatan strategis di lingkungan Istana.

"Jika dipilih sebagai cawapres, Moeldoko dapat mengimbangi kompetitor Jokowi pada Pemilu Presiden 2019," katanya.

Aji menjelaskan bahwa kompetitor Joko Widodo pada Pilpres 2019 adalah Letjen TNI (Purn) Prabowo Subianto yang berlatar belakang militer dan pernah menduduki jabatan sebagai Panglima Komando Strategis Angkatan Darat (Pangkostrad) atau mungkin Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo mantan Panglima TNI.

"Moeldoko yang berlatar militer dapat mengimbangun kompetitor Jokowi yang juga militer," katanya.

Ketika ditanya, jika Joko Widodo memilih Moeldoko sebagai cawapres apakah elektoralnya akan naik secara signifikan? Menurut Aji, popularitas Moeldoko masih rendah sehingga tidak meningkatkan elektabilitas capres Joko Widodo secara signifikan.

"Moeldoko perlu melakukan pengenalan diri ke publik secara intensif untuk dapat meningkatkan popularitasnya," katanya.

2. Memiliki Kekuatan di Militer

Pangi Syarwi Chaniago Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting menilai mantan panglima TNI Moeldoko masih memiliki kekuatan seperti jaringan di militer sehingga dapat menarik faksi-faksi purnawirawan di internal untuk mendukung Jokowi di Pemilu Presiden (Pilpres) 2019.

"Terutama mengamankan dan menarik faksi atau gerbong jenderal yang selama ini berseberangan terhadap Jokowi. Itu penting untuk menyolidkan dukungan di Pilpres 2019," kata Pangi di Jakarta, Senin.

Menurut dia, figur yang tegas, loyal, efektif dan efisien, jejaringnya di dunia militer sangat dibutuhkan Jokowi untuk memenangkan kontestasi Pilpres 2019.

Pangi menilai meskipun Moeldoko sudah pensiun, kekuatan infrastruktur dan suprastrukturnya di militer tentu masih ada.

"Sosok Moeldoko belakangan mulai diperhitungkan menjadi cawapres Jokowi, disebabkan posisinya sebagai mantan panglima TNI yang masih kuat di jaringan militer. Selain itu Jokowi butuh pendamping yang berkarakter tegas dan loyal," ujarnya.

Dia menilai Moeldoko yang pernah menjadi panglima TNI, dan chemestry atau cocok mungkin sudah terbaca oleh Jokowi sejak Moeldoko diangkat menjadi Kepala Staf Kepresidenan.

Selain itu Pangi mengatakan ada beberapa kriteria yang dipertimbangkan parpol dalam memilih cawapres.

Pertama menurut dia, dari sisi kualifikasi akseptabilitas, penerimaan dan kesukaan publik, seberapa besar restu dari elit dan penerimaan parpol koalisi terhadap figur cawapres tersebut.

"Sejauh mana beliau diterima tataran masyarakat, elit politik, opinion leader dan massa di bawah," katanya.

Dia mengatakan, kedua, modal racikan elektoral menjadi penting sebagai cawapres dalam pertarungan kontestasi elektoral pilpres, yaitu popularitas, akseptabilitas dan elektabilitas mesti satu tarikan nafas alias sejalan dan tak boleh senjang.

Ketiga menurut soal nuansa kebatinan capres dan cawapres menjadi pertimbangan karena kalau nanti wapres terkesan lebih menonjol dari presiden, terkesan wapres cita rasa the real president.

"Keempat, terkait restu ketua umum Parpol pengusung utama Jokowi. Bagi Jokowi elektabilitas itu sangat penting, dan Jokowi tidak lagi bicara setelah 2024, sementara, logika PDIP berbeda, bicara setelah 2024," katanya.

Poin kelima, menurut Pangi, kombinasi ideal yaitu nasionalis religius, sehingga cawapres Jokowi tidak perlu dipaksakan ahli di bidang ekonomi, hukum dan politik karena nantinya sudah cukup diperkuat di posisi menteri koordinator (menko).

Dia menilai hal terpenting adalah cawapres harus berbeda ceruk segmen pemilih dengan capres, karena itu segmen Jokowi yang nasionalis dan cawapresnya mesti dari segmen ceruk religius.

3. Bantu Ciptakan Stabilitas

Ade Reza Haryadi Pengamat politik dari Universitas Indonesia  menilai sosok Moeldoko dapat membantu Presiden Jokowi menciptakan stabilitas nasional jika dipercaya menjadi calon wakil presiden.

"Pak Moeldoko mempunyai akseptabilitas yang tinggi, lantaran berasal dari kalangan militer dan berpengalaman dalam pemerintahan. Latar belakang itu bisa membantu Jokowi untuk mewujudkan stabilitas sosial yang saat ini menjadi isu penting," ujar Ade dihubungi di Jakarta, Senin.

Menurut Ade, keunggulan itu dapat menjadi modal politik Moeldoko jika menjadi calon wakil presiden Jokowi.

Persoalannya, kata dia, Moeldoko tidak punya kendaraan politik sehingga peluangnya akan sangat tergantung dari konsensus di antara partai koalisi pendukung Jokowi.

"Latar belakang Moeldoko akan sulit diharapkan untuk mengimbangi visi Jokowi untuk mengakselerasi pembangunan, terutama sektor ekonomi," ujar Ade.

4. Berikan Nilai Plus

Karyono Wibowo Direktur Eksekutif Indonesian Public Institute menilai Kepala Kantor Staf Kepresidenan Jenderal TNI (Purnawirawan) Moeldoko bisa saja memberikan nilai plus bagi Presiden Jokowi apabila ditunjuk menjadi calon wakil presiden.

"Jika Moeldoko mendapatkan dukungan dari kalangan ulama dan umat Islam, tentu memiliki skor plus," kata Karyono dihubungi di Jakarta, Senin.

Secara umum salah satu isu yang kerap dipertimbangkan dalam menentukan cawapres, kata dia, adalah isu Islam dan sipil serta militer.

Menurut dia, meskipun Moeldoko tokoh berlatar belakang militer, peluangnya setara dengan tokoh berlatar belakang Islam, seperti Muhaimin Iskandar, Mahfud MD, dan Tuan Guru Bajang.

Oleh karena itu, kata dia, jika Moeldoko mendapatkan dukungan dari kalangan ulama dan umat Islam, dia akan memiliki sekaligus memberikan nilai tambah bagi Jokowi dalam Pilpres 2019.

"Maka pekerjaan rumah Moeldoko adalah membangun kedekatan dengan ulama," katanya.

5. Tak Ada Kebutuhan Gandeng Moeldoko

Ray Rangkuti Pengamat politik dari Lingkar Madani Indonesia (LIMA) menilai, tidak ada kebutuhan khusus Joko Widodo untuk menjadikan Kepala Kantor Staf Kepresidenan Jenderal TNI (Purn) Moeldoko sebagai calon wakil presidennya pada Pilpres 2019.

"Saya kira tak ada kebutuhan khusus Jokowi untuk menggandeng Moeldoko sebagai cawapres. 

Dukungan dari kelompok militer tak lagi sepengaruh dahulu," kata Ray, di Jakarta, Senin.

Menurut dia, menghubungkannya dengan pemilih muslim juga kurang tepat karena selain ada PPP dan PKB dalam koalisi Jokowi, peta muslim dan tidak muslim juga tidak terlalu berpengaruh dalam hal perolehan suara.

"Peta muslim atau non muslim ini telah terpola sejak lama. Dan hanya melahirkan dukungan tidak lebih dari 30 persen terhadap pesaing Jokowi," ujarnya.

Selebihnya, lanjut dia, lebih banyak melihat isu dan kinerja, dan tentu saja isu bersih dan merakyat. Oleh karena itu memetakan pemilih dengan muslim atau tidak sudah kurang relevansinya.

"Moeldoko juga bukan figur yang sekalipun tidak membelah partai tapi juga bukan titik temu partai. Dalam bahasa lain bukan kandidat populer di kalangan partai," ucapnya.

Jokowi, tambah dia, membutuhkan figur cawapres profesional, ahli dan independen yang membantunya dengan seksama untuk mewujudkan visi politiknya.

"Figur itu datangnya dari tokoh sipil, non partai dan kalangan profesional," kata Ray.

6. Kurang Dukungan Partai

Emrus Sihombing Pengamat Politik dari Universitas Pelita Harapan mengatakan Jenderal TNI (Purnawirawan) Moeldoko kurang mendapat dukungan partai koalisi apabila akan maju menjadi calon wakil presiden mendampingi Joko Widodo (Jokowi). 

"Moeldoko salah satu juga nama yang diwacanakan. Kembali kelemahannya ada pada dukungan partai, mampukah dia mendekati partai politik supaya dia diusung. Itu pertanyaan kita," kata Emrus di Jakarta.

Ketika partai mau mengusung, kata dia lagi, akan mempersoalkan kepentingan apa yang akan diperoleh dan ditawarkan dari Moeldoko.

Selain itu, menurut Emrus, kekurangan Moeldoko untuk menjadi cawapres adalah elektabilitas yang kurang tinggi dan rendah massa riil pendukungnya.

Meski Moeldoko kurang dukungan politik, ia memiliki sisi positif berupa seorang panglima yang mendukung pluralisme dan kebangsaan secara konsisten, baik saat menjabat dan setelahnya.

Kepala Staf Kepresidenan itu, sebut Emrus, tidak pernah mengangkat isu yang dapat menimbulkan polarisasi di masyarakat, bahkan hingga pensiun pendapat tentang politik kebangsaan yang selalu disampaikannya.

"Dari sudut dukungan politik terutama partai masih belum bisa modal untuk maju menjadi cawapres," kata dia pula. (af)

Berita terkait
0
Video Jokowi 'Menghadap' Megawati Sangat Tidak Elok Dipertontonkan
Tontonan video Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) yang sedang bertemu dengan Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarno Putri, sangat tidak elok.