Jakarta – Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi DKI Jakarta melansir bahwa pada sepanjang triwulan II/2020 pertumbuhan ekonomi di Ibu Kota terkontraksi minus 8,22 persen secara year-on-year (y-o-y).
“Kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar [PSBB] sebagai upaya untuk menahan laju penyebaran Covid-19 hampir menghentikan seluruh aktivitas masyarakat dan berdampak demikian besar pada kinerja ekonomi, bahkan merambah hingga kegiatan sosial,” tulis badan statistik tersebut, seperti yang dikutip Tagar, Kamis, 6 Agustus, 2020.
Tercatat, angka tersebut merupakan yang terendah selama kurun waktu 10 tahun terakhir, meskipun tidak sedalam saat krisis ekonomi 1998.
Dalam pemaparannya, BPS DKI Jakarta menyebut pariwisata menjadi sektor yang pertama kali terdampak atas kebijakan PSBB. Hal ini terlihat dari nilai tambah sektor hotel, restoran, transportasi, dan jasa lainnya yang terkontraksi sangat dalam.
Data menyebutkan bahwa pada triwulan kedua 2020 kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) terkontraksi minus 99,68 persen. Demikian pula dengan tingkat penghunian kamar (TPK) yang anjlok minus 56,87 persen.
“Setelah itu diikuti oleh sektor industri pengolahan dan konstruksi yang juga turut mengalami kontraksi. Lebih lanjut, melemahnya kinerja pada sektor-sektor tersebut berimbas pada terkontraksinya kinerja sektor Perdagangan. Hal tersebut dikarenakan turunnya permintaan bahan baku dan penolong,” sebut BPS DKI Jakarta.
Penurunan kinerja perekonomian tersebut telah melemahkan daya beli masyarakat dan menyebabkan menurunnya konsumsi rumah tangga.
Tingkat inflasi yang terkendali dengan baik tidak cukup mampu mengimbangi penurunan pendapatan masyarakat, sehingga pengeluaran konsumsi rumah tangga (PKRT) terkontraksi cukup dalam sebesar minus 5,23 persen (y-o-y) dan tidak mampu lagi menjadi penggerak perekonomian Jakarta.
Adapun, pertumbuhan ekonomi secara nasional sendiri diketahui sebesar minus 5,32 persen.