TAGAR.id - Menteri Pertahanan (Menhan) Jerman, Boris Pistorius, menuntut militer Jerman agar lebih siap tempur demi menghadapi skenario perang di Eropa. Tapi, pengamat meragukan modernisasi Bundeswehr akan bisa dikebut dalam waktu singkat. Ben Knight melaporkannya untuk DW.
Dalam situasi global saat ini, Jerman perlu bersiap menghadapi perang demi mempertahankan negara. Namun, hal ini memerlukan pengkajian ulang tentang tujuan pendirian dan fungsi Bundeswehr.
"Kita harus terbiasa lagi dengan gagasan bahwa bahaya perang bisa setiap saat muncul di Eropa,” kata petinggi Partai Sosial Demokrat itu kepada stasiun televisi ZDF, Minggu, (30/10-2023), lalu. "Dan itu artinya kita harus siap berperang. Kita harus siap untuk membela diri, serta menyiapkan Bundeswehr dan masyarakat untuk menghadapi skenario ini."
Pistorius menepis kritik bahwa Kementerian Pertahanan selama ini bekerja lambat dalam memodernisasi militer. "Kecepatan yang lebih tinggi adalah hal yang mustahil untuk saat ini,” kata dia.
Jerman selama ini acap dikritik karena dianggap tidak memiliki kemauan politik untuk menghadapi agresi Rusia. Pensiunan Jenderal AS, Ben Hodges, mengatakan kepada ZDF bahwa "Berlin terancam kehilangan otoritas moral, yang didapat dengan mengkonfrontasikan sejarah Nazi, karena gagal menghadapi ancaman terhadap tatanan demokrasi internasional."
Modernisasi demi hadapi ancaman baru
Namun, upaya memodernisasi Bundeswehr agar "siap menghadapi konflik” tidak hanya memerlukan reformasi anggaran pertahanan yang telah diupayakan selama puluhan tahun, tapi juga pengkajian ulang tujuan militer dalam konstitusi Jerman: Dengan kata lain, Pistorius ingin agar Bundeswehr mengurangi misi internasional seperti di Afghanistan atau Mali, dan sebaliknya lebih fokus di Jerman dan Eropa.
"Kita tidak bisa mengejar ketertinggalan tersebut dalam waktu 19 bulan,” kata Pistorius. Setidaknya, dua pertiga dari duit tambahan buat belanja militer sebesar 100 miliar euro, yang dicanangkan Kanselir Olaf Scholz tahun lalu, sudah terikat kontrak pembelian. Tapi "masalahnya adalah kontrak tidak otomatis berarti sudah diproduksi atau siap dikirim – semua itu membutuhkan waktu,” katanya.
Hal itu diamini Rafael Loss, pakar kebijakan keamanan Jerman dan Eropa di Dewan Hubungan Luar Negeri Eropa (ECFR). "Pesanan dari industri membutuhkan waktu yang lama, karena mereka memerlukan waktu untuk meningkatkan kapasitas produksi. Bundeswehr juga memerlukan waktu untuk menyusun sistem persenjataan yang sangat kompleks dan mengintegrasikannya ke dalam kegiatan operasi militer,” katanya kepada DW.
Menurutnya, banyak langkah reformasi yang dilakukan Pistorius bersifat relatif dangkal. "Baik Bundeswehr dan kementerian sangat sibuk melakukan penyesuaian pada hal-hal margin, namun melupakan perombakan yang lebih besar,” katanya.
Aylin Matlé, peneliti di Dewan Hubungan Luar Negeri Jerman (DGAP), menolak memberikan tanggung jawab kepada Pistorius seorang. "Menurut saya, pendahulunya, Christine Lambrecht, menyia-nyiakan satu tahun modernisasi dan berbuat terlalu sedikit,” katanya kepada DW. "Percepatan banyak proses datang dari Pistorius.”
Selain itu, "kita tidak bisa meremehkan beban keuangan yang ada: Perhitungan dari komite pertahanan Bundestag menunjukkan bahwa angkatan bersenjata sebenarnya membutuhkan €300 miliar lagi untuk melakukan modernisasi sepenuhnya," ujarnya.
"Tentu saja, ini bukan hanya soal uang,” tambah Matlé. "Ada banyak pertanyaan seputar personil. Bundeswehr mempunyai masalah dalam perekrutan. Angkatan Darat saat ini memiliki 183.000 tentara, dan targetnya adalah 203.000. Sebabnya adalah jumlah pelamar yang menurun. Bundeswehr juga perlu memastikan bahwa mereka bisa memberikan tawaran yang menarik."
Berat di atas
Salah satu gejala perlunya perubahan struktural di Bundeswehr, menurut Loss, adalah jumlah perwira tinggi yang sama banyaknya dengan di akhir dekade 1980-an, ketika jumlah tentara profesional jauh lebih besar.
Saat ini, Jerman dinilai memiliki terlalu banyak jenderal dan laksamana, serta tidak cukup pelaut dan tentara untuk bertugas di kapal dan mengemudikan tank. "Adalah benar untuk menyatakan bahwa saat ini angkatan bersenjata Jerman jauh lebih digdaya dibandingkan sebelumnya, dan hal ini tentu menimbulkan pertanyaan mengenai kesiapan tempurnya,” katanya.
Ada juga hambatan mental dalam politik dan masyarakat Jerman tentang gagasan bahwa Jerman "siap berperang". Hanya 14 tahun yang lalu, Menteri Pertahanan Jerman saat itu, Karl-Theodor zu Guttenberg, memicu kontroversi ketika dia kesulitan menggunakan kata perang dan sebaliknya mengatakan bahwa pasukan Jerman menghadapi "kondisi seperti perang” di Afganistan. "Itu saja sudah membuat orang takut," kata Rafael Loss." Saya pikir kembalinya bahasa perang ini mencerminkan memburuknya lingkungan keamanan di Eropa."
Loss khawatir, koalisi pemerintahan tiga partai akan disibukkan oleh konflik ideologi mengenai cara mengelola anggaran militer, sehingga mereka lupa mendanai militer setelah uang tamabahan yang sebesar 100 miliar euro habis. Pistorius memperkirakan, hal ini akan terjadi pada tahun 2027 atau 2028. (rzn/hp)/dw.com/id. []