Jakarta - Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) berencana melakukan skema penggabungan usaha atau merger tiga bank syariah pada Februari 2021. Ketiga bank syariah tersebut yakni Bank Syariah Mandiri, Bank BRI Syariah, dan Bank BNI Syariah.
Setelah merger nantinya, total aset bank syariah baru tersebut akan mencapai sekitar Rp 220 triliun hingga Rp 225 triliun. Dari sisi aset, jumlah tersebut menjadikan bank syariah ini menjadi bank terbesar ketujuh di Indonesia.
Kinerja Bank BRI Syariah
Pada paruh pertama 2020, salah satu bank syariah tersebut yakni Bank BRI Syariah atau PT Bank BRI Syariah Tbk berhasil membukukan laba bersih mencapai Rp 117,2 miliar. Angka tersebut tumbuh 229,6 persen secara tahunan atau year on year (yoy).
Bahkan, kinerja BRI Syariah menandingi induknya yaitu PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk yang hanya mencatatkan penurunan laba sebesar 37 persen yoy pada periode yang sama.
Pembentukan laba BRI Syariah ini ditopang oleh pendapatan penyaluran dana mencapai Rp 1,94 triliun atau tumbuh 19,75 persen yoy dan bagi hasil untuk pemilik dana investasi sebanyak Rp 523,83 miliar, turun 16,85 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2019.
Selain itu, pendapatan setelah distribusi bagi hasil mencapai Rp 1,42 triliun atau tumbuh 43,03 persen yoy. Sementara, laba operasional tumbuh 257,41 persen yoy, dari Rp57,83 miliar menjadi Rp 2,2 triliun.
Direktur Utama BRI Syariah, Ngatari, menjelaskan bahwa laba bersih yang tumbuh karena didukung optimalisasi fungsi intermediari (perantara keuangan) yang dilakukan BRI Syariah selama enam bulan pertama tahun 2020. Ini terbukti dari pembiayaan BRI Syariah yang tumbuh positif mencapai 55,92 persen atau Rp 37,4 triliun pada semester pertama tahun 2020.
"Peningkatan laba bersih BRI Syariah didukung oleh optimalisasi fungsi intermediari yang diikuti dengan pengendalian beban biaya dana," kata Ngatari dalam keterangan resminya, Senin, 24 Agustus 2020.
Secara rinci, segmen mikro menjadi yang paling tumbuh tinggi dan berkontribusi besar mencapai Rp 5,4 triliun dari total pembiayaan BRI Syariah pada kuartal II tahun 2020. Kemudian, pembiayaan tersebut meliputi segmen konsumer mencapai Rp 2,5 trilun dan segmen kecil menengah dan kemitraan yang mencapai Rp 2,2 triliun.
Selain itu, kata Ngatari, digitalisasi proses pembiayaan lewat aplikasi i-Kurma menjadi penopang pertumbuhan pembiayaan BRI Syariah. Menurutnya, aplikasi tersebut efektif mendobrak kinerja BRI Syariah di tengah pandemi Covid-19 sekarang ini.
Alhasil hingga Juni 2020, total kredit BRI yang telah dikonversi BRI Syariah mencapai 82,98 persen dari total kredit yang direncanakan akan dialihkan tahun ini. Selain itu BRI Syariah membukukan Dana Pihak Ketiga (DPK) sebesar Rp 41 triliun.
Sebagai informasi, jumlah tersebut hampir 1,5 kali lebih besar dari capaian tahun sebelumnya yang hanya sebesar Rp 28 triliun. Dari jumlah DPK tersebut, sebesar 54,34 persen merupakan dana murah (CASA) yang hingga Juni 2020 tercatat sebesar Rp 22,3 triliun.
Menurut Ngatari, pertumbuhan tersebut sebagai bentuk BRI Syariah yang terus mencari peluang di tengah pemberlakuan transisi pembatasan sosial berskala besar (PSBB).
"Kami tetap harus tumbuh untuk menjaga keberlangsungan bisnis yang dilakukan secara selektif agar menciptakan pertumbuhan yang berkualitas dan berkelanjutan," tuturnya. []
- Baca Juga: Merger Bank Syariah BUMN, Ini Profil Bank Syariah Mandiri
- Merger Bank Syariah BUMN, Begini Kinerja BNI Syariah