Menyoal Pernyataan Wali Kota Medan Bobby Nasution Terkait Larangan LGBTQI+

LGBTQI+ sebagai orientasi seksual ada di alam pikiran (otak) sehingga tidak kasat mata kecuali Transgender
Ilustrasi – (Sumber: kidshelpline.com.au)

Oleh: Syaiful W. Harahap*

TAGAR.id - Wali Kota Medan, Bobby Nasution, baru-baru ini mengeluarkan pernyataan bahwa kota yang dipimpinnya anti terhadap perilaku kelompok lesbian, gay, bisexual, transgender, queer and intersex (LGBTQI+). Ini lead di berita “Pernyataan Wali Kota Medan Soal Anti LGBT Dinilai Diskriminatif, Picu Persekusi” (VOA, 4/1-2023).

Ada beberapa hal yang agaknya tidak dipahami oleh Wali Kota Medan, Bobby Nasution, terkait dengan LGBTQI, yaitu:

Pertama, LGBTQI+ sebagai orientasi seksual ada di alam pikiran (otak) karena sama seperti heteroseksual (laki-laki yang tertarik ke lawan jenis atau sebaliknya) sehingga mustahil dilarang dan ditindak secara hukum,

orientasi seksualMatriks: Orientasi Seksual. (Foto: Dok Pribadi/Syaiful W. Harahap/AIDS Watch Indonesia)

Kedua, yang kasat mata atau bisa dilihat secara fisik dari LGBTQI+ hanya T (transgender yang lebih dikenal sebagai Waria), maka pernyataan Bobby itu jelas merugikan transgender dan membuat mereka rentan terhadap persekusi (KBBI: pemburuan sewenang-wenang terhadap seorang atau sejumlah warga yang kemudian disakiti, dipersusah, atau ditumpas) oleh orang-orang yang memakai baju dan membalut lidahnya dengan moral,

Ketiga, karena hanya transgender yang kasat mata maka merekalah sasaran perksekusi dan mengalami stigmatisasi (pemberita cap negatif) dan diskriminasi (perlakuan berbeda),

Keempat, sementara itu lesbian, gay, biseksual, queer dan interseks tidak bisa dilihat secara fisik karena tidak kasat mata sehingga mereka terhindar dari persekusi dan stigmatisasi (pemberita cap negatif) dan diskriminasi (perlakuan berbeda),

Kelima, perilaku seksual berupa seks oral dan seks anal semata-mata tidak hanya dilakukan oleh LGBTQI+ karena kelompok heteroseksual pun melakukan seks oral dan seks anal, bahkan dalam ikatan pernikahan yang sah, tidak jarang pula pasangan suami-istri melakukan seks dengan posisi “69” (mulut laki-laki ke vagina dan mulut perempuan mengulum penis),

Kalau kemudian Wali Kota Bobby mengatakan bahwa kota yang dipimpinnya anti terhadap perilaku kelompok lesbian, gay, biseksual, transgender, queer and intersex (LGBTQI+) itu artinya Bobby hanya memahami persoalan terkait orientasi seksual di permukaan saja.

Soalnya, perilaku seksual LGBTQI+ juga dilakukan oleh kalangan heteroseksual, bahkan pada pasangan suami-istri yang terikat pernikahan yang sah.

Dari aspek epidemiologi terutama penyebaran IMS (sifilis, GO, virus hepatitis B, virus kanker serviks, dan lain-lain) dan HIV/AIDS yang jadi penyebar justru kalangan heteroseksual dan biseksual (secara seksual tertarik kepada lawan jenis dan sesame jenis).

Kasus HIV/AIDS pada kalangan heteroseksual dan biseksual akan menyebar melalui hubungan seksual tanpa kondom, di dalam dan di luar nikah, di masyarakat.

Kalangan heteroseksual dan biseksual menularkan HIV/AIDS ke istrinya, pacar, simpanan, gundik bahkan pekerja seks, termasuk ke sesama laki-laki pada biseksual. Tidak sedikit pula laki-laki yang mempunyai istri lebih dari satu.

penyebaran hiv oleh gay dan heteroseksualMatriks: Penyebaran HIV/AIDS Melalui Laki-laki Heteroseksual/Biseksul Dibanding Gay dan Pelajar. (Foto: Dok/AIDS Watch Indonesia/Syaiful W. Harahap)

Sedangkan IMS dan HIV/AIDS pada kalangan gay tidak akan menyebar ke masyarakat karena hanya terjadi di kelompok komunitas mereka saja.

Yang jadi persoalan besar adalah IMS dan HIV/AIDS pada Waria (transgender) karena sebuah studi di Surabaya, Jatim, awal tahun 1990-an menunjukkan pelanggan Waria adalah laki-laki beristri.

Laki-laki beristri justru jadi ‘perempuan’ (ditempong) sedangkan Waria jadi ‘laki-laki’ (menempong). Kondisi ini meningkatkan risiko penularan IMS dan HIV/AIDS terhadap laki-laki jika Waria tidak memakai kondom.

Sayangnya, Wali Kota Bobby kemungkinan besar tidak pernah melihat data IMS dan HIV/AIDS pada istri di Kota Medan. IMS dan HIV/AIDS pada istri justru ditularkan oleh suami heteroseksual serta sebagian biseksual.

Lagi pula bagaimana mungkin lesbian dan gay di Indonesia berpelukan di tempat umum. Lesbian dan gay tidak kasat mata, maka kalau ada perempuan dan laki-laki (Bobby sebut cowok) yang berpelukan di tempat umum itu tidak otomatis menunjukkan orientasi seksual mereka. Bisa saja karena dorongan hal lain.

Dalam cuitannya di Twitter Bobby mengatakan: Untuk itu Medan anti LGBT.

Pertanyaan yang sangat mendasar adalah: Apakah Bobby bisa menjamin bahwa 100% warga Kota Medan non-LGBTQI tidak ada yang melakukan seks oral dan seks anal di dalam dan di luar pernikahan?

Kita tunggu jawabannya! (Artikel ini pertama kali ditayangkan di Tagar.id pada tanggal 4 Januari 2023 ). []

* Syaiful W. Harahap adalah Redaktur di Tagar.id

Berita terkait
Pernyataan Wali Kota Medan Bobby Nasution Soal Anti LGBT Diskriminatif Bisa Picu Persekusi
Pernyataan Bobby yang menegaskan bahwa Kota Medan anti terhadap perilaku kelompok LGBTQI+ menuai kritik
0
5 Alat Konversi Teks ke MP3 Terbaik Bahasa Indonesia
Dalam dunia digital saat ini, mengubah teks menjadi file audio MP3 dapat menjadi solusi praktis dalam berbagai situasi.