Menyelami Surga di Barat Pulau Jawa

Gradasi air laut yang tadinya didominasi biru tua pekat, berubah seketika menjadi sangat jernih. Ini surga di barat Pulau Jawa.
Kapal motor berkapasitas 15-20 orang, siap mengantar wisatawan mengeksplor surga wisata di Barat Pulau Jawa. (Foto: Tagar/Morteza Syariati Albanna)

Pandeglang, Banten, (Tagar 8/12/2018) - Berlibur ke Pulau Peucang di kawasan Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK), dapat mengobati rasa jenuh Anda dengan hiruk-pikuk perkotaan. Di sini pengunjung akan dimanjakan dengan keanekaragaman hayati yang sangat kaya, dan tentunya tidak akan rugi meskipun harus rela menempuh perjalanan panjang ke destinasi yang berada di ujung barat pulau Jawa ini.

Untuk menikmati kecantikan lanskap Pulau Peucang, dari Jakarta, idealnya harus melintasi rute darat menuju Kabupaten Pandeglang, Banten. Baru setelah itu akan bertemu pertigaan di Labuan yang menjadi akses utama untuk selanjutnya menuju ke Desa Sumur. 

Pulau PeucangMenyibak kecantikan momen matahari terbenam di dermaga Cidaon, TN Ujung Kulon. (Foto: Tagar/Morteza Syariati Albanna)

Sumur merupakan sebuah kawasan pantai yang terletak di Barat Jawa dan menjadi titik keberangkatan kapal motor menuju Pulau Panaitan, Pulau Badul, Pulau Oar, Pulau Umang, Pulau Handeleum dan Pulau Peucang yang menjadi habitat utama bagi fauna seperti  rusa, merak hijau, kijang, monyet, babi Hutan, biawak, ataupun elang Jawa.

Sepanjang perjalanan menuju kawasan yang telah ditetapkan sebagai Situs Warisan Dunia oleh UNESCO ini, sejauh mata memandang akan dibuai dengan birunya lautan yang berbatasan langsung dengan Samudera Hindia. Terhampar juga perbukitan hutan hujan tropis yang membentang luas hingga ke Tanjung Alang-Alang, yang menjadi penanda bahwa tidak lama lagi KM segera tiba di area konservasi Pulau Peucang.

Pulau PeucangKapal motor berkapasitas 15-20 orang, siap mengantar wisatawan mengeksplor surga wisata di Barat Pulau Jawa. (Foto: Tagar/Morteza Syariati Albanna)

Setelah mengarungi lautan selama kurang lebih 2,5 jam, dari kejauhan akan terlihat dermaga tunggal dengan beberapa KM yang tengah bersandar di dekat pantai berpasir putih. Gradasi air laut yang tadinya didominasi biru tua pekat, berubah seketika menjadi sangat jernih. Dari atas KM, para turis dapat dengan jelas menyaksikan ikan warna-warni yang berenang bebas di bibir pantai. Sementara dari kejauhan, terdapat Gunung Sanghyang Sirah yang menjulang pongah di tengah hutan belantara TNUK.

Dengan luas 450 hektare, di Pulau Peucang terdapat fasilitas umum seperti penginapan, tempat ibadah (musala), kantor pusat informasi konservasi alam, serta warung makan. Hutan Pulau Peucang merupakan salah satu ekosistem hutan hujan tropis dataran rendah. 

Pulau PeucangSenja datang, saatnya untuk bersantai. (Foto: Tagar/Morteza Syariati Albanna)

"Flora di kawasan ini di antaranya adalah Merbau (Intsia Bijuga), Palahlar (Dipterocarpus Haseltii), Bungur (Lagerstroemia Speciosa), Cerlang (Pterospermum Diversifolium), dan Ki Hujan (Engelhardia Serrata)," jelas Mumu Muawalah, Kepala Konservasi Alam Pulau Peucang.

Ia mengatakan, pada jalur treking menuju Karang Copong, dapat ditemukan juga pohon Ficus atau Ara Pancekik. "Tumbuhan ini merupakan tumbuhan golongan parasit yang melilit pohon lain untuk hidup," paparnya.

Pulau PeucangKijang Jawa bebas berkeliaran di areal konservasi Pulau Peucang. (Foto: Tagar/Morteza Syariati Albanna)

Perlu diingat, saat melewati hari di Pulau Peucang, bersiaplah untuk benar-benar masuk ke dalam zona intim interaksi antarmanusia dengan hewan liar yang bebas berseliweran di pulau ini. Lantaran terbiasa dengan kehadiran manusia, fauna seperti rusa, kijang, babi hutan bahkan biawak tak segan mendekat ke areal penginapan, untuk mencari makan dan selalu setia menunggu di halaman hingga pagi datang. Dapat dipastikan juga, di pulau ini pengunjung tidak dapat mengakses data selular, karena memang belum ada satupun sinyal operator selular yang dapat menembus wilayah Peucang.

Jika bermalam di sini, alangkah baiknya untuk bangun sepagi mungkin. Mentari pagi atau sunrise akan menyumbul perlahan dari balik rimba hutan. Saat itu, posisi terbaik untuk menikmati keindahannya adalah duduk santai di atas dermaga, atau bisa juga sambil santai merebahkan tubuh di bibir pantai berpasir putih yang menjulang panjang di samping dermaga. Nikmati saja setiap inci sapuan hangat matahari yang naik ke permukaan, dan segera sinarnya memenuhi bumi. Membuka jendela kehidupan pagi, serta melenyapkan mistisnya kabut di dalam rimba raya Ujung Kulon.

Pulau PeucangSurganya ketenangan bagi penikmat senja. (Foto: Tagar/Morteza Syariati Albanna)

Sudah jauh-jauh datang, tak lengkap rasanya bila tidak melihat keindahan sisi bawah laut di area TNUK. Dari dermaga Pulau Peucang, petugas KM siap mengantarkan wisatawan ke beberapa spot snorkeling yang worth it untuk disambangi. Perjalanan menuju spot menyelam relatif cukup singkat. Hanya membutuhkan waktu 10 menit perjalanan laut dari pulau tersebut, para wisatawan sudah bisa menyaksikan panorama cantik terumbu karang yang tumbuh subur di kawasan konservasi alam TNUK, yang dihuni beragam jenis ikan warna-warni yang selalu setia mencari makanan di sini setiap harinya.

Selain itu, petugas KM tentunya sudah mengetahui letak-letak untuk foto underwater bersama ikan badut (clown fish) atau ikan nemo, yang selalu setia hidup dalam radius kurang dari satu meter dari anemon, karena keduanya membentuk simbiosis mutualisme. Ikan nemo selalu membutuhkan makanan dan melindungi telurnya di dalam anemon, dan begitu juga anemon, yang tumbuh subur dari fases (kotoran) ikan nemo.

Pulau PeucangBiru cantik pagi hari di bibir pantai Pulau Peucang. (Foto: Tagar/Morteza Syariati Albanna)

Lokasi wisata lain yang cukup dekat dari Pulau Peucang, adalah padang penggembalaan Cidaon. Cidaon merupakan padang sabana luas yang paling sering dikunjungi untuk merumput dan mencari makan berbagai satwa yang hidup di sini seperti banteng Jawa, burung rangkong, merak hijau, kera ekor panjang dan beberapa satwa lain yang acap kali muncul pada pagi dan sore hari.

Tidak hanya itu, Cidaon juga menawarkan indahnya momen mentari terbenam atau sunset. Dari dermaga Cidaon, kita dapat menyaksikan refleksi air laut yang berubah warna setiap menitnya, dari gradasi hijau kebiruan, menjadi merah jingga, dan nun jauh di ufuk timur sinar mentari terbenam kian berkilau, membius romantisme sang penikmat senja.

Pulau PeucangDermaga di Pulau Peucang, tempat bersandarnya kapal kotor pengangkut penumpang. (Foto: Tagar/Morteza Syariati Albanna)

Cukup disayangkan apabila Anda melewatkan momen emas ini. Karena tak lama setelah menebar pesona senja secara singkat, ia akan meredup terbenam ke dasar lautan. Sebuah penanda hari akan berganti malam, dan seperti itulah paras cantik siklus alam di area Pulau Peucang setiap harinya.

Bagi setiap wisatawan yang hendak berkunjung ke Pulau Peucang, diharapkan kesadarannya untuk selalu menyayangi bumi ini, dengan tidak membuang sampah sembarangan di manapun Anda berada. Di mana alam yang sehat tanpa terancam oleh banyaknya sampah menumpuk, maka flora dan fauna yang hidup di dalamnya akan sehat juga. Sudah seharusnya kita bertanggung jawab untuk mewariskan keindahan negeri ini kepada generasi bangsa pada masa mendatang. []

Berita terkait
0
Penduduk Asli Pertama Amerika Jadi Bendahara Negara AS
Niat Presiden Joe Biden untuk menunjuk Marilynn “Lynn” Malerba sebagai bendahara negara, yang pertama dalam sejarah Amerika Serikat (AS)