Jakarta – Departemen Luar Negeri (Deparlu) Amerika Serikat (AS), Selasa, 31 Maret 2021, merilis laporan tahunan tentang hak asasi manusia (HAM) yang disebut sebagai tren salah arah, seperti perlakuan China terhadap minoritas sebagai genosida. Laporan tersebut meninjau bagaimana negara-negara memperlakukan warganya mulai dari di bilik suara pemilihan sampai di tempat kerja. Arash Arabasadi melaporkannya untuk voaindonesia.com.
Terlalu banyak orang yang menderita di bawah kondisi hak asasi manusia (HAM) yang brutal pada tahun 2020. Demikian menurut laporan tahunan Deparlu AS yang meneliti bagaimana pemerintah-pemerintah di dunia memperlakukan rakyatnya.
Menteri Luar Negeri AS, Antony Blinken, mempresentasikan laporan itu yang menekankan prospek suram di dunia. “Laporan yang dirilis hari ini menunjukkan bahwa tren hak asasi manusia terus bergerak ke arah yang salah. Kita melihat bukti bahwa, ini terjadi di seluruh kawasan dunia," kata Blinken.
Blinken menyebut perlakuan pemerintah China terhadap kelompok agama dan etnis minoritasnya sebagai "genosida".
Laporan tersebut mencantumkan kekerasan dan pemenjaraan terhadap para pengecam dan jurnalis di tempat-tempat seperti Rusia dan Belarusia. Direktur Human Rights Watch Washington, Sarah Holewinski, mengatakan laporan itu menunjukkan adanya kebijakan pengalihan prioritas dalam kebijakan luar negeri Amerika Serikat.
"Jika kira amati, definisi 'pelanggaran hak asasi manusia', Iran termasuk di dalamnya, dan saya kira pemerintah Amerika secara khusus berkepentingan untuk menggaris bawahi pelecehan-pelecehan itu," kata Sarah Holewinski.
Blinken juga menyebut kekerasan di Myanmar pasca kudeta militer setelah partai Liga Nasional untuk Demokrasi pimpinan Aung San Suu Kyi memenangkan pemilihan umum pada November 2020. Holewinski mengatakan pertanggung jawaban dalam laporan ini menghormati martabat para korban.
"Semakin banyak negara yang menggunakan laporan hak asasi manusia ini untuk menyusun kebijakan mereka berarti hak asasi manusia adalah salah satu faktor yang diperhitungkan," ujar Holewinski.
Holewinski mengatakan pendekatan semacam itu terhadap penyusunan kebijakan bisa memengaruhi keputusan suatu negara dalam mengirim senjata perang ke negara lainnya. (my/jm)/voaindonesia.com. []