Untuk Indonesia

Meninggal Sakit Covid-19 Kenapa Disebut Mati Syahid

Kenapa orang meninggal karena wabah penyakit, pandemi Covid-19 saat ini disebut masuk surga sebagaimana orang yang meninggal karena jalan syahid.
Tim medis RS Bhayangkara Kendari mempersiapkan lokasi pemakaman jenazah pasien positif COVID-19 disaksikan beberapa keluarga almarhum di Tempat Pekuburan Punggolaka, Kendari, Sulawesi Tenggara, Sabtu, 18 April 2020. (Foto: Antara/Jojon)

Oleh: Syafiq Hasyim*

Sejengkal hari lagi kita akan memasuki bulan suci Ramadan dan hampir dipastikan kita masih berada dalam situasi pandemi Covid-19. Bulan suci Ramadan yang biasanya kita sambut dengan gegap-gempita, dalam situasi pandemi seperti ini kita belum bisa menyambutnya seperti itu. Bahkan kita dianjurkan untuk tetap beribadah di dalam rumah.

Di dalam Islam, puasa adalah ibadah wajib yng memiliki dimensi individual, karena puasa dan tidak puasa hanya Allah SWT dan kita yang tahu. Namun demikian, di dalam ibadah puasa terdapat ibadah-ibadah sunah yang sangat dianjurkan untuk dilaksanakan di ruang publik, seperti melakukan ziarah kubur menjelang masuknya bulan Ramadan, kemudian salat tarawih di masjid dan musala, dan juga melakukan itikaf di masjid. Ibadah-ibadah sunah yang berdimensi publik dan mungkin dilaksanakan secara bersama-sama ini, kita pada Covid-19 dianjurkan untuk melakukannya di dalam rumah.

Otoritas keagamaan di Indonesia seperti Nadhlatul Ulama, Muhammadiyah, dan Majelis Ulama Indonesia sudah mengeluarkan fatwa dan anjuran tentang bagaimana tata cara melaksanakan ibadah-ibadah tersebut di dalam rumah.

Namun demikian, mungkin masih ada saja sejumlah umat Islam yang belum bisa menerima bahkan ngeyel. Sebagaimana mereka berpikir bahwa ibadah di rumah itu merupakan plot dunia Barat agar umat Islam tidak mau lagi memakmurkan dan mensyiarkan agama mereka di ruang publik.

Bagaimana sesungguhnya cara Rasulullah menghadapi pandemi yang kita alami pada masa sekarang ini? Termasuk pada masa bulan puasa?

Dalam kajian Islam ada dua istilah penting berkaitan penyakit seperti ini. Pertama adalah tha'un. Kedua adalah waba'. Para ulama sudah lama mendiskusikannya di dalam kitab-kitab mereka dan mereka berbeda-beda pendapat dalam hal mendefinisikan dua jenis penyakit tersebut. Terjemahan ke dalam bahasa Inggris pun juga mengalami perbedaan. Ada yang diterjemahkan dalam istilah Inggris pandemi (pandemic) dan ada yang diterjemahkan ke dalam istilah Inggris endemi (endemic). Hal ini wajar terjadi.

Hadis ini tidak berarti kita harus pasrah tanpa berusaha, tapi hadis ini berusaha memberikan kepastian bahwa orang yang meninggal karena pandemi itu masuk surga sebagaimana orang yang meninggal karena jalan syahid.

Pemakaman JenazahTim medis RS Bhayangkara Kendari memakamkan pasien positif Covid-19 di Tempat Pekuburan Punggolaka, Kendari, Sulawesi Tenggara, Sabtu, 18 April 2020. (Foto: Antara/Jojon)

Ulama besar dari mazab Syafi'i, Imam Nawawi, dalam kitabnya, Sahih Muslim bi Syarhi al-Nawawi, mendefinisikan tha'un sebagai luka yang keluar dari dalam tubuh manusia terutama dari bagian ketiak, siku, tangan, jari-jari, dan bahkan bisa menyerang seluruh tubuh manusia. Definisi ini didasarkan pada keterangan Aisyah R.A. yang didapatkan dari Rasulullah bahwa "Thaun itu adalah penyakit kelenjar bagaikan penyakit kelenjar unta yang keluar dari persikuan dan ketiak."

Berdasarkan riwayat di atas, tha'un dianggap sebagai jenis penyakit tertentu dengan gejala yang jelas (mu'ayyan). Dari sini pula bisa digambarkan bahwa tidak semua tha'un masuk dalam kategori waba', kecuali hal itu dianggap sebagai ungkapan yang majazi atau metaforis.

Ibn Qayyim al-Jawziyyah dari mazab Ibn Hanbal berpendapat waba' dan tha'un itu ekspresi umum dan khusus. Artinya setiap tha'un adalah waba', namun tidak bisa terjadi sebaliknya. Dalam pandangan Ibn Qayyim al-Jawziyyah, tha'un adalah bagian dari waba'.

Bagaimana kita menghadapi tha'un dan waba' tersebut?

Banyak hadis dan riwayat Rasulullah SAW menjelaskan cara menghadapi tha'un dan waba'. Misalnya dalam sebuah hadis yang berbunyi, "Wa idza sami'tumb bihi fala tadkuhulu alayhi, wa idza waqa'a bi ardlin, wa antum biha fala taffirru minhu," (Lihat Ibn Hajar al-'Asqalani, Fath al-Bari, Juz 6, h.513).

Dalam hadis lain Rasulullah juga mengatakan, "La tatannamu liqa'a al-aduwwi, fa as'alu i-Laha ak-afiyata fa idza laqitumuhum fa shtabiru." (Jangan kamu berharap untuk bertemu musuh, mintalah kesehatan kepada Allah, jika kamu bertemu mereka maka bersabarlah).

Ibn Qayyim al-Jawziyyah menafsirkan istilah al-aduwwi (musuh) di atas sebagai pandemi, bukan musuh secara riil manusa.

Berdasarkan riwayat di atas, masih banyak riwayat lain yang sudah barang tentu para ulama klasik membuat tafsiran atas hadis-hadis di atas tentang pelarangan masuk ke wilayah pandemi dan juga ketidakbolehan keluar dari wilayah pandemi, apabila kita semua sudah berada di dalamnya.

Para ulama sepakat melarang mendatangi, bagi orang dari luar, dan juga melarang keluar, bagi orang yang sudah ada di dalam wilayah pandemi.

Tentu pelarangan yang demikian ini ada hikmah. Dan Ibn Qayyum al-Jawziyyah mencatat beberapa hikmah mengapa kita dicegah mendatangi dan juga kita dicegah untuk keluar dari area pandemi.

Pertama, kita bisa menjauhkan sebab-sebab yang mendatangkan penyakit tersebut. Kedua, kita mendapatkan kesehatan yang merupakan hal yang paling pokok bagi kehidupan manusia, baik di dunia maupun di akhirat nanti. Yang ketiga, kita tidak menghirup udara yang bisa memperburuk dan merusak keadaan badan kita. 

Keempat, kita tidak mendekati orang-orang yang sakit karena berdekatan dengan mereka bisa menimbulkan sakit itu sendiri. Yang kelima, kita menjaga diri dari burung dan musuh. Menurut Ibn Qayyim, burung dan musuh tersebut bisa mendatangkan dan mentransmisikan penyakit (dimuat dalam kitab Ibn Qayyim yang disebut Zad al-Ma'ad).

Lalu bagaimana dengan anggapan bahwa mereka yang mati karena pandemi itu dianggap sebagai mati syahid. Satu saat Rasulullah memang menyatakan demikian halnya, dalam sebuah riwayat yang diambil dari Aisyah RA. Suatu saat Rasulullah memberi kabar kepada Aisyah bahwa sesungguhnya pandemi itu merupakan bentuk siksa berat yang Allah kirimkan atas orang yang Allah kehendaki. 

Allah menjadikan pandemi itu sebagai rahmat bagi orang-orang yang beriman, dan tidak ada bagi hamba yang terkena pandemi dan dia tetap tinggal di daerah pandemi tersebut secara sabar seraya dia tahu bahwa dia tidak akan terkena kecuali apa yang Allah telah takdirkan baginya, maka tidak ada hal lain baginya kecuali mati sebagaimana matinya orang syahid. 

Hadis ini tidak berarti kita harus pasrah tanpa berusaha, tapi hadis ini berusaha memberikan kepastian bahwa orang yang meninggal karena pandemi itu masuk surga sebagaimana orang yang meninggal karena jalan syahid.

Sebagai catatan atas cara-cara di atas bahwa ini semua merupakan pesan umum Rasulullah yang berlaku untuk masa darurat. Selama masa darurat masih kita hadapi maka pesan itu bisa kita laksanakan, termasuk apabila nanti dalam bulan puasa kita masih mengalami pandemi. Mari kita laksanakan pesan Rasulullah dan menghadapi bulan puasa dengan penuh takwa dan hikmat.

*Pengajar pada FISIP UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Wakil Ketua Lembaga Perguruan Tinggi Nahdlatul Ulama (LPTNU), MA dari Leiden University, Belanda. Ph.D dari Freie University, Jerman.

Baca juga:

Berita terkait
Kemenag Pantau Hilal Ramadan Saat Pandemi Corona
Kementerian Agama (Kemenag) akan menggelar sidang isbat (penetapan) awal Ramadan 1441H pada 23 April 2020.
Kemenag Terbitkan Tata Cara Ibadah Ramadan Covid-19
Kementerian Agama (Kemenag) menerbitkan edaran terkait Panduan Ibadah Ramadan dan Idul Fitri 1 Syawal 1441 Hijriah (H) di tengah pandemi Covid-19.
Tata Cara Puasa Ramadan di Tengah Wabah Corona
MUI mengungkapkan tata cara puasa Ramadan di tengah wabah corona di Indonesia.
0
Video Jokowi 'Menghadap' Megawati Sangat Tidak Elok Dipertontonkan
Tontonan video Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) yang sedang bertemu dengan Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarno Putri, sangat tidak elok.