Kemenangan Erdogan, Benarkah Dia Menjiplak Jokowi?

"Kemenangan Erdogan tidaklah hebat2 amat. 11 tahun jadi Perdana Menteri tambah 4 tahun jadi Presiden, dapatnya cuma 52.7% suara. Itupun sudah memerintah secara otoriter” tulis Rustam dalam akun Twitter-nya.
Presiden Turki Tayyip Erdogan dan istrinya Emine Erdogan menyapa pendukungnya yang berkumpul di depan kantor pusat Partai AKP di Ankara, Turki, Senin (25/6/2018). (Foto: Ant/Reuters/Umit Bektas)

Jakarta, (Tagar 26/6/2018) - Pengamat Politik Maksimus Ramses Lalongkoe tak mempermasalahkan soal kemenangan Recep Tayyip Erdogan sebagai Presiden Turki yang disebut menjiplak gaya kepemimpinan Presiden Indonesia Joko Widodo. Misalnya, Erdogan berjanji akan membangun infrastruktur besar-besaran di Turki.

“Saya kira bila konteks dan karakter masyarakatnya sama dan situasi pembangunannya sama dengan negara kita ya nggak ada masalah,” ungkap Maksimus saat dihubungi Tagar, Senin (25/6).
 
Sama halnya di Indonesia, menurut Maksimus, tak menutup kemungkinan jika di Negara Turki pun pembangunan infrastruktur masih menjadi sebuah kebutuhan publik.
 
“Kalau benar iya (menjiplak Jokowi) bisa jadi rakyat sana (Turki) memang benar-benar butuh infrastruktur sebab pembangunan infrastruktur masih menjadi kebutuhan publik,” pungkasnya.
 
Erdogan Mahir Berpolitik
 
Sementara itu, saat dihubungi terpisah, pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Wasisto Raharjo Jati justru membantah terkait penjiplakan yang dilakukan Erdogan terhadap Jokowi. Berbeda dengan Jokowi, Erdogan dinilai lebih dulu membangun fondasi politik daripada infrastruktur.
 
“Saya pikir itu sangat berbeda konteksnya, era Erdogan itu lebih utamanya membangun fondasi politik dulu baru infrastruktur, sedangkan Jokowi sendiri lebih condong pembangunan infrastruktur daripada politik,” paparnya kepada Tagar, Senin (25/6).
 
Berkaca dari kemenangan Erdogan, Wasisto menyebut para tokoh yang ingin mencalonkan dirinya sebagai pemimpin di Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 nanti harus mampu membangun partai dan figur yang kuat.
 
“Kalau saya pikir, hal pertama adalah membangun partai dan figur yang kuat. Erdogan selama hampir 15 tahun menguasai politik Turki melalui AKP karena berhasil membangun konsolidasi politik yang diikuti dengan realisasi pembangunan ekonomi yang mengesankan,” jelasnya.
 
Kemenangan Erdogan Tidak Hebat
 
Sebelumnya, Direktur Lembaga Penelitian Pendidikan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) Rustam Ibrahim menilai, kemenangan Erdogan sebagai Presiden Turki bukan sesuatu yang terlalu hebat.
 
Pasalnya, Presiden Turki dua periode itu disebut menjiplak gaya kepemimpinan Jokowi lantaran dirinya berjanji akan membangun infrastruktur besar-besaran di Turki.
 
Tidak hanya itu, jika dilihat dari jumlah suara, kata Rustam, Erdogan pun masih kalah jika dibandingkan dengan Jokowi.
 
"Kemenangan Erdogan tidaklah hebat2 amat. 11 tahun jadi Perdana Menteri (2003-2014) tambah 4 tahun jadi Presiden (2014-2018), dapatnya cuma 52.7% suara. Itupun sudah memerintah secara otoriter. Jokowi saja pertama kali ikut Pilpres menang 53.2%,” tulis Rustam dalam akun Twitter-nya. (sas)

Berita terkait