Mengenal Calon Bandar Antariksa di Biak Numfor, Papua

Pemerintah Indonesia telah menggagas pembangunan fasilitas itu sejak beberapa tahun lalu, jauh sebelum adanya rencana kerja sama dengan SpaceX.
Ilustrasi Bandara Antariksa. (Foto: Tagar/Ist)

Jakarta - Perusahaan transportasi luar angkasa swasta Amerika Serikat yang didirikan oleh Elon Musk, SpaceX berniat membangun bandar antariksa di Indonesia, tepatnya  di Biak, Papua, untuk lepas landas dan mendaratkan pesawat luar angkasa.

Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) menyampaikan pembangunan bandar antariksa SpaceX masih sebatas pembahasan tahap awal. Hingga saat ini, proposal soal lokasi proyek SpaceX juga masih dipelajari oleh pemerintah Indonesia.

Menyelisik riwayatnya, bandar antariksa di Biak Numfor sebenarnya bukan hal baru. Pemerintah Indonesia diketahui telah menggagas pembangunan fasilitas itu sejak beberapa tahun lalu, jauh sebelum adanya rencana kerja sama dengan SpaceX.

Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Laksana Tri Handoko mengatakan sudah ada beberapa konsorsium yang menyatakan minatnya soal peluang bisnis bandara antariksa. Namun, siapa saja konsorsium itu tidak bisa disebutkan karena sifatnya rahasia.

Kepala Organisasi Riset Penerbangan dan Antariksa BRIN, Erna Sri Adiningsih mengatakan, sebelumnya LAPAN sudah melakukan studi feasibilitas pada lahan untuk kepentingan penelitian dan pengembangan di Biak. Menurut hasil studi, Biak sudah sesuai dalam hal teknis dan lingkungan secara fisik. Namun untuk luasan wilayahnya masih harus diperluas karena belum memenuhi persyaratan minimum.  

"Sebanyak 1.000 hektare untuk kebutuhan yang lebih besar, selain itu ada aspek sosial budaya yang harus dipikirkan secara serius,” ujarnya.

Selain di Biak, Morotai juga menjadi salah satu dari beberapa lokasi lainnya yang dipilih sebagai alternatif lokasi bandara roket pengorbit satelit.

“Biak bukan satu-satunya lokasi ideal dan BRIN belum investasi apapun. Saat ini BRIN masih melakukan evaluasi terhadap perencanaan awal. Kajian serupa juga sudah dilakukan di beberapa lokasi lainnya," kata Handoko.

Berdasarkan kajian pembangunan bandar antariksa oleh Pusat Kajian Kebijakan Penerbangan dan Antariksa LAPAN, pembangunan bandar antariksa merupakan salah satu amanat yang tertuang dalam Undang-Undang RI Nomor 21 Tahun 2013 tentang Keantariksaan.

Kemudian, bandar antariksa juga telah masuk dalam Draft Rencana Induk Penyelenggaraan Keantariksaan Tahun 2016-2040.

Dalam peta Rencana Induk Penyelenggaraan Keantariksaan Tahun 2016-2040, dijelaskan bahwa pada periode tahun 2036-2040 teknologi peroketan Indonesia diharapkan sudah memiliki program peluncuran roket pengorbit satelit ke orbit rendah/ low earth orbit (LEO). Pada saat itulah Indonesia harus sudah memiliki bandar antariksa, tidak lagi bergantung kepada negara lain.

Dalam teknologi satelit, Indonesia direncanakan mampu meluncurkan dan mengoperasikan satelit observasi bumi, telekomunikasi, dan navigasi.

Dalam kajian itu disebutkan bahwa bandar antariksa dibangun di Biak karena LAPAN memiliki aset lahan di Kabupaten Biak Numfor yang berada di desa Saukobye, Biak Utara, sekitar 40 km dari Kota Biak. LAPAN disebut memiliki lahan seluas 1 juta meter persegi atau 100 hektar di desa Saukobye.

Dipilihnya Biak Numfor sebagai lokasi pembangunan bandar antariksa bukan tanpa sebab. LAPAN selaku koordinator pembangunan bandar antariksa menilai Biak Numfor dekat dengan ekuator dan langsung menghadap ke samudera pasifik.

Menristek dan Kepala BRIN, Bambang Brodjonegoro menjelaskan Indonesia merupakan negara yang paling strategis untuk meluncurkan roket termasuk membawa satelit ke luar angkasa karena berada di garis khatulistiwa. Sebab, dia berkata roket lebih mudah mencapai ke orbit jika diluncurkan dari garis khatulistiwa.

Bambang menyebut Biak adalah salah satu wilayah yang paling potensial untuk dijadikan bandara antariksa. Sebab, kawasan itu sangat dekat dengan garis khatulistiwa, yakni -1 dari ekuator.

Bambang menyebut membangun bandar antariksa lebih menguntungkan daripada hanya menciptakan roket. Bambang menyampaikan nilai ekonomi antariksa global diproyeksikan akan meningkat menjadi lebih dari US$1 triliun per tahun pada 2040.

Sehingga, dia menilai hal itu sangat menguntungkan jika Indonesia bisa berpartisipasi dalam sektor tersebut.

Bambang menambahkan bandar antariksa saat ini hanya dimiliki oleh negara maju, seperti Amerika Serikat, Rusia, Perancis, China, dan India. Namun, dia mengatakan stasiun peluncuran antariksa di negara tersebut jauh dari garis khatulistiwa.

Dalam jurnal 'Pemetaan Elit Politik Lokal Di Pulau Biak Dan Pengaruhnya Terhadap Rencana Pembangunan Bandara Antariksa', peneliti Pusat Kajian Kebijakan Penerbangan dan Antariksa LAPAN, Astri Rafikasari mengatakan suatu bandar antariksa yang berada di khatulistiwa memiliki kelebihan dibandingkan dengan yang berada di wilayah lain jika akan meluncurkan suatu wahana antariksa ke orbit geostationary (GEO).

"Kelebihan dari peluncuran wahana antariksa dari wilayah equator adalah dapat mempercepat laju wahana antariksa yang diluncurkan, namun tetap hemat bahan bakar," kata Astri dalam jurnal tersebut. []


Berita terkait
BRIN : Komunikasi LAPAN-SpaceX Bukan Soal Bandara Antariksa
LAPAN sudah melakukan studi feasibilitas pada lahan untuk kepentingan penelitian dan pengembangan di Biak.
Inilah Dua Syarat Pembangunan Bandara Antariksa di Indonesia
Sudah ada beberapa konsorsium yang menyatakan minatnya soal peluang bisnis bandara antariksa.
Jokowi Minta Bandara Mopah Merauke untuk Kemajuan Tanah Papua
Presiden berharap keberadaan terminal yang baru ini dapat meningkatkan kualitas pelayanan terhadap penumpang di Bandara Mopah
0
Staf Medis Maradona Akan Diadili Atas Kematian Legenda Sepak Bola Itu
Hakim perintahkan pengadilan pembunuhan yang bersalah setelah panel medis temukan perawatan Maradona ada "kekurangan dan penyimpangan"