Menelaah Rencana Amandemen Undang-Undang Bank Indonesia

Rencana perubahan Undang-Undang Bank Indonesia terus bergulir di Senayan. Sejumlah poin baru dianggap berpotensi menggerus kedaulatan bank sentral
Ilustrasi gedung Bank Indonesia. (Foto: Yahoo.com).

Jakarta – Wacana pemerintah bersama DPR untuk mengembalikan fungsi pengawasan bank dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) ke Bank Indonesia nampaknya masih terus bergulir. Niatan tersebut sejatinya akan mengubah Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia.

Dalam rancangan perubahan Undang-Undang disebutkan bahwa pengalihan fungsi pengawasan lembaga jasa keuangan perbankan harus dilaksanakan selambat-lambatnya pada 31 Desember 2023. Diterangkan juga dalam amandemen jika otoritas moneter mempunyai kapabilitas untuk memasuki pasar keuangan primer. Tujuannya, untuk turut ‘membiayai’ keuangan negara dalam kondisi darurat seperti saat ini.

Sejatinya, ruang gerak BI tidak boleh melewati batas dengan terjun ke pasar utama keuangan. Hal tersebut dibuktikan dengan tidak adanya arahan pada beleid eksisting UU 23/1999 Tentang BI. Namun, pemerintah mencoba memberikan dispensasi khusus melalui UU No.2/2020 terkait penanganan pandemi Covid-19.

Poin lain yang harus mendapat perhatian adalah terkait independensi bank sentral. Dalam aturan yang masih berlaku sekarang, disebutkan bahwa tidak boleh ada pihak lain yang mencampuri atau mengintervensi kerja dari Bank Indonesia. Amanat tersebut tertera dalam Pasal 9 Undang-Undang Bank Indonesia Tahun 1999.

Sehingga, apabila otoritas moneter berpegang teguh pada regulasi ini maka BI sangat mungkin untuk tidak mengindahkan upaya intervensi kebijakan di luar kelembagaan, sekalipun hal tersebut merupakan arahan dari pemerintah.

Sebagai contoh, beberapa waktu lalu bank sentral Amerika Serikat The Federal Reserve (The Feds) menolak permintaan Presiden Trump untuk memangkas suku bunga hingga 0 persen.

Kebijakan bunga nihil itu dimaksudkan Trump untuk memacu sektor kredit perbankan agar pelaku usaha memanfaatkan fasilitas tersebut bagi kegiatan ekonomi mereka. Namun, The Feds tidak bergeming dan tetap menjalankan kebijakan moneter secara independen.

Kembali ke rencana amandemen UU BI, independensi bank sentral terkesan semakin dipangkas dengan rencana memasukan “Dewan Moneter” dalam setiap kebijakan strategis BI. Dalam perjalanannya, Dewan Moneter ini kemudian melakukan perubahan nama menjadi Dewan Kebijakan Ekonomi Makro (DKEM).

Disebutkan pula bahwa dewan ini nantinya akan terdiri dari lima unsur pejabat tinggi, yakni Menteri Keuangan (sebagai koordinator), Gubernur Bank Indonesia, Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia, satu menteri bidang perekonomian, dan Ketua Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Berita terkait
Bank Indonesia Pertahankan Suku Bunga Acuan 4 Persen
Otoritas moneter kembali mempertahankan level suku bunga acuan dengan pertimbangan kondisi ekonomi terkini
Sokong KPR, Bank DKI Pinjam Rp 500 Miliar ke SMF
SMF mengucurkan dana Rp 500 miliar guna membantu Bank DKI dalam berkegiatan bisnis, khususnya pada lini perumahan
Jakarta PSBB Total, Begini Layanan Bank Indonesia
Bank Indonesia terus mendukung langkah maupun kebijkaan yang dilakukan pemerintah pusat maupun daerah dalam menanggulangi Covid-19 selama PSBB.
0
Dua Alasan Megawati Belum Umumkan Nama Capres
Sampai Rakernas PDIP berakhir, Megawati Soekarnoputri belum mengumumkan siapa capresnya di Pilpres 2024. Megawati sampaikan dua alasan.