Menakar Pentingnya Konsumsi Bagi Pertumbuhan Ekonomi

Konsumsi rumah tangga mempunyai kapasitas strategis dalam pembentukan PDB. Lantas bagaimana perannya dalam menopang pertumbuhan ekonomi?
Warga berbelanja di Pasar Jatinegara di tengah penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di Jakarta, Jumat, 22 Mei 2020.(Foto: Antara/Indrianto Eko Suwarso/wsj)

Jakarta – Pada pekan lalu 5 Agustus 2020, Badan Pusat Statistik (BPS) melansir data bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia pada sepanjang kuartal II/2020 mengalami kontraksi hebat hingga menyentuh level minus 5,32 persen. Capaian tersebut kontras dengan bukuan pada kuartal sebelumnya yang masih bertengger di level 2,97 persen.

BPS sendiri menyebut Komponen Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga (PKRT) dan Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) menjadi sumber utama terkontraksinya perekonomian Indonesia dengan catatan masing-masing negatif 2,96 persen dan 2,73 persen.

Padahal, struktur Produk Domestik Bruto (PDB) banyak disokong oleh kedua sektor ini. Konsumsi rumah tangga misalnya, yang memberi kontribusi lebih dari separuh PDB Indonesia dengan 57,85 persen. Diikuti kemudian PMTB sebesar 30,61 persen.

Apabila PDB pada kuartal II/2020 adalah sebesar Rp 3.687,7 triliun, maka sumbangsih konsumsi rumah tangga mencapai Rp 2.133,3 triliun. 

Artinya, konsumsi menjadi sektor yang sangat strategis dan jaminan untuk bisa memastikan bahwa roda perekonomian di republik ini tetap berjalan.

Itulah sebabnya mengapa pemerintah berusaha mati-matian untuk mempertahankan daya beli masyarakat agar konsumsi rumah tangga bisa terus tertopang.

Terbaru, pemerintah melalui Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah mengumumkan bakal mengucurkan subsidi gaji bagi pekerja yang memiliki penghasilan kurang dari Rp 5 juta perbulan. 

Program yang masuk dalam skema bantuan sosial (bansos) bagi kalangan kelas menengah itu direncanakan akan bergulir pada September 2020 mendatang. Adapun, besaran manfaat yang akan diterima peserta adalah sebesar Rp 600.000 perbulan selama empat bulan.

Diperkirakan, 13,8 juta pekerja yang terdaftar di BPJS Ketenagakerjaan akan menerima bansos ini. Pemerintah sendiri menyiapkan anggaran Rp 33,1 triliun guna mensukseskan program tersebut.

Bansos berupa subsidi gaji merupakan salah satu kebijakan yang masuk dalam program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) dengan total alokasi anggaran Rp 695,2 triliun.

Untuk diketahui, Program PEN adalah pemberian kewenangan pada Menteri Keuangan (Menkeu) untuk melakukan pergeseran rincian belanja negara dan pembiayaan anggaran. Mandat tersebut tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2020 (Perpres 72/2020) dengan maksud mengakselerasi belanja negara terkait penanganan pandemi Covid-19.

Pertanyaannya, apakah subsidi gaji cukup efektif untuk mendongkrak konsumsi masyarakat?

Mengutip pernyataan Menteri Keuangan periode 2013-2014 Chatib Basri, disebutkan bahwa apapun bentuk bantuan langsung tunai (BLT) yang diberikan kepada rakyat pasti memberikan pengaruh terhadap pergerakan ekonomi. Sebab, penerima BLT merupakan kelompok masyarakat yang benar-benar membutuhkan uang untuk membeli kebutuhan pokok sehari-hari.

Untuk itu, pemerintah diharapkan mempunyai strategi yang kuat dalam menciptakan kebijakan yang bisa mendorong kemampuan daya beli masyarakat.

“Dalam situasi seperti ini ketika konsumsi rumah tangga dan investasi anjlok, maka belanja pemerintah jadi kunci. Masalahnya penyerapan lambat. Karena itu mungkin stimulus diarahkan kepada sektor yang penyerapannya tinggi seperti bansos terutama BLT,” ujarnya melalui Twitter @ChatibBasri, Selasa, 11 Agustus 2020.

Jadi, negara sebenarnya mempunyai ‘jalan pintas’ untuk memastikan roda perekonomian tetap bergulir melalui jalur peningkatkan daya beli dan konsumsi rumah tangga, ketimbang prioritas penyelamatan dunia usaha.

Siasat penurunan bunga bank, penjaminan kredit, serta sejumlah insentif bagi pengusaha baru akan efektif jika situasi telah berada dalam kondisi normal.

Konsumsi memastikan timbulnya demand market yang niscaya menggeliatkan aktivitas produksi pelaku usaha.

Permasalahannya, apakah subsidi gaji dan program BLT saat ini dapat memberikan kontribusi signifikan bagi aktivitas ekonomi di masa pandemi? 

Jawabannya adalah tergantung kekuatan spending pemerintah dalam menggelontorkan anggaran.

“Karena itu fokus kebijakan dalam jangka pendek adalah mengatasi wabah dan mendorong permintaan. Jika pandemi tidak bisa diatasi maka ekonomi tidak akan 100 persen pulih,” jelas Chatib.

Berita terkait
Mantan Menkeu Ini Usul Cara Agar BLT Tepat Sasaran
Pemberian bantuan sosil dalam bentuk cash transfer dinilai cukup rentan disalahgunakan. Pemerintah kemudian diminta mempertajam proses seleksi
Pertumbuhan Minus 5,32%, Negara Harus Kaji Kebijakan
Pemerintah diharapkan mengevaluasi kebijakan sektor ekonomi sehubungan dengan kontraksi pertumbuhan yang cukup dalam
Alamak! Pertumbuhan Ekonomi Minus Diyakini Berlanjut
Tren pertumbuhan negatif diproyeksi masih akan berlanjut hingga kuartal III/2020. Bahkan, cukup berpotensi untuk terkontraksi lebih dalam
0
Hasil Pertemuan AHY dan Surya Paloh di Nasdem Tower
AHY atau Agus Harimurti Yudhoyono mengaku sudah tiga kali ke Nasdem Tower kantor Surya Paloh. Kesepakatan apa dicapai di pertemuan ketiga mereka.